Breaking News:

UU Cipta Kerja

Soroti Pengesahan UU Cipta Kerja, Pakar Hukum Tata Negara: Itu yang Menjadi Fatal

Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan angkat bicara soal pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang kini menuai polemik.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Aparat Kepolisian bersitegang dengan pendemo di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja berlangsung ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf angkat bicara soal pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang kini menuai polemik.

Asep menilai, tidak seharusnya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang belum final naskahnya disahkan menjadi Undang-Undang.

Ia menyebutkan bahwa kedudukan RUU itu cacat hukum.

Baca juga: Aria Bima Sindir Demokrat yang Walk Out saat Pengesahan UU Cipta Kerja: Latihan Interupsi sama PDIP

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun disarankan untuk tidak menandatangani UU yang baru diketok palu oleh DPR pada Senin (5/10/2020) lalu itu.

Sebab, kedudukan UU yang belum final tetapi telah disahkan adalah cacat hukum.

"Karena bagaimanapun juga naskah yang akan diplenokan itu naskah yang paling akhir dari berbagai tahapan, mulai dari panja dan yang paling tinggi itu pleno atau paripurna. Paripurna itu sudah bukan wacana lagi, tapi pengesahan," kata Asep kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Baca juga: MUI Imbau Pengunjuk Rasa UU Cipta Kerja Tak Lakukan Tindakan Anarkis: Junjung Tinggi Nilai Pancasila

Secara kronologi, ia menjelaskan, pembahasan sebuah RUU dilakukan mulai di tingkat panitia kerja untuk menyusun rumusan pasal demi pasal yang akan dimasukkan ke dalam sebuah UU.

Setelah di tingkat panja selesai, maka naskah akan dilihat oleh tim sinkronisasi untuk dikoreksi, termasuk bila ada kesalahan dalam penulisan kata atau typo serta kurangnya tanda baca.

Kemudian, naskah yang telah disepakati akan diparaf oleh masing-masing fraksi sebelum dibawa ke pleno rapat paripurna untuk disetujui atau tidak secara bersama-sama oleh para anggota dewan yang hadir.

"Itu typo sudah harus selesai," ucapnya.

"Karena kalau typo, itu khawatir akan mengubah substansi. Dulu pernah UU Kesehatan, ada namanya pasal tembakau, dianggap typo, tapi kemudian mengubah substansi. Itu yang menjadi fatal," kata Asep.

Baca juga: Kader Partai Demokrat dan PKS Dapat Hadiah dari Sebuah Kafe karena Berjasa Tolak UU Cipta Kerja

Wakil Ketua Badan Legislasi ( Baleg) DPR Achmad Baidowi menuturkan, sampai saat ini belum ada naskah final Undang-Undang Cipta Kerja.

Ia menjelaskan, Baleg masih memperbaiki draf UU Cipta Kerja.

Namun, Ia menegaskan, koreksi yang dilakukan hanya sebatas pada kesalahan seperti penempatan titik, koma, atau huruf.

"Kami sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi, takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak bisa kami ubah karena sudah keputusan," ujar Baidowi saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).

Awi mengatakan, koreksi terhadap RUU yang sudah disahkan di rapat paripurna merupakan hal yang wajar.

Apalagi, kata dia, RUU Cipta Kerja terdiri dari hampir 1.000 halaman sehingga perlu dibaca lagi secara lebih teliti. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UU Cipta Kerja Disahkan Saat Draf RUU Belum Final, Pakar: Cacat Hukum"

Sumber: Kompas.com
Tags:
UU Cipta KerjaDemonstrasi UU Cipta KerjaJokowiDPR RIOmnibus Law
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved