Virus Corona
Soal Ibadah saat New Normal, Jusuf Kalla: Kita Berdosa bila Tidak Beri Kesempatan Orang Salat Jumat
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla menjelaskan bagaimana pelaksanaan ibadah salat berjemaah saat new normal.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla menjelaskan bagaimana pelaksanaan ibadah salat berjemaah saat new normal.
Seperti diketahui, new normal disebut sebagai cara hidup baru setelah adanya pandemi Virus Corona (Covid-19).
Sebelumnya kegiatan yang melibatkan massa dilarang karena dikhawatirkan akan mempercepat penularan virus, termasuk ibadah berjemaah.

• Jusuf Kalla Sebut Salat Jumat Besok Bisa Digelar di Masjid: Apabila DKI Tak Lagi Perpanjang PSBB
Dilansir TribunWow.com, Jusuf Kalla memaparkan bagaimana protokol kesehatan akan diterapkan dalam ibadah saat new normal.
Hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Primetime News di Metro TV, Rabu (3/6/2020).
Awalnya, ia membahas wacana pelaksanaan salat Jumat menjadi dua gelombang.
Menurut Jusuf Kalla, wacana tersebut muncul mengingat anjuran untuk menjaga jarak satu sama lain.
"Itu soal risiko atau jalan keluar dari aturan tentang jaga jarak," ungkap Jusuf Kalla.
Meskipun begitu, wacana tersebut menimbulkan risiko kapasitas masjid menjadi berkurang karena jemaah tidak dapat duduk rapat.
Maka dari itu, muncul rencana untuk membuat salat Jumat diadakan dalam dua gelombang.
"Kalau mesti jaga jarak jemaah dengan jemaah lain minimal 1 meter, berarti daya tampung masjid itu hanya 40 persen daripada biasanya," ungkap mantan Wakil Presiden periode 2014-2019 ini.
"Ke mana 60 persen atau setengahnya?" tanya dia.
"Maka dari itu, diberikan kesempatan untuk dua gelombang," kata pria yang kerap disebut JK ini.
Jusuf Kalla menyoroti bagaimana di area perkantoran dan padat penduduk belum tentu banyak masjid yang tersedia.
Menurut JK, dalam suasana pandemi seperti ini pun orang masih berhak melaksanakan ibadah salat Jumat.
• Muncul Klaster Baru Jatim, Khofifah Ungkap Tak Jaga Jarak saat Salat Tarawih: Berjemaah di Masjid
"Apalagi katakanlah masjid-masjid kantor. Kantor 20 tingkat tapi musala atau masjidnya cuma satu," jelasnya.
"Kita berdosa rasanya apabila kita tidak memberi kesempatan orang salat Jumat," ungkap Jusuf Kalla.
Ia menyebutkan hal tersebut sudah diatur dalam fatwa MUI.
"Dan sesuai juga fatwa dari MUI DKI Jakarta," katanya.
Ia menyinggung adanya fatwa MUI nomor 5/MUNAS VI/MUI/2000 yang melarang salat Jumat diadakan dalam dua gelombang.
Fatwa tersebut diluncurkan untuk industri atau pabrik yang harus beroperasi 24 jam penuh.
Mengacu pada aturan tersebut, Jusuf Kalla menyebutkan situasi kali ini berbeda.
"Memang ada fatwa MUI tahun 2000, tapi itu berbeda konteksnya," ungkap JK.
"Jadi tidak ada yang dilanggar sama sekali," tambahnya.
Jusuf Kalla menyebutkan situasi kali ini lebih darurat daripada saat ini.
"Kalau konteks sekarang, konteks darurat. Daruratnya adalah masjid tidak cukup," papar JK.
Ia menambahkan tidak semua daerah memiliki cukup masjid sehingga dapat menyelenggarakan salat Jumat dengan jaga jarak.
"Karena tidak cukup, maka tentu ada jalan keluarnya. Jalan keluarnya buka musala, tapi belum tentu ada musala yang berdekatan di situ," jelas Jusuf Kalla.
"Itu juga ada fatwanya, untuk masjid yang kapasitas jemaahnya tidak cukup di situ," tambahnya.
• New Normal Bakal Diterapkan, Pakar Gamblang Sebut Tak Ada Satupun yang Siap: Kita Bermain Risiko
Lihat videonya mulai dari awal:
MUI Sampaikan Dua Syarat
Sebelumnya, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam menyampaikan syarat salat Jumat yang dapat kembali diadakan dalam new normal.
New normal disebut sebagai cara hidup baru setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selesai.
Kebijakan itu diterapkan untuk mencegah penularan Virus Corona (Covid-19).
• Perbolehkan Warga Salat Jumat Berjamaah, Rahmat Effendy: Insyaallah Jumat Kita Rapat dengan MUI
Dilansir TribunWow.com, Asrorun Niam menjelaskan awalnya ada opsi salat Jumat diadakan dalam dua gelombang.
Seperti diketahui, kegiatan yang mengumpulkan massa dilarang sementara karena dapat mempercepat penularan Virus Corona.
"Komisi Fatwa tidak memiliki opsi untuk membahas itu," kata Asrorun Niam saat dihubungi dalam tayangan iNews, Kamis (28/5/2020).
Ia menyebutkan tidak mungkin salat Jumat dapat diadakan dalam dua gelombang karena sudah diatur dalam fatwa.
Maka dari itu, opsi tersebut dihapuskan.
"Karena dalam pelaksanaan ibadah salat Jumat dua gelombang, itu sudah ada fatwanya," jelas Asrorun.
"Secara prinsip tidak dimungkinkan secara syari, karena ini persoalan ibadah," lanjutnya.
Ia menambahkan hal yang lebih penting adalah mencegah penularan lebih lanjut.
"Akan tetapi ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu ketika suatu kawasan itu memang tidak ada penularan," ungkap Asrorun.
Asrorun menyinggung pernyataan Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.
Menurut dia, ada dua syarat kegiatan yang menimbulkan massa dapat dilaksanakan kembali.
"Ada dua kondisi, seperti yang tadi disampaikan Juru Bicara Achmad Yurianto," kata Asrorun.

• Kata MUI soal Kewajiban Salat Jumat saat Diberlakukannya New Normal: Wajib Dilaksanakan
Dua kriteria itu meliputi penurunan kasus positif yang signifikan dan persiapan protokol kesehatan.
Apabila kondisi itu dipenuhi, maka kegiatan ibadah seperti salat Jumat dapat dilaksanakan.
"Daerah-daerah yang sudah mengalami tren penurunan, terlebih kalau kawasan itu sama sekali tidak ada penularan," paparnya.
"Ada mekanisme preventif dan protektif agar tidak terjadi penularan," kata Asrorun.
"Dalam situasi seperti itu, salat Jumat dilaksanakan," lanjutnya.
Di beberapa daerah yang penyebarannya sudah terkendali, salat Jumat dapat mulai diadakan kembali.
"Kemudian tadi juga dijelaskan beberapa daerah yang sudah bisa dikendalikan penularannya," kata Asrorun.
"Dalam situasi kawasan tersebut sudah terkendali, maka salat Jumat dan aktivitas ibadah yang berdampak kerumunan itu kembali bisa dilaksanakan," jelasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)