Kasus Djoko Tjandra
Barita Simanjuntak Minta Kejagung Contoh Mahfud MD soal Kasus Jaksa Pinangki Tak Diserahkan ke KPK
Kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang tak diserahkan ke KPK menjadi sorotan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang tak diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.
Dia menilai menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) RI seharusnya mencontoh kepemimpinan Mahfud MD saat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008-2013.
Menurut Barita, Mahfud MD berani untuk mengambil kebijakan yang cukup dipuji oleh masyarakat.

• Jaksa Pinangki Terima Uang Muka Rp 7 Miliar, Kejagung: Ketika DP Dibayar, Djoko Tjandra Curiga
Pasalnya, jika jajarannya ada yang tersangkut kasus hukum, maka Mahfud akan menyerahkan perkara tersebut kepada lembaga independen.
"Jadi ini contoh baik sebenarnya yang dicontohkan Pak Mahfud MD dulu," kata Barita saat berbincang di Kantor Tribunnews, Jakarta, Jumat (4/9/2020).
"Ketika ada dugaan di Mahkamah Konstitusi, ada praktik-praktik tidak terpuji, dia mempersilakan."
"Yang menyampaikan tuduhan itu menjadi koordinator penyelidikan," imbuh dia.
Barita mengatakan sikap itu merupakan wujud komitmen untuk menjaga marwah institusi agar tidak mendapatkan tudingan adanya conflict of interest di masyarakat luas.
"Akan membantu masyarakat percaya, public trust. Sebab, kalau dia (Kejaksaan Agung RI, Red) melakukan pemeriksaan, ada keragu-raguan."
"Ini kan bisa melihat sisi-sisi, yang oleh masyarakat diduga agar tidak menimbulkan conflict of interest," jelasnya.
Atas dasar itu, Barita mengatakan Kejaksaan Agung RI seharusnya dengan legawa, untuk menyerahkan berkas perkara kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Koordinasi, supervisi, atau keterlibatan itu untuk menjawab keragu-raguan publik terhadap conflict of interest itu," ucapnya.
"Karena sangat pentingnya public trust, maka kerelaan itu penting. Sebab, inti penegakan hukum adalah publik trust."
"Untuk siapa penegakan hukum, untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap negara hukum."
"Kalau proses formalnya jalan tapi tidak percaya, ini kan juga masalah besar. Ini yang harus diyakinkan."
"Supaya publik yakin institusi kejaksaan, bekerja profesional, bekerja akuntabel, dan dapat dipercaya," kata dia.
• Tegaskan Kejagung Harus Limpahkan Kasus Pinangki, MAKI: Seburuk Apapun KPK, Masyarakat Percaya
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menyampaikan akan turut melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani perkara suap Djoko Tjandra terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono mengatakan pelibatan ini untuk menjawab keraguan publik terkait transparansi pengusutan kasus tersebut.
Namun, pelibatan itu hanya berupa koordinasi dan supervisi.
"Untuk menjawab keraguan publik, pasti nanti kami akan koordinasi dan supervisi."
"Ketika nanti perkara akan naik ke penuntutan, kami akan lakukan koordinasi dengan KPK," kata Hari di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Lebih lanjut, dia mengatakan pihaknya juga akan mengundang penyidik KPK dalam proses gelar perkara kasus tersebut.
Menurutnya, hal itu juga dilakukan sebagai transparansi perkara yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung, kata dia, sangat terbuka jika lembaga anti rasuah terlibat dalam penanganan perkara tersebut.
Begitu juga aparat penegak hukum lain yang ingin membantu perkara itu.
"Setiap saat teman-teman KPK bisa menanyakan, menambah, memberikan data, memberi informasi. Kami terbuka, oleh karena itu kami akan secara transparan melakukan kegiatan itu," pungkasnya.
Untuk diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra dalam statusnya sebagai terpidana korupsi cassie bank Bali.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya karena bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa MA agar batal dieksekusi.

Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra.
Uang itu diduga telah digunakan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.
Terakhir, penyidik menyita satu mobil mewah berjenis BMW SUV X5 milik Jaksa Pinangki. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa sebanyak 14 saksi.
Dalam kasus ini, Pinangki dijerat pasal 5 ayat 1 huruf A undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Selain itu, Pinangki disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
(Tribunnews.com/Igman Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kasus Jaksa Pinangki Tak Diserahkan ke KPK, Komjak Minta Kejaksaan Agung Contoh Mahfud MD