Virus Corona
Waspadai Klaster Baru Makassar, Gubernur Sulsel Buru Oknum yang Jemput Paksa Jenazah Corona: 3 RS
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah khawatir orang-orang yang menjemput paksa jenazah PDP Corona akan menjadi klaster baru Covid-19.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Pada pekan kemarin, beberapa kali telah terjadi kasus keluarga menjemput paksa jenazah pasien yang berada dalam status pasien dalam pengawasan (PDP) Virus Corona (Covid-19).
Orang-orang yang menjemput jenazah PDP dikhawatirkan akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19 di Sulawesi Selatan, khususnya Makassar.
Menindaklanjuti insiden tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah mengatakan pihaknya kini tengah memburu siapa saja orang-orang yang menjemput paksa pasien Covid-19 untuk mengantisipasi adanya klaster baru.

• Oknum Ambil Paksa Jenazah PDP Corona Bisa Terancam Hukuman Seumur Hidup: Membahayakan Orang Lain
Pernyataan itu ia sampaikan saat menghadiri acara Talk Show INFO CORONA bersama BNPB Indonesia, Rabu (10/6/2020).
Awalnya Nurdin mengklaim sebenarnya penyebaran Covid-19 di Sulsel sudah dalam kendali.
Nurdin mengatakan kendala yang dialaminya kini dalam melawan penyebaran Covid-19 adalah adanya hoaks yang beredar luas di masyarakat.
"Seandainya tidak ada hoaks-hoaks itu kita bisa lebih cepat," kata dia.
"Karena bagaimanapun juga kita (Sulsel) sudah dalam kendali."
Gubernur kelahiran Parepare itu menegaskan selama vaksin belum ditemukan Covid-19 tetap akan menjadi ancaman.
"Saya ingin mengimbau kepada seluruh masyarakat bahwa pandemi Covid-19 ini adalah ancaman bagi kita semua karena kita belum punya vaksin dan belum punya obat," tegasnya.
Ia meminta agar masyarakat tidak gampang dihasut kabar-kabar tidak benar.
"Sehingga jangan kita mudah terprovokasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab," ujar Nurdin.
Nurdin lalu mengungkit soal kasus penjemputan paksa jenazah yang terjadi beberapa kali di Makassar.
Ia khawatir orang-orang yang terlibat dalam penjemputan paksa tersebut akan memperparah penyebaran Covid-19.
"Perebutan jenazah ada tiga rumah sakit itulah yang menjadi klaster baru," kata dia.
Guna menghindari hal tersebut, Nurdin mengatakan orang-orang yang terlibat dalam insiden penjemputan paksa jenazah Covid-19 kini tengah diburu untuk meminimalisir potensi penyebaran Covid-19.
"Sekarang kita lebih aktif untuk memburu orang-orang itu, kita tracking kembali," katanya.
"Transmisi lokal sebenarnya sudah bisa ditahan," kata Nurdin.
• Viral Pasien Tumor Disebut Covid-19, Keluarga Curiga RS Jual Organ Jenazah: Ini Mayat Bukan Kucing
Dikutip dari TribunMakassar.com, Rabu (10/6/2020), Makassar adalah wilayah yang termasuk zona merah Covid-19.
Nurdin sendiri mengatakan satu-satunya zona merah di Sulsel hanya Makassar.
"Yang merah itu Makassar, karena memang kemarin ini ada pelonggaran yang dilakukan Pemkot (Makassar), Sehingga kita agak kesulitan juga," ujar NA dalam gelar wicara Gugus Tugas Covid-19 Pusat bertema 'Masa Transisi di Sulawesi: Strategi dari Zona Merah ke Zona Hijau?' Rabu (10/6/2020) pagi.
"Padahal kita berharap Makassar ini adalah episentrum penularan utama, maka kita ingin Makassar lebih ketat lagi," jelasnya.
Total terdapat 1.071 pasien positif Covid-19 di Makassar, dimana 84 di antaranya meninggal dunia.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (9/6/2020), sejauh ini tim gabungan Polda Sulsel dan Polrestabes Makassar telah berhasil menangkap 31 orang yang diduga ikut serta dalam pengambilan paksa jenazah PDP Corona di 3 rumah sakit Kota Makassar.
Tiga rumah sakit tersebut di antaranya adalah Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi Makassar, RS Stella Maris, dan RS Labuang Baji.
"Dari 25 orang yang sudah kita periksa di RSKD Dadi, sudah ditetapkan tersangka dua orang berinisial SY yang merupakan adik dari almarhum dan satu ipar dari almarhum, MR," kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Ibrahim Tompo saat diwawancara di Mapolrestabes Makassar, Selasa (9/6/2020) malam.
Pada kasus RSKD Dadi, SY diketahui berperan menjadi sopir mobil yang membawa jenazah PDP Corona.
MR kemudian memprovokasi warga agar ikut beramai-ramai mengeluarkan paksa jenazah iparnya dari RSKD Dadi.
Atas aksi tersebut para tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan juncto Pasal 214 KUHP, dan Pasal 335 KUHP dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun.
Ibrahim mengatakan bagi mereka yang membawa senjata tajam akan dikenakan hukuman yang lebih berat.
"Yang membawa sajam akan kita kualifikasi. Kalau memang terbukti, akan kita tambah lagi pasalnya," ujar Ibrahim.
Sementara ini 31 orang yang telah diamankan akan diperiksa dengan rapid test untuk memastikan status mereka.
"Jangan sampai memang mereka sudah jadi OTG atau memang sudah mengidap jangan sampai nanti jadi pembawa," ujar Ibrahim.
"Kalau reaktif akan kita rawat dulu, tapi proses hukum tetap berjalan," imbuh dia.
• Dokter Spesialis Paru Soroti Aksi Ambil Paksa Jenazah Corona: Bisa Menularkan Virus ke Sekitarnya
Simak tayangan selengkapnya dari menit ke-18.00:
Penjemputan Paksa di RS Stella Maris
Sebelumnya diberitakan, ratusan warga nekat menggeruduk rumah sakit untuk mengambil paksa jenazah korban terkait Covid-19 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Mereka mengambil jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) karena menolak dimakamkan sesuai protokol kesehatan.
Massa tersebut menerobos jajaran petugas yang kewalahan menghadapi rombongan tersebut.
Sebanyak kira-kira 150 orang mendatangi RS Stella Maris, Jalan Lamaddukeleng, Makassar malam tadi.
Mereka nekat menerobos aparat gabungan TNI dan Polri dengan membawa jenazah tersebut menggunakan tandu yang ditutupi kain sarung.
Meski sempat terjadi aksi saling dorong, namun para warga tersebut berhasil membawa kabur jenazah pasien.
“Kami kewalahan menghadapi massa yang banyak. Kami tetap berusaha menghalau dan mencegatnya, tetapi kekuatan tidak imbang hingga akhirnya jenazah berhasil dibawa pergi," terang Kepala Polsekta Ujungpandang, Kompol Wahyu Basuki.
"Jenazah yang diambil berjenis kelamin perempuan berusia kisaran 50 tahun lebih dengan status PDP yang menjalani perawatan di RS Stella Maris,” imbuhnya.
Dilansir TribunMakassar.com, Senin (8/6/2020), hal senada juga diucapkan oleh Wakapolrestabes Makassar, AKBP Asep Marsel Suherman.
Ia mengatakan telah menempatkan jajarannya untuk berjaga di rumah sakit menyusul kasus penjemputan jenazah yang makin marak terjadi.
AKBP Asep menyayangkan tindakan tersebut, dan mengatakan bahwa seharusnya masyarakat paham akan risiko penjemputan paksa tersebut.
"Kami sudah menempatkan Personel tapi kalah jumlah, tentu ini sangat disayangkan di mana masyarakat harusnya paham," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Kombespol Ibrahim Tompo prihatin atas kejadian tersebut.
Ia menyatakan kasus tersebut bisa ditindak secara pidana dan akan diteruskan secara hukum.
Pasalnya, penjemputan paksa PDP tersebut bisa membahayakan masyarakat karena bila jenazah tersebut ternyata positif Covid-19, maka dapat menularkan pada orang lain.
"Kita prihatin dengan hal tersebut, karena pemahaman masyarakat akan penyebaran covid ini bisa berdampak penyebaran ke masyarakat yang lain," ujar Ibrahim. (TribunWow.com/Anung/Via)
Sebagian artikel ini diolah dari Kompas.com dengan judul "31 Orang yang Terlibat Pengambilan Paksa Jenazah PDP di Makassar Ditangkap" dan tribun-timur.com dengan judul Makassar Zona Merah Covid-19, Gubernur Nurdin Abdullah: Kita Ingin Makassar Lebih Ketat Lagi