Polemik Pejabat Negara
KPU Batal Rahasiakan Dokumen Syarat Capres Cawapres, Pakar UGM: Benar, Tapi Tetap Perlu Evaluasi
Simak pendapat pakar UGM terkait dibatalkannya keputusan KPU soal tidak dibukanya dokumen syarat capres cawapres.
Penulis: Magang TribunWow
Editor: Yonatan Krisna
TRIBUNWOW.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang mengatur tidak dibukanya dokumen syarat pencalonan presiden dan wakil presiden tanpa persetujuan pemiliknya.
Sebelumnya, KPU mengeluarkan surat pada 21 Agustus 2025 tentang Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025.
Hal ini menyebabkan 16 dokumen syarat capres cawapres tidak bisa diungkap ke publik, termasuk ijazah.
"Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU," papar Ketua KPU, Afifuddin pada Selasa (16/9/2025) dilansir dari Kompas.com.
Afifuddin menjelaskan jika langkah itu diambil karena banyaknya kritik dari masyarakat.
Baca juga: Tanggapi Hasto Kristiyanto, Pengamat: Bung Karno Tak Pernah Suap KPU & Sembunyikan Pelaku Kejahatan
Kata Pakar UGM
Menanggapi hal ini, Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Nyarwi Ahmad, Ph.D mengatakan jika keputusan ini adalah pilihan yang tepat
Meskipun memuji langkah KPU, Prof. Nyarwi Ahmad turut mengatakan jika KPU belum cukup memiliki tata kelola komunikasi publik yang baik.
“Adanya pembatalan mengidentifikasikan KPU tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap keterbukaan informasi publik,” ungkap Prof. Nyarwi Ahmad pada Selasa (30/9/2025), dikutip dari website resmi UGM.
Menurut Prof. Ahmad Nyarwi, pada dasarnya data-data pribadi mengenai calon presiden dan wakil presiden perlu dibuka kepada publik.
Hal ini guna memberikan transparansi pejabat publik agar masyarakat mengetahui integritas dan kinerjanya.
Prof. Ahmad Nyarwi juga menegaskan jika lembaga-lembaga publik yang strategis perlu pengelola komunikasi publik yang profesional.
Tujuannya agar opini publik yang berkembang terhadap lembaga terjadi dengan baik.
“Lembaga negara perlu meningkatkan model komunikasi publik yang bagus dan efektif, agar tidak memancing kontroversi serta menurunkan kredibilitas atau kepercayaan terhadap lembaga tersebut,” pungkasnya.
(TribunWow.com/Peserta Magang dari Universitas Airlangga/Afifah Alfina)
Baca Berita Selanjutnya di Google News