Breaking News:

Terkini Nasional

Jubir KPK Mundur karena 'Keadaan Berubah', Saor Siagian: Enggak Fair, Meninggalkan Begitu Saja

Pengacara Saor Siagian menanggapi mundurnya Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah dari jabatannya.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
Capture YouTube TvOne
Pengacara Saor Siagian menanggapi mundurnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam acara Apa Kabar Indonesia, Jumat (25/9/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Pengacara Saor Siagian menanggapi mundurnya Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah dari jabatannya.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam di TvOne, Jumat (25/9/2020).

Diketahui Febri memilih mundur dari jabatannya dengan alasan 'keadaan politik dan hukum di KPK sudah berubah'.

Saor menyinggung keputusan Febri tersebut sudah diketahui Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Ilustrasi KPK.
Ilustrasi KPK. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

Ini Harta Kekayaan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang Dirilis KPK, Siapa Lebih Banyak?

Menurut pengacara senior itu, awal mula permasalahan KPK muncul ketika ada Revisi Undang-undang KPK.

"Jadi ketika Revisi Undang-undang KPK itu diketok, kemudian juga waktu kemungkinan besar Saudara Firli akan terpilih menjadi komisioner," singgung Saor Siagian.

Ia menyebutkan saat itu beberapa komisioner KPK sudah memiliki keinginan untuk mengundurkan diri.

"Febri dan beberapa kawan, saya enggak enak ngomongnya, sebenarnya itu sudah mau mengundurkan diri kurang lebih delapan bulan yang lalu," ungkapnya.

Namun Saor dan beberapa aktivis antirasuah lainnya melarang Febri mundur dari jabatannya.

Saor mengakui, sejak ada RUU KPK tersebut ada kesan lembaga antikorupsi itu sengaja dilemahkan.

"Jangan, lah. Kalau Anda merasa ada suatu konteks pelemahan versi kawan-kawan atau versi kita, tentu enggak fair juga, kemudian meninggalkan begitu saja," ungkit Saor Siagian.

Ia menyebutkan hal yang sama juga disampaikan Komisioner KPK Novel Baswedan kepada rekan-rekannya.

Saor lalu mengungkapkan dugaannya alasan Febri akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari KPK, selain alasan keadaan politik yang sudah berubah.

Sentil KPK, MAKI Sindir Kasus Pinangki Berputar-putar antara Kejagung dan Mahfud MD: Mestinya OTT

"Saya barangkali kontemplasi enam sampai delapan bulan ini, kemudian juga Febri barangkali melihat, akhirnya dia berkesimpulan tidak lagi dia produktif ada di sana," papar Saor Siagian.

"Atau barangkali politik hukum di KPK itu sudah menurut dia seperti awal," lanjut aktivis antikorupsi ini.

Selain itu, sejumlah komisioner KPK berharap sejak awal lembaga tersebut dapat bekerja secara independen.

"Misalnya kalau kita nanti menjadi aparatur sipil negara (ASN), kita seperti apa?" tanya dia.

Saor menyinggung saat ini kinerja KPK dipandang dalam titik terendahnya menurut sejumlah survei.

Tidak hanya itu, kepercayaan publik terhadap KPK saat ini berada di level paling rendah, bahkan di bawah lembaga penegakan hukum lainnya.

"Dan saya kira kita bisa melihat kinerja KPK dalam enam bulan ini setidaknya ada empat lembaga survei, KPK ini kinerja jelek sekali," kata Saor.

Lihat videonya mulai menit 1:00

MAKI Minta KPK Ambil Alih Kasus Pinangki: Seburuk Apapun KPK, Masyarakat Percaya

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan alasan Kejaksaan Agung (Kejagung) harus melimpahkan kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Boyamin menyarankan tersangka penerima suap itu diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Selasa (1/9/2020).

 Di Mata Najwa, MAKI Debat Pihak Kejaksaan Agung: Anda Sendiri Tak Peduli, Asuransi Saja Tidak

Ia menjelaskan alasan penyerahan kasus itu adalah karena KPK dinilai lamban, termasuk tidak dapat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pinangki.

"Proses ini sebenarnya saya dari poin utama KPK harus mengambil alih, KPK untuk menebus dosanya tidak mampu melakukan OTT dalam perkara ini," jelas Boyamin Saiman.

"Kedua, ini sudah terlambat semua. Kalau KPK melakukan supervisi, ya sejak awal penetapan tersangka Pinangki, penetapan penyidikan, itu sudah diundang sebagaimana di Bareskrim," tambahnya.

Ia memberi contoh pada penetapan tersangka pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra, seharusnya KPK diundang Kejaksaan Agung.

"Kalau nanti menjelang penuntutan, enggak ada gunanya juga," ungkit Boyamin.

Koodinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman meyingung nama berinisial TT saat membahas kasus Djoko Tjandra, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (4/8/2020).
Koodinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman meyingung nama berinisial TT saat membahas kasus Djoko Tjandra, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (4/8/2020). (Youtube/Indonesia Lawyers Club)

Selain itu, ia menyoroti hal mendasar pada hubungan kedua lembaga negara tersebut, yakni masalah administrasi surat-menyurat.

"Saya pengen sebenarnya wacana, narasi, retorika ini apakah sudah dipraktekkan? Misalnya apakah KPK sudah menyurati Kejaksaan Agung," singgungnya.

Sebaliknya, Boyamin mempertanyakan apakah Kejaksaan Agung sudah menyurati KPK.

Ia memaparkan, berdasarkan informasi yang didapatkan, kedua belah lembaga itu belum menyurati satu sama lain.

 Diduga Uang Suap Jaksa Pinangki untuk Beli Mobil dan 2 Apartemen Senilai 50 M, Ini Kata Kejagung

"Ya, ini nanti sampai kiamat nanti ayam dan telur, siapa yang duluan," komentar Boyamin.

Selain dua alasan itu, ada faktor ketiga yang membuat Boyamin mendorong KPK mengambil kasus Pinangki.

Ia menyinggung Kejaksaan Agung sudah menangani perkara-perkara besar lainnya, sehingga tidak perlu ditambahi kasus Pinangki.

"Ketiga, ini azas manfaat. Kejaksaan Agung itu banyak yang ditangani. Jiwasraya, Danareksa, yang kemungkinan nanti BPJS, kemudian perkara lainnya," jelas Boyamin.

"Kalau mereka dibebaskan dari perkara menangani Pinangki, diserahkan ke KPK, mereka akan berproduksi," terangnya.

Alasan lain yang disoroti Boyamin adalah citra Kejaksaan Agung di masyarakat cenderung lebih buruk daripada KPK.

"Kalau menangani ini, seburuk apapun tetap buruk. Sebaik apapun dianggap masyarakat tidak percaya," kata Boyamin.

"Tapi kalau dilimpahkan KPK, seburuk apapun masyarakat percaya karena ditangani KPK," tambah aktivis antirasuah tersebut. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)

Tags:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Febri DiansyahSaor Siagian
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved