Terkini Nasional
Diminta Nilai Kementerian Paling Baik dan Buruk, Refly Harun: Orang seperti Sri Mulyani 'Diperah'
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan penilaiannya terhadap dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan penilaiannya terhadap dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia ungkapkan dalam tayangan di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, diunggah Senin (2/11/2020).
Diketahui sebelumnya Refly Harun sempat memberikan penilaian kurang baik terhadap pemerintahan Jokowi periode kedua.

Baca juga: Najwa Shihab Kalahkan Susi Pudjiastuti hingga Sri Mulyani, Jadi Wanita Paling Dikagumi di Indonesia
Ia mengaku sempat memberikan nilai di bawah enam untuk periode kedua pemerintahan Jokowi.
"Periode ini kedua ini sangat mengecewakan. Saya berharap Presiden Jokowi ini 'kan tidak ada beban, dia akan mencari the dream team, tapi ternyata enggak," komentar Refly Harun.
Mantan anggota DPR Akbar Faizal lalu menyinggung penilaian untuk jajaran kabinet pada pemerintahan Jokowi.
"Kalau menurut pengamatan secara acak, yang paling bermasalah kalau kita bicara kementerian Jokowi, itu apa yang paling bermasalah?" tanya Akbar Faizal.
"Kalau ada yang berprestasi, kira-kira apa yang berprestasi?" tambahnya.
Refly Harun lalu memberikan kriteria penilaian bagi kementerian yang bernaung di bawah Kabinet Indonesia Maju.
Menurut dia, dalam aspek hukum pemerintahan Jokowi belum meraih prestasi memuaskan.
"Kalau secara acak, selalu kita kaitkan dengan tiga besar. Hukum, politik, dan ekonomi," jelas pakar hukum tersebut.
"Kalau dari sisi hukum, sampai sekarang saya belum melihat ada garis penegakan hukum yang benar yang membuat negara kita betul-betul hitam putih soal penegakan hukum," papar Refly.
Baca juga: Masinton Sebut Negara Tak Boleh Represif, Refly Harun dan Haris Azhar Kompak: Normatif Prakteknya?
Ia menyebutkan penilaian itu sama baik pada periode pertama maupun kedua.
Dalam aspek berikutnya, Refly menilai secara ekonomi justru terjadi kemunduran.
Ia kemudian menyinggung sosok Sri Mulyani yang menyerahkan jabatan Direktur Pelaksana Bank Dunia demi mengisi posisi Menteri Keuangan.
"Saya khawatir orang seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani itu betul-betul 'diperah' ilmunya untuk jungkir balik, kira-kira begitu," komentar Refly.
"Bagaimana mengakomodasikan sebuah konsep yang barangkali dari sisi ilmunya udah enggak masuk, dari sisi disiplin anggaran dan lain sebagainya," lanjutnya.
Refly menambahkan, dirinya menilai pembangunan ekonomi saat ini semakin mengalami kemerosotan.
"Ketika 2014 saya masih memuji ekonomi, 2020 ini rasanya susah di bidang mana yang kita anggap berhasil pembangunan ekonomi, apalagi ada Covid-19," tandas pengamat politik tersebut.
Lihat videonya mulai menit 38.00:
Sri Mulyani Ungkap Upaya Penyelamatan Aset Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan fakta upaya menyelamatkan keuangan negara melalui perbaikan pembukuan aset.
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam unggahan Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman di akun Instagram @jubir_presidenri, Senin (19/10/2020).
Dalam video tersebut, tampak Sri Mulyani memberikan kuliah umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 25 September 2018 lalu.
Baca juga: Di Era SBY maupun Jokowi, Rizal Ramli Ngaku Selalu Dapat Hadangan dari JK untuk Jadi Menteri Ekonomi
"Mulainya Republik Indonesia enggak punya neraca," papar Sri Mulyani.
Ia menjelaskan awalnya barang berharga milik negara, termasuk aset dan properti penting sebelumnya tidak pernah tercatat sebagai milik negara.
"Jadi barang milik negara pun tidak diadministrasikan, tidak di-record," katanya.
Ia menyebutkan hal itu sudah terjadi sejak masa kepemimpinan Presiden Soeharto.
"Kita asal bangun. Waktu Pak Harto 30 tahun bangun banyak sekali, enggak ada pembukuannya," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
"Jadi waktu terjadi krisis kemudian kita punya Undang-undang Keuangan dan Perbendaharaan Negara, kita baru mulai membangun neraca keuangan," lanjutnya.
Pada proses pembukuan tersebut, Sri Mulyani menyebutkan hal pertama yang dilakukan adalah mencatat aset-aset penting yang menjadi milik negara.
Ia menuturkan dulu banyak aset negara yang diperjualbelikan dengan mudah karena tidak tercatat kepemilikannya.
"Di situ baru mulai muncul, 'Mari kita membukukan dan me-record'. Pertama mengadministrasikan, masukkan dulu dalam buku," tutur Sri Mulyani.
"Belum lagi tanah-tanah. Kalau menterinya lagi senang, saya kepengin jual tanah, saya jual tanah saja," lanjutnya.

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Peluang Perpanjang Bansos hingga 2021: Kami di Kemenkeu Benar-benar Fleksibel
Akibatnya, banyak aset penting yang hilang begitu saja.
"Karena dulu enggak pernah ada pengadministrasian, sehingga banyak sekali republik itu kehilangan cukup banyak aset strategis," kata Menkeu.
Ia memberi contoh pada kompleks Senayan yang dibangun pada era Presiden Soekarno.
Saat itu Bung Karno membangun kompleks Manggala Warna Bakti, TVRI, Hotel Hilton, Hotel Mulia, sampai Plaza Senayan.
Seluruh area tersebut merupakan milik negara.
"Salah satu contoh yang barangkali Anda lihat adalah kompleks Senayan Gelora Bung Karno," jelas Sri Mulyani.
Meskipun begitu, negara kehilangan status kepemilikannya karena tidak pernah tercatat dalam administrasi.
Ia memberi contoh pada area Hotel Hilton yang kini bernama Hotel Sultan.
"Karena tidak pernah dibukukan, suatu saat terjadi kerja sama, tiba-tiba swasta sudah punya titel," ungkap mantan Kepala Bappenas ini.
"Sehingga waktu kita membuat pembukuan, Hotel Hilton itu sudah tidak ada titelnya. Kita hilang," tambah Sri Mulyani.
Ia menuturkan, pemerintah harus berupaya keras mengembalikan Hotel Hilton menjadi milik negara kembali, dengan syarat boleh dipakai dalam kerja sama dengan swasta.
Simak videonya:
(TribunWow.com/Brigitta)