Breaking News:

Terkini Nasional

Pengacara Bantah Sembunyikan Djoko Tjandra saat Ikut Bantu Ajukan PK Kliennya pada 8 Juni

Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking bantahan terhadap penyebutan menyembunyikan kliennya setelah dikabarkan sempat berada di Indonesia.

KOMPAS/DANU KUSWORO
Terdakwa dalam kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra, saat tuntutan pidana dibacakan jaksa penuntut umum Antazari Ashar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Juli 2008. Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking memberikan bantahan terhadap penyebutan menyembunyikan kliennya. 

TRIBUNWOW.COM - Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking memberikan bantahan terhadap penyebutan menyembunyikan kliennya.

Seperti yang diketahui, Djoko Tjandra berstatus sebagai buron lantaran masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dilansir TribunWow.com, Djoko Tjandra sebelumnya menjadi terdakwa kasus tindak pidana korupsi terkait dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara sebesar Rp 940 miliar pada 2000 lalu.

Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), dirinya memberikan bantahan terhadap penyebutan kepada kliennya yang disebut sebagai buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), dirinya memberikan bantahan terhadap penyebutan kepada kliennya yang disebut sebagai buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). (Youtube/Indonesia Lawyers Club)

ICW Sebut Deretan Nama yang Harus Dicurigai soal Djoko Tjandra: Yasonna Laoly Harus Didalami Ini

Setelah sempat dinyatakan bebas atas kasusnya itu, Kejaksaan Agung akhirnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada terdakwa Djoko Tjandra pada tahun 2008.

Hal itu dilakukan setelah dinilai terdapat kekeliruan dalam proses peradilannya.

Djoko Tjandra akhirnya diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman selama dua tahun penjara.

Namun rupanya Djoko Tjandra tidak menjalani hukuman tersebut lantaran sudah lebih dulu meninggalkan Indonesia dengan melarikan diri ke Papua Nugini.

Bahkan kabarnya pada tahun 2012, Djoko Tjandra telah berganti kewarganegaraan menjadi Papua Nugini, seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Dan kini kabar terbaru Djoko Tjandra sempat berada di Indonesia untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 8 Juni 2020 lalu.

Anita lantas mengatakan dan membuktikan bahwa Djoko Tjandra bukan orang buron lantaran bisa masuk ke Indonesia bahkan bisa hadir ke pengadilan.

Hal ini disampaikan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (7/7/2020).

Kecewa Buron Djoko Tjandra 10 Tahun Melenggang Bebas, ICW: Ada Aset Rp 500 M yang Harus Dikejar

Menurut Anite kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia untuk mengurus permohonan PK, mulai dari pembuatan KTP, hingga mendatangi Pengadilan Negeri secara langsung.

Meski begitu, pembuatan E-KTP oleh Djoko Tjandra menjadi pertanyaan lantaran dirinya sudah bukan lagi WNI.

"Kita bicara mulai dari KTP, dia datang ke Indonesia karena memang syarat daripada permohonan PK harus hadir, jadi saya memang mengatakan hadir Pak, tidak ada syarat lain," ujar Anita.

"Ketika beliau hadir beliau mengatakan 'Anita, saya di rumah bisa jemput saya untuk ke PN'," ungkapnya.

Sementara itu jika disebut ikut menyembunyikan Djoko Tjandra, dirinya mengaku menolak, karena memang Djoko Tjandra bukanlah buron sehingga bebas untuk keluar masuk Indonesia.

"Saya jemput beliau dengan maksud tidak ada pikiran saya bahwa beliau sudah masuk berarti sudah bebas keluar masuk dong," kata Anita.

"Apakah ada niat saya untuk menyembunyikan yang dikatakan tadi buron, saya bantah yang soal buron," tegasnya. 

Simak videonya mulai menit ke- 9.28

ICW: Ada Aset Rp 500 M yang Harus Dikejar

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengungkapkan kekecewaannya dalam pengejaran buron koruptor Djoko Tjandra yang terus lolos.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (7/7/2020).

Djoko Tjandra diketahui menjadi terdakwa kasus tindak pidana korupsi terkait dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara sebesar Rp 940 miliar pada 2000 lalu.

Ia kemudian diduga membuat KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Mengetahui hal tersebut, Tama mengaku kecewa dengan institusi negara yang saling tidak berkoordinasi dalam menangkap daftar pencarian orang (DPO).

 Sosok Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner OJK yang Kini Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya

"Keterangan-keterangan resmi yang disampaikan oleh kejaksaan, yang bersangkutan masih berstatus DPO," kata Tama S Langkun.

"Meskipun ada bantahan dari kuasa hukum, sejak tahun 2012 yang bersangkutan namanya tidak lagi masuk dalam DPO," lanjutnya.

Tama menegaskan sikapnya menanggapi Djoko Tjandra yang kembali lolos.

"Ini menurut saya banyak hal-hal yang sangat mengecewakan," tegasnya.

Menurut Tama, kepentingan untuk mengejar Djoko Tjandra bukan hanya tentang melanjutkan proses hukum.

Namun ada pula aset negara yang harus dikembalikan Djoko Tjandra senilai lebih dari setengah triliun rupiah.

"Bicara soal prioritas hukum, ini 'kan bagian dari eksekusi," jelas Tama.

"Ini bukan hanya soal Djoko Tjandra, tapi ada aset Rp 500 miliar lebih yang harus dikejar oleh negara," ungkapnya.

Tama menilai saat ini sudah sangat terlambat jika Kejaksaan Agung atau aparat terkait lainnya hendak mengejar Djoko Tjandra.

 Imbau Pejabat Tak Bandel hingga Berani Korupsi terutama Dana Corona, Jokowi: Silakan Digigit Keras

"Sebetulnya ini kita bicara sudah terjadi. Artinya sudah enggak ada orangnya," papar Tama.

"Kemarin ada keterangan dari kejaksaan akan mengejar, menurut saya sudah terlambat," lanjutnya.

Pada pengadilan 28 Agustus 2000 kasusnya dianggap bukan sebagai perbuatan pidana, tapi perdata, sehingga Djoko Tjandra dapat melenggang bebas.

Meskipun begitu, dakwaan terhadap Djoko Tjandra tetap dinyatakan terbukti secara hukum.

Pada Oktober 2008 Jaksa Agung meminta peninjauan kembali kasus Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).

Ia kemudian dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh MA pada 11 Juni 2009.

Harta Djoko Tjandra sebesar Rp 546 miliar dinyatakan sebagai rampasan negara.

Meskipun begitu, pada 16 Juni 2009 Djoko Tjandra tidak muncul saat dipanggil MA.

Ia diduga kabur ke negara lain sehari sebelum MA menjatuhkan vonis dan tidak pernah menjalani hukuman.

Sejak saat itu Djoko Tjandra masuk dalam DPO Kejaksaan Agung.

(TribunWow/Elfan Nugroho/Brigita)

Tags:
Djoko TjandraIndonesia Lawyers Club (ILC)Kasus KorupsiICW
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved