Virus Corona
Pasar Minggu Kota Bengkulu Acuhkan Protokol Kesehatan Covid-19, Pedagang: Hanya Tuhan yang Tahu Lah
Seorang pedangang di Pasar Minggu Kota Bengkulu bernama Nikson menjelaskan alasan dirinya mengabaikan protokol kesehatan Virus Corona (Covid-19).
Penulis: Khistian Tauqid Ramadhaniswara
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Seorang pedangang di Pasar Minggu Kota Bengkulu bernama Nikson menjelaskan alasan dirinya mengabaikan protokol kesehatan Virus Corona (Covid-19).
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Bengkulu masih belum mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19.
Padahal sejumlah wilayah di Bengkulu merupakan zona merah Covid-19.

• Singgung DKI Jakarta, Pakar Kebijakan Publik Apresiasi Langkah Malang Raya dalam Tangani Corona
Tak khayal jika banyak warga Bengkulu yang mengabaikan protokol kesehatan Covid-19.
Contohnya dengan tidak memakai masker, berkerumun dan tidak menjaga jarak fisik.
Seperti aktivitas jual beli di Pasar Minggu Kota Bengkulu yang kini kembali ramai.
Banyak pedagang dan pembeli masih terlihat tidak mematuhi aturan protokol pencegahan penyebaran Covid-19.
Melalui kanal YouTube KOMPASTV pada Selasa (9/6/2020), seorang pedagang bernama Nikson menjelaskan alasan dirinya tak menggunakan masker.
Saat ditanya oleh pewarta, Nikson mengakui bahwa dirinya tak nyaman menggunakan masker.
"Sesak bang, enggak tahan," ujar Nikson.
• Benarkan soal Pemkot Solo Hanya Dapat Bayar Listrik Hingga Juni 2020, Rudy: Uang Habis untuk Corona
Lantas hal itu membuat wartawan bertanya perasaan takut Nikson pada Virus Corona.
"Tidak takut kena Virus Corona bang?," tanya pewarta.
Mendengar pertanyaan tersebut, Nikson mengaku takut terpapar Virus Corona.
Kendati demikian, Nikson memilih berpasrah kepada Tuhan terkait hal tersebut.
"Kalau takut ya takut, tapi itu kan penyakit hanya Tuhan yang tahu lah bang," jawab Nikson.
"Pakai masker pun kalau sudah datang ya mau gimana," imbuhnya.
Banyaknya pelanggaran di Pasar Minggu Kota Bengkulu rupanya diiringi dengan minimnya petugas jaga yang berada di lapangan.
Padahal pasar merupakan satu diantara tempat yang paling rentan penyebaran Virus Corona.
Lihat videonya
• Bawa Surat Bebas Covid-19, Dua Penumpang Pesawat Dinyatakan Positif Corona seusai Mendarat
Sering Dapat Arahan Tak Jelas soal Covid-19
Pakar Epidemiologi Universitas Padjajaran (Unpad) dr Bonny W Lestari menyebutkan pemerintah pusat sering menyampaikan kebijakan yang tidak sinkron terkait penanganan Covid-19.
Sebagai tenaga medis, ia mengaku sering mendapat surat edaran yang bertentangan satu sama lain.
Dokter Bonny menilai seharusnya ada komunikasi yang lebih baik sebelum kebijakan tersebut diedarkan ke daerah-daerah.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Dua Arah di Kompas TV, Senin (8/6/2020).
Awalnya, ia menyebutkan koordinasi beberapa lembaga di pemerintah pusat tampak tidak sinkron.
"Sebetulnya sudah disiapkan rambu-rambunya oleh Gugus Tugas. Hanya saya lihat koordinasi di pusat sendiri tidak sinergi," ungkap dr Bonny W Lestari.
Ia menyebutkan sering mendapat surat edaran yang isinya berbeda-beda.
Sebagai contoh tentang pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Kami di daerah sering dapat edaran-edaran. Jadi penentuan pelonggaran itu berbeda," ungkap dr Bonny.
"Gugus Tugas mengeluarkan, Bappenas mengeluarkan, Kemendagri sempat mengeluarkan tapi kemudian ditarik lagi," paparnya.
Ia mengakui kebijakan yang berbeda-beda itu menimbulkan kebingungan.
Pasalnya dari pemerintah provinsi edaran akan kembali diteruskan ke pemerintah daerah.
"Ini membingungkan sebetulnya. Kami 'kan harus komunikasi juga dengan kabupaten kota," jelas dr Bonny.
"Jadi kalau dari pusatnya belum fiks terus disebarluaskan, provinsi 'kan memahaminya berbeda, kabupaten kota berbeda," lanjutnya.
dr Bonny menyebutkan hal itu menimbulkan misinformasi dari pemerintah pusat.

• Survei Kepuasan Jokowi Turun, Burhanuddin Muhtadi Singgung Blunder Menteri: Santai Saja soal Virus
Ia juga menyinggung kebijakan new normal yang imbauannya berbeda-beda.
"Jadi ada distorsi informasi dari pusat sampai ke daerah. Ini memengaruhi juga pemahaman daerah bagaimana menyikapi si new normal ini," katanya.
"Jadi mereka bingung di daerah ini saya harus bagaimana? Karena banyak sekali kriteria," lanjut dr Bonny.
Ia memberi contoh lain tentang status zona daerah yang memiliki kasus pasien Corona (Covid-19).
Menurut dr Bonny, kriteria yang disampaikan berbeda-beda sehingga pemerintah daerah kebingungan bagaimana menetapkan status new normal dan melonggarkan PSBB.
"Kayak sekarang misalnya Gugus Tugas mengeluarkan zona, lalu pemerintah provinsi mengeluarkan juga zona kewaspadaan," papar dr Bonny.
"Ini yang mana yang harus kita gunakan? Karena kriteria-kriteria itu yang harus menjadi rambu-rambu kapan mereka bisa melonggarkan atau tidak," tutupnya.
(TribunWow.com/Khistian TR/Brigitta)