Terkini Nasional
Anies Baswedan Baca Buku How Democracies Die, Lihat Reaksi Fadli Zon hingga Yunarto Wijaya
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah sebuah foto yang menuai sorotan.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah sebuah foto yang menuai sorotan.
Melalui akun Twitter pribadinya, Minggu (22/11/2020), Anies Baswedan mengunggah foto saat dirinya duduk sembari membaca sebuah buku berjudul 'How Democracies Die'.
Dilansir TribunWow.com, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka memiliki arti 'Bagaimana Demokrasi Mati'.

Baca juga: Soal Pemanggilan Anies Baswedan, Refly Harun: Mendagri Tidak Bisa Semata-mata Berhentikan Gubernur
Baca juga: Habib Rizieq Tolak Permintaan Lakukan Swab Test, FPI: Tidak Perlu Repot-repot Mengurusi FPI dan HRS
"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi," tulis singkat Anies Baswedan.
Meski begitu, tidak diketahui motif dan alasan Anies Baswedan mengunggah foto dengan menonjolkan buku karya Steven Levisky dan Daniel Ziblatt tersebut.
Namun tidak sedikit yang menyangkut-pautkan dengan kondisi yang tengah dialami oleh Anies Baswedan.
Seperti yang diketahui, Anies Baswedan belum lama ini memenuhi panggilan Polda Metro Jaya kaitannya dengan terjadinya kerumunan dalam acara Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab.
Sebelumnya Anies juga menyatakan bahwa dirinya bersama Pemprov DKI Jakarta telah bekerja maksimal dalam penanganan Covid-19.
Sementara itu dari berbagai tokoh tak ketinggalan memberikan tanggapannya.
Pertama dari Politikus Gerindra, Fadli Zon.
Fadli Zon menirukan gaya Anies Baswedan.
Namun dirinya membaca buku dengan berjudul berbeda, meski masih tentang demokrasi.
Dirinya mengunggah foto dengan membaca buku 'Demokrasi Kita' tulisan dari Wakil Presiden pertama, Mohammad Hatta.
Disebutnya bahwa buku terbitan 1960 itu masih relevan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi saat ini, khususnya berkaitan dengan demokrasi yang bersifat otoritarian.
"Sy baca ulang buku “Demokrasi Kita” karya Mohammad Hatta yg terbit 1 Mei 1960, 60 thn lalu. Kok masih relevan n keadaannya hampir sama dg skrg. Hatta kritik tajam pemerintahan Demokrasi Terpimpin yg otoritarian di bwh Presiden Soekarno. Buku kecil ini kemudian dilarang," tulis Fadli Zon.

Baca juga: Benarkan Pencopotan Baliho Habib Rizieq oleh TNI, Soleman Ponto Sebut Ada Pergerakan Tak Terlihat
Sementara itu mantan rekannya sebagai wakil ketua DPR, Fahri Hamzah justru mengatakan bahwa dirinya sudah lama mempersoalkan buku tersebut, yakni setahun yang lalu.
Hal itu dibuktikan dengan cuittan dari Fahri Hamzah pada tahun 2019 yang sudah membahas buku 'How Democracy Die' tersebut.
Dalam cuittan setahun lalu itu, Fahri Hamzah mengatakan nasib demokrasi ditentukan oleh kudeta militer dan sistem pemilihan umum.
"Sebetulnya itu adalah kesimpulan 2 guru besar universitas Harvard: Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Dalam buku mereka yang terkenal “How Democracy Die”, mereka menuturkan bagaimana demokrasi bisa mati oleh kudeta militer atau oleh pemilu yang menaikkan para pemimpin curang," kata Fahri Hamzah.

Selain itu tak ketinggalan, Budiman Sudjatmiko juga turut memberikan komentarnya.
Dirinya mengakui lebih memilih orang yang membaca satu buku namun mendapatkan banyak pikiran, ketimbang banyak buku namun hanya sebatas menjadi kutipan belaka.
"Saya tak pernah terkesan dgn orang yg membaca buku sampai saya berdiskusi membedah isi dengannya.
Lebih baik orang membaca 1 buku & dia keluarkan banyak pikirannya sendiri ketimbang dia membaca banyak buku tp isi perkataannya cuma hasil kutipan buku yg dibaca," ucapnya.


Selanjutnya ada juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman.
Dirinya mengunggah sebuah foto buku berjudul Democracy Without the Democrats.
Buku tersebut rupanya karya dari Fadjroel sendiri yang ditulis ketika dalam tahanan di Nusakambangan dan Sukamiskin.
"Perjuangan demokratisasi demokrasi itu perjuangan tanpa akhir. Perjuangan demokrasi sejak kemerdekaan, dihadang tahapan antidemokrasi hingga #Reformasi21Mei1998 dan sekarang terus membongkar lembaga, regulasi dan orang2 yang memanfaatkan demokrasi utk menghancurkan demokrasi ~ FR," tulis Fahri Hamzah.

Baca juga: Sutiyoso Sebut Belum Perlu TNI Turun Tangan soal Habib Rizieq: Mesti Mengedepankan Soft Power
Lebih lanjut, ada juga Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.
Yunarto Wijaya kali ini justru memberikan sindiran kepada Anies.
Dirinya mengingatkan Anies terkait musibah banjir di musim hujan.
Oleh karenanya, ia meminta kepada Anies supaya lebih baik mengurusi pengerukan sungai.
"Pakgub lagi belajar cara membuat demokrasi mati? Mending urusin pengerukan sungai pak, mulai hujan mulu...," tulis Yunarto Wijaya.

Terakhir dari Burhanuddin memberikan masukan untuk menyelamatkan demokrasi.
"Kata penulis ini, agar demokrasi tidak mati, politisi sebaiknya tdk membangun electoral base dengan mengeksploitasi apa yg Jeff Flake sebut sbg “sugar high of populism, nativism, and demogaguery” ujarnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)