Peradi Pergerakan Dibentuk Bertepatan dengan Peringatan Sumpah Pemuda: Tegakkan Prinsip Negara Hukum
Peradi Pergerakan dibentuk bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda ke-92 di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta, Rabu (28/10/2020).
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda ke-92, Organisasi Advokat (AO) Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia yang selanjutnya disebut Peradi Pergerakan dibentuk.
Menandai pembentukan, diserahkan Pataka Pergerakan kepada Ketua Umum Terpilih Sugeng Teguh Santoso oleh Advokat Senior Hermawi Taslim yang mewakili para pendiri di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta, Rabu (28/10/2020).
Sugeng Teguh Santoso menegaskan, komunitas advokat, komunitas keahlian hukum mandiri, menjalankan fungsi negara dalam penegakan hukum yang independen (independent state organ).

Baca juga: Putus Rantai Penularan Virus Corona, Satgas Covid-19 Minta Masyarakat Disiplin Terapkan 3M
Komunitas yang dinyatakan sebagai penegak hukum berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, adalah Advokat.
Dalam konteks ini, advokat harus diterima resmi sejajar dengan penegak hukum lainnya yakni hakim, jaksa dan polisi.
"Namun, harapan itu masih jauh panggang dari api. Status advokat sebagai penegak hukum adalah yuridis, namun secara fakta tidak. Oleh karena itu, visi dan misi UU No. 18 Tahun 2003 harus diwujudkan. Cara mewujudkannya adalah dengan kinerja serta membangun kehormatan dan wibawa profesi," kata Sugeng Teguh Santoso, seperti rilis yang diterima TribunWow.com, Kamis (29/10/2020).
"Kita semua memahami bahwa upaya ini tidak akan jatuh dari langit seperti mimpi. bagaikan mimpi," jelasnya dalam sambutan pelantikan struktur kepengurusan Peradi Pergerakan sesaat setelah penyerahan Pataka Peradi Pergerakan dari advokat senior Hermawi Taslim yang mewakili para pendiri kepada Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng menyadari sebagai Ketua Umum, dirinya mempunyai tugas untuk mewujudkan kesederajatan hak sebagai penegak hukum sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.
Baca juga: Di Mata Najwa, Ernest Tanggapi Statement Megawati soal Milenial: Mungkin Lagi Terlalu Bersemangat
Ia juga memahami bahwa kesejajaran penegak hukum tidak sama yang berdampak pada komunitas advokat belum memiliki wibawa dan kehormatan di antara penegak hukum lainnya.
"Komunitas advokat direndahkan, dianggap hanya pelengkap penderita dan itu karena perilaku kita sebagai advokat yang merendahkan martabat profesi semata-mata karena pertimbangan ekonomi. Advokat juga tidak berada dalam ruang hampa yang teralienasi dengan lingkungannya berasal. Ia ada bersama-sama dan di tengah masyarakat bangsa yang dijadikan objek perlindungan oleh negara sebagai amanat konstitusi,” lanjut Sugeng.
Dalam konteks ini, jelasnya lebih lanjut, martabat dan kehormatan advokat ada di masyarakat.
Sebagai konsekuensinya adalah, organisasi advokat harus peka pada amanat penderitaan rakyat khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu.
Digarisbawahi, Pasal 22 UU Advokat bukan pajangan semata, pasal itu harus diwujudkan dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Sebagai tindak lanjut adalah, dalam perspektif tugas advokat, menegakkan keeadilan, kebenaran dan hukum Advokat dan organisasi advokat (OA) harus diawali dengan memahami politik hukum dalam penyususunan peraturan tersebut UU.
“Advokat harus faham apakah Undang-Undang sebagai perwujudan politik hukum telah memenuhi prinsip-prinsip konstitusi? Atau menyimpang dr konstitusi? Setiap advokat harus memahami bahwa, dalam prinsip negara hukum ada 3 (tiga) hal penting setidaknya harus ada yakni demokrasi, peradilan yang bebas dan hak asasi manusia (HAM),” ujar Ketua Umum Peradi Pergerakan ini.
"Latar belakang pembentukan OA Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia (Peradi Pergerakan) untuk menegaskan bahwa mereka berada pada posisi membantu pemerintah menegakkan prinsip negara hukum; mewujudkan demokrasi, mendorong dan menjaga peradilan yang bebas dan melindungi HAK ASASI warga negara sesuai pasal 3a Kode Etik Advokat, " jelas Sugeng Teguh Santoso.
Baca juga: Alasan BPOM Belum Keluarkan Izin Edar Vaksin Covid-19 di Indonesia, Harus Penuhi Beberapa Syarat Ini
UU Cipta Kerja
Terkait dengan UU Cipta Kerja, Sugeng menjelaskan, dalam politik hukum kekinian, UU tersebut harus disoroti sebagai suatu politik hukum yang dipertanyakan konstitusionalismenya.
Pertanyaan itu berdasarkan pada bahwa, dalam proses sampai dengan disahkannya, UU Cipta Kerja ini menimbulkan kontroversi.
Pertama, karena proses pembentukannya tidak transparan, kedua, terjadi bias sumber mana yang benar dari draft yang beredar – yang bisa dilihat dari jumlah halaman yang terus menjadi wacana diskusi.
“Para advokat seharusnya berada di garda terdepan untuk bisa memberikan pencerahan pada masyarakat apakah uu ini sudah sesuai dan memenuhi konstitusionalitas sebagai UU."
"Ini menjadi tugas Peradi Pergerakan sebagai OA untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait berbagai peraturan yang menimbulkan polemik. Ini merupakan ciri khas yang harus terus menerus dipertahankan dan diwujudkan dalam ruang publik agar keberadaan advokat di tengah masyarakat tidak hanya dikenal mencari uang semata. Advokat harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap keadilan sosial dan senantiasa siap untuk memperjuang kannya,” tegasnya. (*)