Polsek Ciracas Diserang
Bahas Serangan di Polsek Ciracas, Sutiyoso: Polisi Dibebani Semua Tugas, TNI Siap Jadi Pengangguran
Sutiyoso menilai, kasus itu juga menyangkutkan masalah psikologi para prajurit tempur
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Polsek Ciracas, Jakarta Timur diserang oleh oknum TNI pada Sabtu (29/8/2020).
Mantan Wakil Danjen Kopassus, Sutiyoso menilai, kasus itu juga menyangkutkan masalah psikologi para prajurit tempur.
Hal itu diungkapkan Sutiyoso dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (1/9/2020).

• Polsek Ciracas Diserang Oknum TNI, Sutiyoso: Mereka Bosen Latihan Terus Tak Ada Tempat untuk Praktik
Mulanya, Sutiyoso menyinggung bahwa di TNI juga dibentuk tim anti terorisme layaknya di kepolisian, yakni Densus antiteror 88.
Mereka juga dilatih dan dipersenjatai untuk melawan terorisme.
"Sementara itu di Angkatan Darat kita membangun namanya antiteror 81."
"Kita persenjatai, kita latih, kita persenjatai secara khusus untuk memerangi terorisme," jelas Sutiyoso.
Bahkan, bukan hanya Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Udara juga demikian.
Namun, mereka selama ini hanya latihan tanpa diberi tugas untuk menangani secara langsung.
"Di angkatan laut ada Denjaka Marinir, di Angkatan Udara ada tim Bravo sama anti teror tapi banyak pengangguran semua," kata dia.
Lalu Mantan Ketua Badan Intelejen ini memuji Densus 88 yang tak jarang berhasil menangkap para teroris.
"Saya dalam kesempatan menangani terorisme adalah Den 88, sebagai seorang mantan prajurit tempur."
"Saya sangat appreciate, salut dengan kemampuan menangani teror ini, dia dalam menyerbu teror nyaris tak pernah gagal," pujinya.
• Bukan Kesejahteraan, Pakar Militer Ungkap Dasar Kecemburuan TNI vs Polri: Dari 98 Tidak Selesai
Meski demikian, ia setuju dengan Mantan Kapolri, Tito Karnavian yang mengatakan bahwa kepolisian kekurangan SDM akibat banyaknya tugas yang diberikan.
"Tetapi sekali lagi menyimak pernyataan Kapolri yang lama Jenderal Tito, bahwa perbandingan antara polisi dengan rakyat itu belum sebanding."
"Artinya polisi masih kurang banyak, kondisi yang terbatas jumlahnya, dibebani semua tugas, dibebani semua tanggung jawab yang berat-berat termasuk memerangi terorisme," ujar dia.
Selain menangani tindakan kriminal, terorisme mereka juga dibebani soal kelompok seperatis.
"Yang termasuk juga separatis, kelompok bersenjata," kata dia.
Hal itu berbanding terbalik dengan prajurit TNI yang tak diberi banyak tugas.
"Nah sementara ada rekan TNI yang siap menjadi pengangguran kan seperti itu, jadi ini masalah masalah psikologis," ucapnya.
Sutiyoso menjelaskan, hal itu terjadi akibat aturan undang-undang.
Masalah keamanan menjadi tugas polisi bukan TNI.
• Singgung ABRI saat Ulas Insiden Polsek Ciracas, Syamsu Djalal: TNI Banyak Tantangan, Polri Tentengan
"Kendalanya apa itu kok sulit sekali, selalu larinya karena undang-undang, undang-undang kita seperti itu."
"Undang-undang kita itu bukan TNI, itu masalah keamanan (Polisi)," ujarnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lantas menyinggung tidak adanya serangan dari luar hingga membuat para prajurit TNI lebih banyak menganggur.
"TNI hanya satu masalah pertahanan, apa hakikat pertahanan? Kalau diserang lawan kita bertahan."
"La kapan kita diserang? Kita enggak pernah diserang kita, sudah sampai hari raya Buddha kita nunggu enggak pernah diserang orang," ucap dia.
Namun, jika keamanan juga diserahkan pada TNI dikhawatirkan akan muncul anggapan militerisme dalam negara.
"Artinya terus mereka enggak ada kerjaan tetapi kendalanya undang-undang, takut nanti melanggar HAM, takut militerisme lagi, kembali ke orde lama, orde baru, selalu dibayangi itu," jelasnya.
Lihat mulai menit 16:00
• Lihat Oknum TNI Serbu Polsek Ciracas, Mayjen Purn TB Hasanuddin: Bukan seperti Kenakalan Anak Muda
Sutiyoso: Mereka Bosen Latihan Terus
Membahas kasus penyerangan tersebut, Sutiyoso menyinggung bagaimana prajurit TNI selalu diberikan latihan dan doktrin yang kuat.
"Sekali lagi latihan yang diberikan diberikan pada perwiranya tadi dan indoktrinasinya itu adalah disiapkan untuk bertempur," jelas Sutiyoso.
Indoktrinasi itu antara lain, jiwa agresifitas yang tinggi, jiwa korsa dan kesetiakawanan yang tinggi.
Namun yang menurutnya menjadi masalah adalah mereka terus dilatih belum tentu bisa dipraktikkan secara nyata.
"Sebenernya prajurit dilatih terus-terusan dan itu menjadi membosankan. Karena apa, dia dilatih untuk bertempur tapi tidak pernah dipraktikan dengan siapa, itu masalah," ujar Sutiyoso.
Lalu Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengibaratkan prajurit seperti petinju.
Layaknya petinju, mereka terus dilatih untuk bertarung.
"Jadi ilustrasinya itu seperti petinju, petinju itu dilatih fisik, mukulin samsak habis-habisan setiap hari."
"Lalu dia juga shadow boxing, seakan-akan bosen dengan bayangannya sendiri," kata Sutiyoso.
• Singgung ABRI saat Ulas Insiden Polsek Ciracas, Syamsu Djalal: TNI Banyak Tantangan, Polri Tentengan
Namun yang berbeda adalah petinju dapat menerapkan latihannya dengan berkompetisi di ring tinju.
Sedangkan, prajurit TNI belum tentu langsung memiliki musuh.
Sehingga, bisa saja mereka merasa bosan.
"Harapannya apa dilatih tiap hari? Dia naik ring dihadapkan pada musuh, kira-kira ilustrasinya seperti itu."
"Lalu kalau tidak pernah masuk ring? Latihan membosankan terus-terusan seperti itu, tapi tidak pernah dikirim."
"Praktik untuk mempraktikan ketrampilannya," jelasnya.
Selain itu, Mantan Ketua Badan Intelejen Negara (BIN) itu juga menilai kesejahteraan TNI masih kurang.
• Tak Terima Ditegur Pakai Celana Pendek, Oknum TNI Malah Tunjukkan Pistol ke Petugas Covid-19
Ia menyoroti gaji para prajurit yang dianggapnya masih kurang.
Apalagi bagi prajurit yang harus menghidupi anak dan istrinya.
"Kita lihat juga secara pribadi yah. Bahwa kesejahteraan prajurit sangat minim, seorang prajurit Prada dalam sebulan akan mendapatkan gaji pokok dan tunjungan itu kira-kira sekitar 5,3 juta," ujar Sutiyoso. (TribunWow.com/Mariah Gipty)