Terkini Nasional
Pengacara Bantah Djoko Tjandra sebagai Buron: Beliau Bebas Merdeka Tahun 2001
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking memberikan bantahan terhadap penyebutan kepada kliennya yang disebut sebagai buron atau masuk dalam DPO.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking memberikan bantahan terhadap penyebutan kepada kliennya yang disebut sebagai buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Djoko Tjandra diketahui menjadi terdakwa kasus tindak pidana korupsi terkait dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara sebesar Rp 940 miliar pada 2000 lalu.
Dilansir TribunWow.com, bantahan dari Anita itu merujuk pada tahun 2001 yang disebutnya bebas bepergian setelah mendapatkan keputusan inkrah.
Hal ini disampaikan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (7/7/2020).
• ICW Sebut Deretan Nama yang Harus Dicurigai soal Djoko Tjandra: Yasonna Laoly Harus Didalami Ini
"Jadi kalau menanyakan kepada tadi mengatakan buron, izin saya membantah buron itu, karena beliau itu bebas bepergian pada tahun 2001 sudah diputus inkrah putusannya," ujar Anita.
Anita menjelaskan bahwa pada saat itu, Djoko Tjandra merupakan orang yang bebas.
Karena dikatakannya bahwa Djoko Tjandra telah melakukan semua proses persidangan hingga sampai tuntutan yang dikeluarkan oleh jaksa.
"Dan putusannya lepas dari segala tuntutan, jadi apa yang dilakukan Djoko Tjandra itu sudah dilakukan eksekusinya oleh jaksa," jelasnya.
"Eksekusi apa yang disebutkan di dalam tuntutannya itu sudah dilaksanakan oleh Jaksa," ungkap Anita.
"Jadi sebenarnya sudah selesai urusan Djoko Tjandra, jadi artinya saat itu beliau bebas merdeka," katanya.
Dirinya kemudian menyinggung soal keberadaan Djoko Tjandra di Indonesia beberapa bulan terakhir, setelah kabarnya berganti kewarganegaraan menjadi Warga Negara Papua Nugini.
Dikatakannya bahwa keberadaan kliennya di Indonesia yakni untuk mengajukan permohonan PK (Peninjauan Kembali) yang mengharuskan hadir secara langsung ke Pengadilan Negeri (PN).
Anita beranggapan bahwa setelah mengetahui Djoko Tjandra berada di Indonesia tentu sudah bisa masuk ke Tanah Air.
Ia lantas menegaskan bahwa dirinya mencoba menyembunyikan Djoko Tjandra.
• Kecewa Buron Djoko Tjandra 10 Tahun Melenggang Bebas, ICW: Ada Aset Rp 500 M yang Harus Dikejar
"Kita bicara mulai dari KTP, dia datang ke Indonesia karena memang syarat daripada permohonan PK harus hadir, jadi saya memang mengatakan hadir Pak, tidak ada syarat lain," terang Anita.
"Ketika beliau hadir beliau mengatakan 'Anita, saya di rumah bisa jemput saya untuk ke PN'," akunya.
"Saya jemput beliau dengan maksud tidak ada pikiran saya bahwa beliau sudah masuk berarti sudah bebas keluar masuk dong," jelasnya.
"Apakah ada niat saya untuk menyembunyikan yang dikatakan tadi buron, saya bantah yang soal buron," tegasnya.
Ia kembali tidak setuju dengan penyebutan Djoko Tjandra sebagai buron, lantaran pada saat itu sudah menyelesaikan tahanannya pada tahun 2012 yakni selama enam bulan masa pencekalan.
"Karena tadi, apa kata Kemenham mengatakan bahwa sebenarnya tahun 2012 itu hanya dimintakan enam bulan saja oleh kejaksaan untuk pencekalannya," kata Anita.
"Setelah enam bulan berarti beliau bebas, lalu kemudian tahun 2014 red notice sudah tidak ada berati beliau bebas," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 5.34
ICW: Ada Aset Rp 500 M yang Harus Dikejar
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengungkapkan kekecewaannya dalam pengejaran buron koruptor Djoko Tjandra yang terus lolos.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (7/7/2020).
Djoko Tjandra diketahui menjadi terdakwa kasus tindak pidana korupsi terkait dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara sebesar Rp 940 miliar pada 2000 lalu.
• Sosok Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner OJK yang Kini Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya
Ia kemudian diduga membuat KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.
Mengetahui hal tersebut, Tama mengaku kecewa dengan institusi negara yang saling tidak berkoordinasi dalam menangkap daftar pencarian orang (DPO).
"Keterangan-keterangan resmi yang disampaikan oleh kejaksaan, yang bersangkutan masih berstatus DPO," kata Tama S Langkun.
"Meskipun ada bantahan dari kuasa hukum, sejak tahun 2012 yang bersangkutan namanya tidak lagi masuk dalam DPO," lanjutnya.
Tama menegaskan sikapnya menanggapi Djoko Tjandra yang kembali lolos.
"Ini menurut saya banyak hal-hal yang sangat mengecewakan," tegasnya.
Menurut Tama, kepentingan untuk mengejar Djoko Tjandra bukan hanya tentang melanjutkan proses hukum.
Namun ada pula aset negara yang harus dikembalikan Djoko Tjandra senilai lebih dari setengah triliun rupiah.
"Bicara soal prioritas hukum, ini 'kan bagian dari eksekusi," jelas Tama.
"Ini bukan hanya soal Djoko Tjandra, tapi ada aset Rp 500 miliar lebih yang harus dikejar oleh negara," ungkapnya.
Tama menilai saat ini sudah sangat terlambat jika Kejaksaan Agung atau aparat terkait lainnya hendak mengejar Djoko Tjandra.
• Imbau Pejabat Tak Bandel hingga Berani Korupsi terutama Dana Corona, Jokowi: Silakan Digigit Keras
"Sebetulnya ini kita bicara sudah terjadi. Artinya sudah enggak ada orangnya," papar Tama.
"Kemarin ada keterangan dari kejaksaan akan mengejar, menurut saya sudah terlambat," lanjutnya.
Pada pengadilan 28 Agustus 2000 kasusnya dianggap bukan sebagai perbuatan pidana, tapi perdata, sehingga Djoko Tjandra dapat melenggang bebas.
Meskipun begitu, dakwaan terhadap Djoko Tjandra tetap dinyatakan terbukti secara hukum.
Pada Oktober 2008 Jaksa Agung meminta peninjauan kembali kasus Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).
Ia kemudian dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh MA pada 11 Juni 2009.
Harta Djoko Tjandra sebesar Rp 546 miliar dinyatakan sebagai rampasan negara.
Meskipun begitu, pada 16 Juni 2009 Djoko Tjandra tidak muncul saat dipanggil MA.
Ia diduga kabur ke negara lain sehari sebelum MA menjatuhkan vonis dan tidak pernah menjalani hukuman.
Sejak saat itu Djoko Tjandra masuk dalam DPO Kejaksaan Agung.
(TribunWow/Elfan Nugroho/Brigita)