Virus Corona
Tolak PSBB di Jakarta, Ini 2 Alasan Orang Terkaya di Indonesia Budi Hartono Kirim Surat: Tak Efektif
Pengusaha sekaligus satu dari orang terkaya di Indonesia, Budi Hartono, tegas menolak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Pengusaha sekaligus orang terkaya di Indonesia, Budi Hartono, tegas menolak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta diberlakukan kembali.
Dilansir TribunWow.com, ia lalu menyampaikan masukannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui sebuah surat.
Tangkap layar surat ini diunggah pengusaha Peter F Gontha melalui akun Instagram @petergontha, diunggah Sabtu (12/9/2020).

• Anies Baswedan Kembali Perketat PSBB Jakarta, Bagaimana Pengaruhnya Bagi Perekonomian Nasional?
Ia memberikan dua alasan PSBB total tidak tepat dilakukan kembali.
Awalnya Budi menyebutkan selama ini PSBB yang sudah dijalankan pun tidak efektif.
"Hal ini disebabkan PSBB di Jakarta telah terbukti tidak efektif di dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi di Jakarta," jelas Budi Hartono.
Hal itu ia buktikan dengan melampirkan grafik pertumbuhan kasus di DKI Jakarta.
Pada grafik tampak pertumbuhan kasus mulai Maret sampai Agustus terus menanjak.
Angka tersebut sempat turun drastis, tetapi melonjak kembali pada September.
"Di Jakarta meskipun Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan PSBB tingkat pertumbuhan infeksi tetap masih naik," singgung orang terkaya ke-54 di dunia ini.
Alasan kedua yang disebutkan adalah terkait penyediaan fasilitas kesehatan di DKI Jakarta.
Orang terkaya di Indonesia versi Forbes ini menjelaskan selama ini jumlah pasien rumah-rumah sakit di DKI Jakarta juga terus bertambah.
Budi menjelaskan, membludaknya pasien disebabkan pemerintah tidak siap dengan kebijakan isolasi mandiri.
• Soal Jakarta Vs Pemerintah Pusat akan PSBB, Anies Baswedan Klaim Sudah Sepakat: Sama-sama Menyadari
"Kapasitas Rumah Sakit di DKI Jakarta tetap akan mencapai maksimum kapasitasnya dengan atau tidak diberlakukan PSBB lagi," tulis pemilik perusahaan Djarum ini.
"Hal ini disebabkan seharusnya Pemerintah Daerah/Pemerintah Pusat harus terus menyiapkan tempat isolasi mandiri untuk menangani lonjakan kasus," terangnya.
Dalam surat yang sama, ia mengutip pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang alasan PSBB perlu diterapkan kembali.
Kedua alasan itu sesuai dengan yang dikritik Budi Hartono, yakni terkait pertumbuhan kasus positif dan ketersediaan fasilitas kesehatan.
"Semakin besarnya kasus positif Covid-10 di masyarakat di DKI Jakarta."
"Kapasitas rumah sakit di DKI Jakarta akan mencapai maksimum kapasitasnya dalam jangka dekat."
*Hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi terkait surat yang tertuliskan nama Budi Hartono tersebut.
Tanggapan Pengamat: Anies Memancing Kontroversi
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah memberikan pandangannya terkait polemik atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kebijakan dari Anies Baswedan yang menyatakan akan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai pro dan kontra.
Bahkan dari pemerintah pusat sendiri melalui para menteri, banyak yang menentang kebijakan dari Anies tersebut dengan alasan akan berdampak pada perekonomian.
• Yakini Anies Sudah Koordinasi dengan Pusat soal PSBB, Geisz: Kita Itu Mau Bersinergi Enggak Sih?
• Anies Ditentang Para Menteri Jokowi dan Diminta Dinonaktifkan, Rocky Gerung: Apa Inisiatif Presiden?
Dilansir TribunWow.com, Trubus mengatakan bahwa kebijakan dari Anies memang kerap bersifat kontroversi.
Menurutnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Anies tidak memiliki alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat, termasuk kebijakan yang terbaru saat ini dengan akan melakukan PSBB kembali.
Hal itu diungkapkannya dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam 'tvOne', Jumat (11/9/2020).
Dirinya menilai keputusan Anies kembali menerapkan PSBB yang rencananya akan dimulai pada Senin (14/9/2020) itu hanya karena kasus Covid-19 tinggi dan di satu sisi fasilitas kesehatan yang sifatnya terbatas.
Dikatakannya bahwa dengan kembali melakukan PSBB maka belum bisa menjamin bahwa angka kasus Covid-19 akan terkendali.
Trubus pun mencontohkan pada penerapan PSBB sebelum-sebelumnya yang dinilai tidak berjalan efektif, terbukti risiko penularan masih tetap tinggi.

"Memang kebijakan Pak Anies sendiri kadang-kadang memancing kontroversi, karena di satu sisi kita lihat pertimbangan-pertimbangannya itu terlalu pragmatis," ujar Trubus.
"Misalnya kita kembali ke PSBB total, itu hanya didasarkan karena kenaikan Virus Corona yang begitu tinggi, yang kedua karena layanan kesehatannya sudah terbatas," jelasnya.
"Padahal harusnya melihat di masa lalu PSBB pertama itu juga enggak efektif karena penularannya juga tinggi."
• Bima Arya Tak Mau Terapkan PSBB Total Lagi seperti Jakarta, Anies Baswedan: Kami Tak Pernah Meminta
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya selama penerapan PSBB mulai dari jilid pertama hingga ketiga, penularan Covid-19 di Jakarta juga sama tingginya dengan sekarang.
Bedanya yakni hanya pada angka kasusnya, karena dipengaruhi oleh jumlah pengetesannya.
"Kenapa dulu angkanya rendah karena dulu pengetesannya masih minim," kata Trubus.
"Artinya memang sebenarnya Covid-19 pada saat itu sudah relatif tinggi penularannya," imbuhnya. (TribunWow.com/Brigitta/Elfan)