Virus Corona
Kasus Covid-19 Terus Naik, Menkes Budi Gunadi Sadikin Akui Cara Testing Salah: Tidak Ada Gunanya
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan pengakuan mengejutkan soal sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 di Indonesia.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, memberikan pengakuan mengejutkan soal sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 di Indonesia.
Dilansir TribunWow.com, Budi Sadikin mengakui bahwa testing Covid-19 yang dilakukan selama ini salah.
Hal itu diungkapkan Budi Sadikin dalam acara "Vaksin dan Kita" yang diselenggarakan oleh Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat, Jumat (22/1/2021).

Baca juga: Positif Covid-19 seusai Divaksin, Bupati Sleman Bukan Tertular Gara-gara Kandungan Sinovac
Baca juga: Erick Thohir Akhirnya Ungkap Alasan Pemerintah Utamakan Vaksin Covid-19 dari China
Dalam kesempatan itu, Budi Sadikin menyebut testing yang dilakukan berasa sia-sia.
Pasalnya kasus Covid-19 masih banyak dan terus bertambah meski sebenarnya sudah cukup melampaui rekomendasi dari WHO untuk pengetesan setiap minggunya.
"Testing, tracing, dan treatment (3T) serta isolasi bagaikan menambal ban bocor," ujar Budi Sadikin.
"Kita itu tidak disiplin. Cara testing-nya salah," ujar Budi Sadikin, dikutip dari YouTube KompasTV.
Menurut Budi Sadikin, kesalahannya adalah terdapat pada objek pengetesan.
"Testingnya banyak tapi kok naik terus? Habis yang dites orang kayak saya, setiap kali mau ke Presiden dites, tadi malam, barusan saya di-swab," ungkap Budi Sadikin.
"Seminggu saya bisa lima kali diswab kalau masuk istana. Emang benar (testing) seperti itu?" lanjutnya.
"Testing kan enggak gitu seharusnya. Testing epidemologi bukan testing mandiri," jelasnya.
Baca juga: Orang yang Sudah Kena Covid-19 Tak Bisa Divaksin Sinovac, Ini Daftar Kriterianya
Pria lulusan Fisika Nuklir ITB itu menegaskan bahwa testing yang benar harusnya sesuai dengan rantai penyebaran Covid-19 dengan menyasar orang-orang yang suspek.
"Yang dites itu orang yang suspek, bukan orang yang mau pergi, mau ketemu presiden," kata dia.
"Syarat WHO terpenuhi itu satu per seribu per minggu, tapi tidak ada gunanya testingnya secara epidemiologi," pungkasnya.
Simak videonya:
Kata Kemenkes Kemungkinan Orang yang Divaksin Masih Bisa Terpapar
Pemerintah menyampaikan bahwa suntikan vaksin Sinovac bukanlah perlindungan utama terhadap Covid-19.
Pemerintah berulang kali menyampaikan bahwa protokol kesehatan harus terus diterapkan mesti sudah mendapat suntikan vaksin.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan, suntikan vaksin Sinovac tidak akan membuat penerima vaksin menjadi kebal Covid-19.

Baca juga: Penjelasan soal Penerima Vaksin Covid-19 Tetap Masih Bisa Menularkan Virus Corona
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari YouTube Apa Kabar Indonesia tvOne, Minggu (17/1/2021).
Siti menegaskan, tidak ada vaksin yang memiliki efikasi 100 persen atau membuat pasien yang disuntik menjadi kebal dari Covid-19.
"Sampai saat ini tidak ada vaksin yang 100 persen efikasinya, artinya membuat orang menjadi tidak berisiko untuk sakit Covid-19," ujar dia.
Siti memaparkan, para penerima suntikan vaksin Sinovac nantinya akan memiliki risiko tertular Covid-19 hanya 35 persen.
"Kemungkinan kita untuk sakit Covid-19 hanya 35 persen," ujar dia.
Jumlah tersebut turun sebanyak 65 persen sebelum disuntik vaksin.
Ia juga mengingatkan bahwa protokol kesehatan masih harus diterapkan dalam situasi pandemi saat ini.
Karena konsentrasi penyebaran virus di masyarakat masih tergolong tinggi.
Baca juga: Siapa Saja Kelompok Masyarakat yang Tidak Bisa Diberi Vaksin Covid-19 Sinovac?
"Situasi di dalam masyarakat, penularannya masih sangat tinggi," ungkap Siti.
"Walau sudah divaksinasi, kita harus menerapkan protokol kesehatan."
Selanjutnya, Siti menerangkan soal antibodi yang tidak bisa secara instan terbentuk seusai menerima suntikan vaksin.
"Tidak bisa satu kali suntik pada dosis pertama maupun pada dosis kedua, itu sudah langsung membentuk antibodi yang optimal," kata Siti.
"Sehingga dalam masa pembentukan antibodi tersebut, kita harus tetap menerapkan protokol kesehatan," sambungnya. (TribunWow/Elfan/Anung)