Terkini Nasional
Ingatkan Jokowi, Politikus PDIP Minta Awasi Menteri yang Bermanuver untuk 2024: Presiden Terjebak
Politikus PDIP Kapitra Ampera mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kemungkinan sejumlah jajarannya memiliki kepentingan politik.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Politikus PDIP Kapitra Ampera mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kemungkinan sejumlah jajarannya memiliki kepentingan politik.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Minggu (25/10/2020).
Diketahui sebelumnya peringatan itu sudah disampaikan PDIP terhadap Jokowi.

Baca juga: Jika Jokowi Teken UU Cipta Kerja, KSPI Ancam Bakal Demo Besar-besaran 1 November: Sampai Menang
Kapitra menjelaskan alasan PDIP sampai memberikan peringatan tersebut, yakni keinginan pihak-pihak yang mau mempertahankan kekuasaan.
"PDIP melihat kekuasaan itu selalu menggiurkan, tetapi orang yang ada di dalamnya selalu kehausan, seperi air laut," jelas Kapitra Ampera.
"Sehingga dibuatlah konklusi bisa dipertahankan, kalau bisa dipindahkan tangan kepada kekuatan yang berbeda," lanjutnya.
Tidak hanya itu, ia menilai di sekitar Jokowi ada pusaran kepentingan politik.
Kapitra bahkan menilai hal itu tampaknya sengaja dibuat oleh 'kelompok berkepentingan' ini.
"Kita melihat bagaimana demonstrasi yang terus berkelanjutan sehingga presiden kita lihat terjebak dalam blackhole yang sengaja dibuat oleh suatu kepentingan," tutur pengacara tersebut.
Selain itu, ia menyoroti bagaimana kinerja jajaran menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
Menurut Kapitra, penting bagi para menteri bekerja hanya sesuai arahan Presiden Jokowi.
Baca juga: Ditunjukkan Hasil Survei 1 Tahun Jokowi soal Pembungkaman, Pihak Istana Bantah: Itu Aktor Sipil
Ia juga mengingatkan sebaiknya para menteri hanya mengikuti instruksi presiden sebagai atasannya.
Kapitra menilai penting jajaran menteri hanya bekerja sesuai visi dan misi presiden.
"Jadi PDIP berkewajiban untuk mengingatkan kesoliditasan, bahwa kabinet ini adalah kabinet yang dibentuk presiden agar semua menteri bekerja atas instruksi presiden, atas visi misi presiden," ungkit Kapitra.
"Dari awal presiden sudah menyatakan bahwa visi dan misi itu hanya milik presiden. Pembantu presiden, menteri, itu melaksanakan visi dan misi presiden," tambahnya.
Ketika ditanya tentang siapa 'kelompok berkepentingan' ini, Kapitra tidak menjawab.
Ia hanya menyinggung kelompok ini menargetkan kepentingan politik pada 2024.
"Tetapi ada sekelompok orang yang tidak sabar menunggu 2024 sehingga mereka menginginkan visi dan misi mereka sendiri," jelas ahli hukum tersebut.
Lihat videonya mulai menit 3.00:
Pihak Istana Tanggapi Hasil Survei 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf
DI sisi lain, sebelumnya Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menanggapi hasil survei terhadap satu tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Kamis (22/10/2020).
Dalam survei oleh Litbang Kompas, sebanyak 33,5 persen responden menilai kebebasan berpendapat adalah masalah utama yang mendesak untuk diselesaikan.
Baca juga: Bela Jokowi, Aria Bima Sindir Rocky Gerung Sering Caci Maki Berlebihan: Demokrasi Semau-maunya
Poin ini memperoleh suara terbesar dibandingkan aspek polemik pembentukan undang-undang sebanyak 20,6 persen, sinergi lembaga pemerintah sebanyak 15,5 persen, dan lain-lain sebanyak 30,4 persen.
Menanggapi hasil survei itu, Donny menyinggung hal berbeda ditunjukkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kita melihat survei BPS tentang indeks demokrasi rentang 2018-2019 justru ada peningkatan indeks demokrasi menjadi 74,9 persen," jelas Donny Gahral.
"Memang ada penurunan kebebasan sipil politik sejumlah 1,76 poin, tapi hak politik naik 4,92 poin, dan lembaga demokrasi naik 3,48 poin," lanjutnya.

Ia membenarkan ada penurunan dalam kebebasan berpendapat oleh masyarakat sipil.
Meskipun begitu, Donny menilai negara bukan menjadi dalang utama dalam pembatasan kebebasan ini.
"Artinya memang ada penurunan kebebasan sipil politik sedikit sekali," singgung Donny.
"Kita harus cek apakah penurunan itu disebabkan oleh apa," tambahnya.
Ia menilai pemerintah tidak pernah dengan sengaja membungkam suara-suara kritis.
Baca juga: Demokrasi Disebut Tak Beres, Mahfud MD: Kalau Mau Beres, Kembalikan Pemerintah Jadi Otoriter
"Apakah pembungkaman itu dilakukan oleh negara?" ungkit Tenaga Ahli KSP tersebut.
"Kalau kita lihat, tidak. Negara tidak pernah melakukan apapun untuk membungkam kebebasan berpendapat," tegasnya.
Di sisi lain, Donny menilai pembungkaman itu justru terjadi di antara masyarakat sendiri.
Ia menerangkan praktek itu dapat terjadi melalui laporan yang disampaikan masyarakat.
"Kita mesti cek, justru banyak terjadi kasus yang terjadi secara horizontal antara aktor-aktor sipil," komentarnya.
"Kalaupun ada yang mengadukan, mungkin berseberangan, itu bukan negara. Mungkin simpatisan, mungkin juga pendukung secara tidak langsung," tambah Donny.
Menanggapi hal tersebut, Donny menilai praktek penegakan hukum seharusnya lebih dikuatkan.
Ia menambahkan, pemerintah sudah cukup fokus dalam menyediakan hak berdemokrasi.
"Itu saya kira ujiannya ada di proses hukumnya, apakah cukup alat bukti dan lain sebagainya," katanya.
"Saya mau tegaskan di sini, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf adalah pemerintahan yang demokratis, menghargai hak-hak demokrasi. Kita tidak pernah melakukan penangkapan atau penahanan karena alasan politik, pasti ada dugaan tindak pidana," tandas Donny. (TribunWow.com/Brigitta)