Virus Corona
Soroti Pemberhentian PSBB Surabaya, Pakar Epidemiologi Uniar: Pemerintah Kota Harusnya Sabar
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Windu Purnomo soroti pemberhentian PSBB Surabaya, Selasa (9/6/2020).
Penulis: Rilo Pambudi
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Hanya saja, pemerintah setempat memang mesti sabar dan tidak gegabah mengambil keputusan.
"Tapi kalau saya melihat trennya sih masih ada harapan," ujar Purnomo.
"Optimistik lah, pemerintah kota harusnya sabar," tuntasnya.
• Benarkan soal Pemkot Solo Hanya Dapat Bayar Listrik Hingga Juni 2020, Rudy: Uang Habis untuk Corona
Simak video berikut selengkapnya
Keputusan Pemberhentian PSBB
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memutuskan untuk menghentikan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Surabaya Raya, Senin (8/6/2020).
Dilansir tayangan KompasTV, Selasa (9/6/2020), Khofifah menjelaskan bahwa setiap pertimbangan yang dilakukan telah melibatkan pakar dari berbagai bidang.
"Jadi pada dasarnya dari awal kita akan melaksanakan PSBB tentu kita mendengar pakar epidemologi, kedua IDI, ketiga PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia). Kita melihat berbagai kesiapan rumah sakit rujukan yang ada berapa bed, berapa ventilator, dan seterusnya," tutur Khofifah.
Khofifah menyebutkan bahwa sebenarnya para pakar epidemologi meminta agar PSBB belum dihentikan karena kondisi penyebaran Covid-19 di Surabaya Raya masih mengkhawatirkan.
"Lalu tadi malam, H-1 sebelum berakhirnya masa PSBB tahap ketiga, kita mengundang perwakilan dari kabupaten/ kota."
"Kemudian doktor Windu yang mengomandani dari tim epidemologi FKM Unair, itu menjelaskan bahwa sesungguhnya Surabaya ini belum aman, Gresik belum aman, Sidoarjo belum aman, sebaiknya bersabar dulu," ujarnya.
Menurut penghitungan secara epidemologis, tingkat penularan di Surabaya masih lebih tinggi dari pada Jakarta.
Namun ada optimisme bahwa rate of transmission atau tingkat penularan di Surabaya hanya sebesar 1,0 dan diharapkan akan terus menurun.
"Dengan data-data misalnya attack ratenya itu masih 94,1, bahkan lebih tinggi dari Jakarta. Ada optimisme memang, artinya rate of transmissionnya itu 1,0 Surabaya," terang Khofifah.
"Optimisme ini sesungguhnya bisa menjadi pendorong bagaimana untuk pendisiplinan yang lebih ketat, sehingga bisa mencapai titik dimana sebetulnya Surabaya, Gresik, Sidoarjo, ini sudah pernah mencapai rate of transmissionnya 0,3 Gresik," imbuhnya.