Kabar Tokoh
Ditanya Najwa Shihab Kerap 'Absen' sampai Dibandingkan JK, Ma'ruf: Tidak Semua Harus Di-statement
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menanggapi isu dirinya jarang tampil di publik dibandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Wakil Presiden Maruf Amin menanggapi isu dirinya jarang tampil di publik dibandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan Catatan Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, diunggah Selasa (20/10/2020).
Diketahui peran Ma'ruf Amin dalam satu tahun pemerintahan ini kerap dipertanyakan.

Baca juga: Termasuk UU Cipta Kerja, 3 Kebijakan Kontroversial Ini Warnai Setahun Masa Pemerintahan Jokowi-Maruf
Hal itu kemudian disinggung Najwa Shihab, termasuk pertanyaan publik yang membandingkan Ma'ruf dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
"Rasanya ada semacam persepsi di publik bahwa peran wapres di duet Jokowi-Ma'ruf ini tidak terlalu menonjol, bahkan mungkin sejauh tidak terlihat," singgung Najwa Shihab.
"Persepsi yang kemudian muncul mungkin karena membandingkan dengan periode yang lalu, dengan wapres terdahulu atau situasi terdahulu. Apakah Bapak menangkap ada suara-suara mempertanyakan ke mana ini Pak Wapres?" lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Ma'ruf hanya menilai isu semacam itu hanya persepsi yang salah di masyarakat.
"Mungkin soal persepsi, saya kira. Kalau tidak saya bilang itu mispersepsi," jawab Ma'ruf Amin.
Tokoh agama tersebut menilai memang pekerjaannya tidak selalu harus ditunjukkan ke publik.

Baca juga: Refly Harun Ungkap Beda Nasib Jokowi dengan Maruf Amin: Kritik ke Presiden Tak Sampai ke Wakilnya
Ma'ruf berpendapat hal yang lebih penting adalah tugasnya dalam membantu pekerjaan presiden.
"Sebab orang melihat itu bekerja atau tidak bekerja hanya dari statement, pernyataan ke publik. Padahal tidak semua pekerjaan itu harus di-statement kepada publik," kata Ma'ruf.
"Tetapi dikerjakan, memberikan bantuan support, memberikan solusi, memberikan pandangan yang kemudian menjadi satu kebijakan bersama," tambah ulama tersebut.
Mantan Dewan Pertimbangan Presiden ini menambahkan, masyarakat cenderung menilai kinerja seseorang dari banyaknya penampilannya di publik.
Ma'ruf mengakui dirinya memang jarang tampil, sehingga terkesan kerap absen dari posisinya sebagai wapres.
"Sementara orang itu melihatnya memang dilihat dari banyaknya statement. Saya itu 'kan memang tidak begitu banyak statement," tutur mantan Ketua MUI ini.
"Saya berprinsip ada yang harus di-statement, ada yang harus dikerjakan tidak perlu di-statement-kan," tambah dia.
Ma'ruf melanjutkan, muncul atau tidak dirinya di hadapan masyarakat hanya terkait prinsip saja, serta tidak ada kaitan dengan penilaian terhadap kinerjanya.
"Itu pola kerja seseorang mungkin berbeda. Itu saya kira persepsi saja," tandas wapres.
Lihat videonya mulai menit 8.00:
3 Kebijakan Kontroversial Setahun Masa Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf
Sudah genap satu tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama pasangannya, yakni Wakil Presiden Maruf Amin.
Sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu, pemerintahan Jokowi bersama jajaran kabinet Indonesia Maju langsung memberikan sentuhannya.
Namun diakui bahwa fokus pemerintah terganggu dengan adanya pandemi Covid-19 yang mulai masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020 lalu hingga sekarang ini.
Baca juga: Demo 1 Tahun Jokowi-Maruf Amin, Ini Isi Orasi BEM SI, Turut Sindir UU Cipta Kerja: Negeri Dongeng
Banyak agenda dan rencana dari pemerintah yang dipastikan batal ataupun tertunda.
Namun terlepas dari kondisi Covid-19 atau tidak, banyak kebijakan yang lahir dari pemerintah tidak diterima dengan baik oleh masyarakat.
Dilansir TribunWow,com, setidaknya ada 7 kebijakan yang justru mendapatkan penolakan karena bersifat kontroversi, yakni:
1. Perppu Covid-19
Untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang berdampak pada masalah kesehatan dan ekonomi, Presiden Jokowi lantas menerbitkan Perppu baru.
Yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 pada 31 Maret 2020.
Namun yang terjadi, Perppu tersebut menuai banyak sorotan.

Bagaimana tidak, di dalam kebijakan tersebut seperti terkesan melindungi para pejabat negara dalam memanfaatkan anggaran Covid-19 yang bisa dikatakan mencapai 405 triliun.
Alasannya karena di dalam pasal yang dipermasalahkan yakni Pasal 27 Ayat (2) dan (3), dikatakan bahwa pejabat pemerintah tidak berhak dituntut perdata maupun pidana jika melakukan tugasnya dengan baik.
Baca juga: Satu Tahun Jokowi-Maruf Amin, Mardani Soroti Marahnya sang Kepala Negara: Kayak Pepesan Kosong
2. Kebijakan Lockdown dan PSBB
Dalam menangani pandemi Covid-19, banyak pihak yang menyalahkan sikap dari pemerintah.
Termasuk berkaitan dengan persoalan lockdown atau pembatasan wilyah.
Kondisi tersebut juga sempat membuat adanya beda persepsi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Berbeda halnya dengan daerah yang menyarankan supaya dilakukan lockdown, namun pemerintah tetap kekeh dalam pendiriannya dengan mengaku sudah mempunyai pertimbangan yang matang.
Alahasil disepakati bahwa pembatasan sosial yang dilakukan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Namun itupun belum sepenuhnya menyelesaikan masalah.
Karena setelah disepakati untuk penerepan PSBB, tetap saja masih ada persoalan-persoalan lain di dalamnya, khususnya beda pandangan antara pusat dengan daerah.
Hal itu lantas disebut bahwa pemerintah pusat dan daerah tidak memiliki koordinasi yang baik untuk menangani kasus COvid-19.
Baca juga: Kebanggaan Jokowi Namanya Dijadikan Nama Jalan di Uni Emirat Arab: Bukan untuk Saya Pribadi Semata
3. UU Cipta Kerja
Terbaru satu kebijakan pemerintah yang ditolak keras oleh rakyat adalah Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
Kondisi tersebut yang menuai berangam aksi dari masyarakat khususnya yang berkaitan dengan substansi UU Cipta Kerja.
Selain disahkan di tengah pandemi, UU Cipta Kerja terkesan dikebut lantaran bisa selesai dalam kurun waktu enam bulan.
Karena seperti yang diketahui, UU Cipta Kerja ini berkaitan dengan 74 UU, mulai dari masalah perizinan usaha, pemanfaatan lahan, hingga ketenagakerjaan. (TribunWow.com/Brigitta/Elfan)