UU Cipta Kerja
Dahlan Iskan Beri Saran Nama yang Lebih Tepat untuk UU Cipta Kerja: Saya Setuju Blak-blakan Saja
Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengungkapkan pandangannya terkait lahirnya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengungkapkan pandangannya terkait lahirnya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang paripurna, Senin (5/10/2020), UU Cipta Kerja menuai banyak penolakan, khususnya dari para buruh dan pekerja.
Dahlan Iskan mengatakan ada maksud tersendiri alasan pemerintah memilih nama UU Cipta Kerja.

Baca juga: Sindiran Dahlan Iskan untuk Pemerintahan Jokowi: Politik Paling Kuat selama 22 Tahun Terakhir
Baca juga: Ternyata Bukan Jokowi, Luhut Pandjaitan Sebut Nama Menteri yang Usulkan Omnibus Law UU Cipta Kerja
Dikutip TribunWow.com dari laman disway.id, Sabtu (10/10/2020), Dahlan Iskan mengaku tetap memberikan apresiasi niatan baik dari pemerintah untuk menyederhanakan banyaknya Undang-undang yang berpotensi berbenturan fungsi.
Namun dirinya menyadari kebijakan tersebut memiliki dampak besar, terutama kepada kaum buruh.
Terbukti para buruh memberikan penolakan terhadap UU Cipta Kerja karena dianggap tidak berpihak kepadanya dan justru menguntungkan para pengusaha atau perusahaan.
Penolakan nyatanya adalah dengan melakukan aksi unjuk rasa sejak UU Cipta Kerja disahkan hingga puncaknya pada Kamis (8/10/2020).
"Secara teori, UU Cipta Kerja ini akan menyelesaikan saling tabrakannya begitu banyak UU," ujar Dahlan Iskan.
"Tapi tenaga kerja pasti akan berontak dengan lahirnya UU Cipta Kerja ini," jelasnya.
Meski mengaku sudah mengetahui bahwa UU Cipta Kerja akan berimbas kepada tenaga kerja, Dahlan Iskan menyinggung soal pemilihan nama undang-undang tersebut.
Menurutnya, pemilihan nama 'Cipta Kerja' diharapkan oleh pemerintah bisa memberikan makna yang positif dan tentunya bisa disambut baik oleh para pekerja ataupun calon pekerja.
Baca juga: Luhut Mengaku Tahu Penunggang Demo Tolak UU Cipta Kerja: Kalau Mau Jadi Presiden Nanti Tahun 2024
"Karena itu judul UU ini pun sebenarnya sudah dipilih yang paling bersahabat dengan perasaan tenaga kerja: UU Cipta Kerja," kata Dahlan Iskan.
"Dikira dengan judul itu tenaga kerja akan manggung-manggut dan berdecak kagum," imbuhnya.
Namun dikatakan Dahlan Iskan bahwa implementasi dari UU Cipta Kerja masih dipertanyakan, apalagi malah terkesan kontras atau berkebalikan.
Ia justru menawarkan nama yang lebih tepat menggambarkan tujuan dari produk hukum tersebut, yakni UU Peroketan Perekonomian Nasional.
"Kalau saya lebih setuju dengan blak-blakan saja: UU Peroketan Perekoniman Nasional atau nama lain yang lebih jujur," sarannya.
"Tapi politik memang mengajarkan: jujur saja tidak cukup, harus pandai juga berkelit," tutup pria berkaca mata ini.
Dahlan Iskan: Politik Paling Kuat selama 22 Tahun Terakhir
Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan memberikan sindiran halus kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dikutip TribunWow.com dari laman Disway.id, Sabtu (10/10/2020), Dahlan Iskan mengatakan bahwa kekuatan politik pemerintahan Jokowi lebih kuat dibandingkan era presiden sebelum-sebelumnya, termasuk pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode.
Bahkan menurutnya, kekuatan politik pemerintahan saat ini paling kuat selama 22 tahun terakhir.

Baca juga: Banggakan Jokowi soal UU Cipta Kerja, Luhut Pandjaitan: Lebih Baik Dari Penguasa-penguasa Lalu
"Dari segi politik, inilah pemerintahan paling kuat selama 22 tahun terakhir," ujar Dahlan Iskan.
Dijelaskan Dahlan Iskan, mulai dari Presiden BJ Habibie, tidak ada yang bisa menandangi kekuatan politik pemerintahan Jokowi dengan dukungan Partai PDI Perjuangan (PDIP).
Menurutnya keunggulan dari BJ Habibie hanya pada kapasitasnya dengan bukti yang paling terlihat adalah mampu menguatkan nilai rupiah dari Rp 17 ribu per dolar menjadi Rp 8 ribu per dolar.
Namun dikatakannya BJ Habibie tidak mempunyai kekuatan politik yang kuat.
Hal itulah yang dinilai membuat BJ Habibie tidak bisa bertahan lama menjabat sebagai presiden.
"Memang BJ Habibie bisa menguatkan rupiah dari Rp 17 ribu per dolar menjadi Rp 8 ribu per dolar hanya dalam waktu kurang dari dua tahun," ungkap Dahlan Iskan.
"Tapi pemerintahannya hanya seumur jagung. Secara kapasitas begitu kuat Habibie, tapi secara politik begitu rapuh," imbuhnya.
Sementara itu untuk presiden selanjutnya, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur maupun Megawati Soekarnoputri, Dahlan Iskan tidak menampik basis dukungan yang dimiliki.
"Gus Dur dan Megawati begitu kuat dari segi basis pendukung. Megawati begitu kuat bersandar pada proklamator legendari yang juga ayah biologi-ideologis. Gus Dur begitu kuat basis kulturnya," jelasnya.
Baca juga: Jelaskan soal UU Cipta Kerja ke Gubernur, Jokowi: Menyediakan Lapangan Kerja Sebanyak-banyaknya
Sedangkan untuk SBY dinilai memiliki kondisi berbeda.
Sempat dilanda krisis tsunami dan krisis keuangan pada tahun 2008, SBY bisa bangkit sehingga tetap menjaga kepercayaan dari publik.
Namun ketika berbicara dukungan politik tidak ada yang bisa menandingi pemerintahan Jokowi yang sudah memasuki periode kedua.
Terbukti di fraksi di DPR dikuasai oleh PDIP, belum lagi ditambah dengan tim koalisi yang begitu mayoritas.
"Tapi dukungan politik di DPR tidak sekuat pemerintah sekarang, waktu itu PDIP oposisi frontal. PKS main petak umpet," terangnya.
"Sekarang hanya PKS yang oposisi frontal. Tapi kekuatan kursinya kecil sekali."
Menurutnya, kondisi tersebutlah yang membuat pemerintah begitu mudah dalam menentukan atau membuat suatu kebijakan.
Karena di satu sisi, tidak banyak penolakan dari DPR selaku wakil rakyat di parlemen.
Bahkan saat ini terkesan DPR begitu mudah menyetujui kebijakan-kebijakan dari pemerintah, termasuk yang tengah menjadi sorotan adalah pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Praktis sekarang ini DPR memberikan dukungan penuh kepada pemerintah. Mulai dari perubahan di KPK, UU Covid-19 dan terakhir Omnibus Law. Semua begitu mulusnya lolos di DPR," sindirnya. (TribunWow/Elfan)