Terkini Nasional
Diminta Komentari Kemarahan Jokowi, Sudjiwo Tedjo Enggan Jawab Akting atau Tulus: Kayaknya Serius
Budayawan Sudjiwo Tedjo turut berkomentar tentang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meluapkan kemarahannya dalam pidato di Sidang Kabinet Paripurna.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Keesokan harinya pada 6 Mei 2020 Jokowi menargetkan kurva pertumbuhan kasus baru di bulan Mei harus turun dengan cara apapun.
Effendi menduga kedua peristiwa ini berkaitan.

Ia kemudian menyinggung pidato di Sidang Kabinet tersebut baru dirilis di kanal YouTube Sekretariat Presiden 10 hari kemudian, yakni pada Minggu (28/6/2020).
"Yang menarik adalah acara pada 18 Juni tertutup dan kemudian dinyatakan kembali atau dipublikasikan pada 28 Juni, 10 hari sesudahnya," kata Effendi Gazali.
Namun dalam kurun waktu 10 hari tersebut, Effendi menyebutkan sebetulnya ada momen ulang tahun presiden.
Menurut Effendi, kemarahan presiden seharusnya sudah mereda pada momen tersebut.
"Yang mungkin kita lupakan, pada 21 Juni sebetulnya Bapak Presiden kita ulang tahun. Coba bayangkan, artinya sebuah kemarahan pada 18 Juni harusnya pada 21 Juni bisa agak terobati," ungkap Effendi.
• Haris Azhar Sebut Kemarahan Jokowi Aneh: Apa Kewenangan sebagai Presiden Sudah Tidak Bisa Digunakan?
Effendi menyinggung para menteri pasti memberikan ucapan selamat ulang tahun untuk presiden, baik melalui media sosial maupun datang langsung ke kediamannya.
Meskipun begitu, ucapan selamat itu tidak meredakan kejengkelan Jokowi.
"Semua menteri-menteri ini kan mengucapkan selamat dengan caranya masing-masing," ungkit Effendi.
"Tetapi ucapan-ucapan, segala perasaan simpati, dan dorongan itu ternyata kemudian orang dalam Istana menanyakan, 'Pak, ini pidato kita publikasikan atau tidak?'," paparnya.
Effendi menilai Jokowi memang sengaja merilis pidato untuk menunjukkan kemarahannya belum usai.
"Ternyata pada 28 Juni dipilih untuk dipublikasikan," ungkap dia.
Selain itu, Effendi menyebutkan pilihan untuk mempublikasikan pidato pada acara tertutup itu bertujuan agar masyarakat sendiri yang dapat menilai kinerja para menteri.
"Jadi artinya, selain barangkali keinginan presiden supaya publik yang menilai, juga adalah sesuatu yang lahir dari dalam batin presiden," jelasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)