Kabar Tokoh
Hotman Paris Ungkap Dapat Pesan WA dari Anies Baswedan: Secara Personality Dia Bagus
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menilai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memiliki kepribadian yang baik.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menilai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memiliki kepribadian yang baik.
Hal itu diungkapkan pada aktivis Geisz Chalifah di kanal YouTube Geisz Chalifah Channel yang tayang pada Senin (23/11/2020).
Pada kesempatan tersebut, Hotman sempat mengungkapkan Anies Baswedan pernah mengirimkannya pesan Whatsapp pada Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November.

Baca juga: Anies Baswedan Baca Buku How Democracies Die, Lihat Reaksi Fadli Zon hingga Yunarto Wijaya
Mulanya Hotman memuji Anies yang sudah mulai dekat dengan masyarakat.
"Tapi seperti biasa banyak pro dan kontra."
"Tapi saya melihat belakangan ini Pak Anies sudah lebih baik, lebih dekat ke masyarakat, itu yang saya lihat, sudah mulai pendekatan," katanya.
Lalu, ia menyarankan agar Anies juga mulai mendekati daerah-daerah yang dulunya tidak memilihnya pada Pemilihan Daerah DKI Jakarta 2017.
"Karena itu kan Pemilihan ada pro kontra sudah pasti, saya kira kalau Pak Anies lebih dekat, turun lagi di daerah kantong-kantong yang dulu tidak memilih dia," saran Hotman.
Pasalnya Hotman merasa bahwa kesalahpahaman itu terjadi karena ketidaktahuan satu sama lain.
Seperti dirinya yang sudah mengenal Anies makanya dirinya tak memiliki masalah dengan Gubernur 50 tahun tersebut.
"Karena missunderstanding itu ada karena tidak tahu, mungkin kalau sudah tahu saya sama beliau ketemu its okay enggak ada masalah," ujar Hotman.
Baca juga: Unggah Foto sedang Membaca Buku How Democracies Die, Anies Baswedan: Selamat Menikmati Minggu Pagi
Lalu, Pengacara asal Sumatra Utara ini menceritakan bagaimana Anies mengucapkan Hari Pahlawan padanya.
Hotman mengatakan bahwa Anies berbuat demikian karena Sang Gubernur tahu bahwa kakeknya adalah seorang pahlawan perang di masa penjajahan Belanda.
"Bahkan hari Pahlawan dia WA saya, Selamat Hari Pahlawan, karena kakek saya itu Panglima perang ditembak Belanda dari Singamaraja, tapi kakek saya kepala bagian perang, tapi mati ditembak perang Belanda dia tahu."
"Jadi secara personality Pak Anies bagus," kata dia.
Lihat menit 24.50:
Tanggapan Para Tokoh soal Postingan Anies
Anies mengunggah sebuah foto yang menuai sorotan.
Melalui akun Twitter pribadinya, Minggu (22/11/2020), Anies mengunggah foto saat dirinya duduk sembari membaca sebuah buku berjudul 'How Democracies Die'.
Dilansir TribunWow.com, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka memiliki arti 'Bagaimana Demokrasi Mati'.

Baca juga: Soal Pemanggilan Anies Baswedan, Refly Harun: Mendagri Tidak Bisa Semata-mata Berhentikan Gubernur
Baca juga: Habib Rizieq Tolak Permintaan Lakukan Swab Test, FPI: Tidak Perlu Repot-repot Mengurusi FPI dan HRS
"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi," tulis singkat Anies Baswedan.
Meski begitu, tidak diketahui motif dan alasan Anies Baswedan mengunggah foto dengan menonjolkan buku karya Steven Levisky dan Daniel Ziblatt tersebut.
Sementara itu dari berbagai tokoh tak ketinggalan memberikan tanggapannya.
Pertama dari Politikus Gerindra, Fadli Zon.
Fadli Zon menirukan gaya Anies Baswedan.
Namun dirinya membaca buku dengan berjudul berbeda, meski masih tentang demokrasi.
Dirinya mengunggah foto dengan membaca buku 'Demokrasi Kita' tulisan dari Wakil Presiden pertama, Mohammad Hatta.
Disebutnya bahwa buku terbitan 1960 itu masih relevan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi saat ini, khususnya berkaitan dengan demokrasi yang bersifat otoritarian.
"Sy baca ulang buku “Demokrasi Kita” karya Mohammad Hatta yg terbit 1 Mei 1960, 60 thn lalu. Kok masih relevan n keadaannya hampir sama dg skrg. Hatta kritik tajam pemerintahan Demokrasi Terpimpin yg otoritarian di bwh Presiden Soekarno. Buku kecil ini kemudian dilarang," tulis Fadli Zon.

Baca juga: Benarkan Pencopotan Baliho Habib Rizieq oleh TNI, Soleman Ponto Sebut Ada Pergerakan Tak Terlihat
Sementara itu mantan rekannya sebagai wakil ketua DPR, Fahri Hamzah justru mengatakan bahwa dirinya sudah lama mempersoalkan buku tersebut, yakni setahun yang lalu.
Hal itu dibuktikan dengan cuittan dari Fahri Hamzah pada tahun 2019 yang sudah membahas buku 'How Democracy Die' tersebut.
Dalam cuittan setahun lalu itu, Fahri Hamzah mengatakan nasib demokrasi ditentukan oleh kudeta militer dan sistem pemilihan umum.
"Sebetulnya itu adalah kesimpulan 2 guru besar universitas Harvard: Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Dalam buku mereka yang terkenal “How Democracy Die”, mereka menuturkan bagaimana demokrasi bisa mati oleh kudeta militer atau oleh pemilu yang menaikkan para pemimpin curang," kata Fahri Hamzah.

Selain itu tak ketinggalan, Budiman Sudjatmiko juga turut memberikan komentarnya.
Dirinya mengakui lebih memilih orang yang membaca satu buku namun mendapatkan banyak pikiran, ketimbang banyak buku namun hanya sebatas menjadi kutipan belaka.
"Saya tak pernah terkesan dgn orang yg membaca buku sampai saya berdiskusi membedah isi dengannya.
Lebih baik orang membaca 1 buku & dia keluarkan banyak pikirannya sendiri ketimbang dia membaca banyak buku tp isi perkataannya cuma hasil kutipan buku yg dibaca," ucapnya.


Selanjutnya ada juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman.
Dirinya mengunggah sebuah foto buku berjudul Democracy Without the Democrats.
Buku tersebut rupanya karya dari Fadjroel sendiri yang ditulis ketika dalam tahanan di Nusakambangan dan Sukamiskin.
"Perjuangan demokratisasi demokrasi itu perjuangan tanpa akhir. Perjuangan demokrasi sejak kemerdekaan, dihadang tahapan antidemokrasi hingga #Reformasi21Mei1998 dan sekarang terus membongkar lembaga, regulasi dan orang2 yang memanfaatkan demokrasi utk menghancurkan demokrasi ~ FR," tulis Fahri Hamzah.

(TribunWow/Mariah Gipty/Elfan Fajar Nugroho)