Virus Corona
Pasien Covid-19 Bisa Terpantau dari Aplikasi Android Smart Bondowoso untuk Memonitor Keberadaan
Berbagai cara dilakukan demi menekan penyebaran Virus Corona (Covid-19), Satu di antaranya adalah menggunakan aplikasi pemantau dan pengawasan.
Penulis: Khistian Tauqid Ramadhaniswara
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Berbagai cara dilakukan demi menekan penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Satu di antaranya adalah program dari Kampung Tangguh Semeru, Kepolisian Resor Bondowoso, Jawa Timur, sekaligus gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.
Caranya dengan menggunakan aplikasi pemantau dan pengawasan warga dengan status positif, ODP, dan PDP Covid-19.

• Terjangkit Corona, Pangeran Belgia Justru Didenda Ratusan Juta, Ini Penyebabnya
Aplikasi berbasis Android tersebut adalah Smart Bondowoso yang akan mengetahui pergerakan dan keberadaan pasien Covid-19.
Nantinya command center di Mapolres Bondowoso, Jawa Timur terus memonitor lewat ponsel pintar milik pasien.
Melalui kanal YouTube KOMPASTV pada Kamis (11/6/2020), Kapolres Bondowoso AKBP Erick Frendriz mengungkapkan hal serupa.
"Monitoring keberadaan atau posisi warga yang ODP, PDP, maupun positif," ujar AKBP Erick Frendriz.
"Di mana saat ini posisi warga tersebut bisa termonitor dengan aplikasi," imbuhnya.
Setelah mengetahui pergerakan dari para pasien, pihak gugus tugas penanganan Covid-19 dapat melakukan antisipasi.
• Provokator Jemput Paksa Jenazah Corona Pakai Isu Konspirasi, Gubernur Sulsel: Ada yang Tidak Nyaman
Tak hanya itu saja AKBP Erick juga mengatakan bahwa aplikasi Smart Bondowoso juga menyediakan layanan informasi, konsultasi, dan pemeriksaan kesehatan.
Bahkan, Smart Bondowoso juga digunakan untuk tanya jawab dengan petugas medis Covid-19.
"Apabila warga tersebut keluar dari lokasi atau dari daerah isolasinya maka aplikasi ini secara otomatis akan memberikan notifikasi kepada petugas yang ada di desa tersebut," ujar AKBP Erick Frendriz.
AKBP Erick menegaskan bahwa aplikasi Smart Bondowoso akan banyak digunakan di tingkat desa.
Mengingat, warga yang tinggal di desa perlu mendapatkan pengasan khusus dari petugas medis Covid-19.
"Jadi aplikasi ini lebih banyak akan digunakan di tingkat desa," kata AKBP Erick Frendriz.
Lihat videonya
• Klarifikasi Sekda Bondowoso soal Video Viral Anggap Corona Opini: Jangan Berlebihan
Tangisan Relawan Covid-19
Jefri Bilondatu, seorang relawan di Gorontalo tak bisa menahan air matanya saat menuturkan stigmatisasi yang dialami.
Diketahui, belakangan stigma masyarakat terhadap petugas medis dan relawan Covid-19 masih terjadi di sejumlah daerah.
Sebagian masyarakat ada yang masih mengucilkan para tenaga medis dan relawan karena mengira mereka telah tertular Corona.
Tak jarang perundungan juga dialami oleh para relawan dan tenaga medis tersebut yang membuat mereka merasa tidak dihargai.
Padahal mereka telah bersusah payah menangani pasien dan mempertaruhkan nyawa demi menyembuhkan warga yang terinfeksi Virus Corona.
Perundungan tersebut juga dialami oleh seorang relawan Covid-19 asal Gorontalo yang diusir dan dijuluki penyakit.
Dilansir KompasTV, Kamis (11/5/2020), Jefri Bilondatu mengaku telah menjadi relawan selama 2 bulan, dan menginap di Hotel Damhil Gorontalo yang digunakan sebagai rumah singgah.
Ia bertugas mengurus kebutuhan petugas medis yang menangani pasien seperti membantu merapikan kamar, memasak dan lain-lain.
Jefri dan rekan-rekan relawan lain masih diizinkan untuk pula karena tidak berkontak langsung dengan pasien sehingga tidak berpotensi tertular Virus Corona.
"Meskipun kita tidak bisa pulang tapi sudah disediakan berupa vitamin, susu, makan makanan enak," tutur Jefri.
Namun saat menceritakan tentang pengucilan yang dialami, mata Jefri mulai berkaca-kaca.
Ia sempat kehilangan kata-kata, dan memejamkan mata untuk menahan tangis.
Dengan suara bergetar Jefri mengisahkan bahwa dirinya sering mendapatkan perlakuan tak menyenangkan bahkan sering diusir untuk menjauh.
"Kalau pada saat kita pulang, kita dikucilkan. Istri, pada saat kita mau ini 'Udah jauh-jauh sana sana, ada Corona pulang, Corona pulang'," kata Jefri
Sambil berlinang air mata, Jefri menuturkan bahwa dirinya merasa rindu pada sang anak, namun tak bisa memeluk anaknya.
"Rindu sekali, pingin meluk anak tapi enggak bisa. Mau pulang, anak juga dipeluk sama ibunya," imbuhnya.

• Ramai Tagar Indonesia Terserah, Dokter Relawan: Kami Juga Manusia, Kami Memang Capek dan Marah
Sementara itu, Kepala Relawan Covid-19 Hotel Damhil Gorontalo, Mujono Muhalid menuturkan susahnya mencari relawan.
Ia mengatakan bahwa beberapa orang yang telah setuju menjadi relawan tiba-tiba mengundurkan diri.
Disinyalir, para relawan tersebut tidak kuat karena pekerjaan yang berat dan adanya keluarga yang menentang mereka menjadi relawan Covid-19.
"Bahkan ada yang sudah bergabung menjadi relawan, begitu hari-H mulai paramedik mau datang langsung tidak jadi."
"Kembali lagi karena perasaan mereka yang 'Wah ini kerjaan begitu berat dan keluarga tidak mengizinkan begitu kuatnya'," ujar Mujono.
Selain itu, ketika mendapati ada petugas yang tertular Virus Corona, empat relawan langsung mengundurkan diri karena takut tertular.
"Bahkan ketika ada paramedik atau petugas kesehatan yang terpapar dengan positif, kami begitu mengalami empat relawan yang langsung mengundurkan diri," lanjutnya.
Mujono mengatakan bahwa proses mendapatkan relawan untuk membantu kinerja para medis yang menangani pasien Covid-19 tersebut sangat sulit.
Ia menuturkan bahwa untuk merekrut relawan serta menjaga agar mereka tetap bersedia bekerja dan mengabdikan diri bukan sesuatu yang mudah.
"Ini bukan sesuatu yang mudah, untuk pertama merekrut, kedua mempertahankan mental mereka, ketiga terus membuat mereka sehati sefrekuensi dengan cara pengabdian yang bener-bener harus kita hargai," terang Mujono.
"Dalam hal ini menghargai perasaan mereka, mengangkat moral berjuang mereka bukan sesuatu yang mudah, itu perlu lika-liku," pungkasnya. (TribunWow.com/Khistian/Noviana)