Pilpres Amerika Serikat 2020
Joe Biden Diprediksi akan Gabung Lagi dengan Kesepakatan Nuklir Iran, Ahli Ungkap Hambatan Utama
Jika AS ingin kembali dengan kesepakatan nuklir Iran, Teheran berharap Washington memberikan "kompensasi atas pukulan ekonomi di bawah sanksi Trump".
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden pernah menyinggung soal kesepakatan nuklir Iran 2015.
Saat berkampanye, Biden menjelaskan rencananya untuk bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran, jika dia terpilih sebagai Presiden AS menggantian Donald Trump.
Tetapi, setelah hidup di bawah sanksi 'Tekanan Maksimum' yang dijatuhkan pemerintahan Trump, Teheran tak mudah mempercayai perkataan Amerika Serikat.
Baca juga: Trump Ngaku akan Meninggalkan Gedung Putih jika Electoral College Pilih Joe Biden sebagai Pemenang
Seorang ahli dari Yayasan Pertahanan Demokrasi (Defense of Democracie) Behnam Ben Taleblu memberikan komentarnya lewat CNBC tak lama setelah Pilpres AS.
"Tidak peduli betapa putus asa pemerintahan Biden untuk mencapai kesepakatan, tanggapan Iran lebih penting," katanya.
Para pejabat Iran telah menyinggung kembali ke Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Jika AS ingin kembali dengan kesepakatan nuklir Iran, Teheran berharap Washington memberikan "kompensasi atas pukulan ekonomi di bawah sanksi Trump".
Ekonomi Iran mengalami kontraksi sekira enam persen setiap tahun, sejak Trump secara sepihak menarik dari dari kesepakatan multi-negara.
Kata Analis Timur Tengah
Lebih lanjut, Ryan Bohl, analis Timur Tengah yang bekerja pada Stratfor turut buka suara.
"Kami mengharapkan pemerintahan Biden untuk mencoba duduk di meja perundingan dengan Iran," kata Bohl.
"Tetapi, hambatan utama adalah Iran sendiri mungkin tidak bersedia untuk bernegosiasi," tegas Bohl.
Sementara, rencana Washington untuk kembali bergabung dengan kesepakatan nuklir Iran disebut Dave Des Roches, Profesor di National Defense University di Washington, DC sebagai racung politik.
Pemerintahan Trump saat ini memberikan lebih banyak sanksi pada Republik Islam sebelum masa jabatannya berakhir.
"Iran tidak mungkin bersedia untuk kembali ke JCPOA tanpa beberapa konsesi AS, seperti pencabutan sanksi terhadap Hizbullah, program rudal, dan pelanggar HAM Iran," bantahnya.
Aktivitas proksi militan Iran di Timur Tengah dan pengayaan uraniumnya bukannya menurun, malah meningkat selama sanksi tekanan maksimum.
Baca juga: Joe Biden Sebut AS Siap Jadi Pempimpin Dunia: Siap untuk Menghadapi Musuh-musuh Kita

Kesepakatan Nuklir bagi Biden
Tetapi, analis mengatakan, bagi Biden, kesepakatan nuklur Iran kemungkinan bukan prioritas utama pasca pelantikan.
Meraka memprediksi, enam bulan pertama kepemimpinan Biden akan digunakan untuk mengatasi pandemi virus corona dan ekonomi AS yang terpukul.
Kirsten Fontenrose, Direktur Prakarsa Keamanan Timur Tengah Scowcroft di Dewan Atlantik, mengatakan kepada CNBC, Biden mungkin akan menawarkan pencabutan sanki kepada Iran.
Tujuannya yakni, tambah Fontenrose, agar Amerika dapat masuk kemabli dalam pembicaraan nuklir.
"Kita mungkin harus mengharapkan Iran mengambil keuntungan dari mundurnya AS dari kesepakatan nuklir dan mencoba mendapatkan sebanyak yang bisa diambil dari pemerintahan Biden," tambahnya.
Sementara itu di Teheran, masih ada ketakuran jika Trump kembali mencalonkan diri pada 2024 mendatang.
"Apa pun kesepakatan yang kita lakukan dengan Joe Biden, presiden berikutnya bisa membatalkannya," kata Amir Handjani, rekan di Quincy Institute kepada CNBC. (Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Presiden Terpilih AS Biden Diprediksi akan Gabung Lagi dengan Kesepakatan Nuklir Iran, Ini Kata Ahli