UU Cipta Kerja
Viral Gedung DPR Dijual Harga Miring, Sekjen DPR Merasa Tersindir: Joke Tidak Pada Tempatnya
Iklan penjualan Gedung DPR muncul di sejumlah marketplace seperti Shopee dan Tokopedia.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Lailatun Niqmah
"Menurut saya, kepolisian juga harus menindak tegas. Ini BMN negara, kita tahu, jadi joke-joke semacam itu tidak pada tempatnya," lanjut dia.
Indra meminta Kementerian Keuangan dan Polri mengusut para pengunggah iklan di marketplace tersebut.
"'Kan bendahara umum negara Kementerian Keuangan. Ini tercatat di Kementerian Keuangan, jadi kalau ada yang melakukan informasi semacam itu, Kementerian Keuangan dan kepolisian yang silakan menindaklanjuti," papar Indra.
Mengenai maksud dari sindiran tersebut, Indra tidak ingin berspekulasi lebih jauh.
"Joke Gedung DPR dijual itu 'kan enggak tahu maksudnya apa. Silakan tanya saja sama yang beriklan Gedung DPR dijual," jawab Indra ketika ditanya mengenai hal tersebut.
"Ini semua aset negara, kok," tandasnya.
Lihat videonya mulai dari awal:
Ketua Baleg Balas Kritikan soal DPR
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar menilai bahwa pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja tidak dilakukan secara terbuka.
Haris Azhar juga menilai UU Cipta Kerja merupakan produk hukum yang cacat karena terdapat kecurangan legislasi.
Hal itu diungkapan Haris Azhar dalam acara Mata Najwa, Rabu (7/10/2020).
Baca juga: Haris Azhar Sebut Pengesahan UU Cipta Kerja Ada Kecurangan Proses Legislasi: Sudah Cacat dari Awal
Dilansir TribunWow.com, Haris Azhar mengatakan bahwa DPR harusnya bisa secara terbuka setiap kali pembahasan rancangan undang-undang RI, termasuk RUU Cipta Kerja.
Tidak hanya itu, dirinya menilai dalam penyusunan hingga pembahasan tidak banyak melibatkan pihak-pihak yang terkait langsung, termasuk pendapat dari akademis.
Ia mengaku tidak mendapati naskah konsultasi publiknya, bahkan dikatakannya bahwa naskah keseluruhan RUU Cipta Kerja saja belum dibuka.

"Ya itu indikator kesempitan berpikirnya dia aja kita kan bukan anggota parlemen dan sisi parlemen itu bukan alat untuk menguji," ujar Haris Azhar.
"Pertanyaan saya naskah akademisnya mana, konsultasi publiknya mana?" tanyanya.