Breaking News:

Virus Corona

Kritik Rencana New Normal, Mardani Ali Justru Jelaskan Posisinya di DPR: Saya Tak Mau Jadi Oposisi

Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengkritik rencana penarapan New Normal di tengah kasus pandemi Virus Corona yang terus meningkat.

YouTube KompasTV
Politisi PKS, Mardani Ali Sera dalam kanal YouTube KompasTV, Selasa (2/6/2020). Mardani Ali Sera mengkritik rencana penarapan New Normal di tengah kasus pandemi Virus Corona yang terus meningkat. 

TRIBUNWOW.COM - Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengkritik rencana penarapan New Normal di tengah kasus pandemi Virus Corona yang terus meningkat.

Dilansir TribunWow.com, Mardani Ali Sera pun membandingkan penerapan New Normal di Indonesia dengan sejumlah negara lain, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Meskipun menyampaikan kritik, Mardani Ali Sera mengaku enggan disebut sebagai oposisi.

Dalam kanal YouTube KompasTV, Selasa (2/5/2020), Mardani Ali Sera menjelaskan posisinya sebagai anggota DPR.

"Ya yang pertama tentu saya ingin menjelaskan posisi saya dulu karena dari partai politik DPR saya tidak ingin jadi oposisi," kata Mardani.

"Ini masalah kita bersama."

Foto bukit Alas Bandawasa, di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor yang dipadati pendaki diduga di tangah PSBB viral di media sosial dan layanan WhatsApp.
Foto bukit Alas Bandawasa, di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor yang dipadati pendaki diduga di tangah PSBB viral di media sosial dan layanan WhatsApp. (TribunnewsBogor.com/Istimewa)

New Normal Bakal Diterapkan, Pakar Gamblang Sebut Tak Ada Satupun yang Siap: Kita Bermain Risiko

Soal Persiapan Pelaksanaan New Normal, Organda Minta Penambahan Jumlah Transportasi Sektor Darat

Menurut Mardani, pemerintah merecanakan New Normal pada saat kasus Virus Corona masih terus meningkat.

Ia lantas membandingkan penerapan New Normal di Indonesia dengan negara lain.

"Yang pertama, kita bicara New Normal dalam keadaan kasus kita yang masih naik," kata Mardani.

"Sementara Jepang, Korea Selatan angkanya turun. Korea bahkan ketika New Normal baru naik lagi."

Melanjutkan pernyataannya, Mardani pun menyoroti jumlah tes yang masih sedikit.

Ia berpendapat, minimnya jumlah tes yang dilakukan berpengaruh pada total kasus Virus Corona.

"Yang kedua, kita punya jumlah orang yang dites masih sangat sedikit," terang Mardani.

"Ada adagiumnya makin sedikit tes ya semakin sedikit korban, tapi makin nambah tes makin banyak korbannya."

Terkait hal itu, ia menyebut syarat penerapan New Normal di Indonesia bakan belum terpenuhi.

"Totalnya sudah 183.192 pada 25 Mei (2020), sementara kalau kita melihat lagi Jepang sangat berhati-hati, angat jauh sekali turunnya," ucap dia.

"Jadi poin saya, nyuwun sewu buat pemerintah tiga hal belum terpenuhi syaratnya."

Bahas Persiapan New Normal, Luhut Binsar Pandjaitan: Asyik Mengkritik Saja, Enggak Ada Gunanya

Lebih lanjut, Mardani menyebut masyarakat Indonesia belum memiliki kedisiplinan yang baik hingga layak diberlakukan New Normal.

"Yang pertama, disiplin masyarakat. Tadi Pak Yon (Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono -red)  saya apresiasi walaupun dengan nyanyi segala macam, pakai masker sama cuci tangan itu tidak mudah."

"Itu menjadi habit kita, kalau orang Jepang ketemu orang nunduk itu habit," sambungnya.

Karena itu, ia lantas meminta pemerintah mempertimbangkan kembali soal rencana penerapan New Normal.

Mardani pun menyebut sejumlah kepala daerah menolak rencana New Normal itu.

"Mudah-mudahan kenapa saya dahulukan dulu masyarakat karena melihat kapasitas institusi kita sama anggaran kita, masif tes secara besar-besaran, penyiapan, kita belum," jelas Mardani.

"Karena itu, nyuwun sewu pemerintah jangan jalan sendiri. Partisipasi masyarakat perlu, kepala daerah sekarang ini komennya itu beda."

Mardani kemudian menyinggung nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

"Pak Ganjar bilang jangan dulu, Bu Khohifah bilang jangan dulu, Anies bilang jangan dulu."

"Poinnya belum siap karena disiplin masyarakat belum, yang kedua reproduvtive numbers kita masih di atas satu," tukasnya.

Simak video berikut ini menit ke-15.55:

Tak Ada yang Siap New Normal

Pada kesempatan itu, sebelumnya Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebut tak ada satupun daerah di Indonesia yang siap menghadapi New Normal.

Dilansir TribunWow.com, Pandu Riono menilai banyak risiko yang dihadapi jika New Normal benar-benar dilakukan.

Karena itu, ia pun menyinggung pernyataan Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono.

Sebelumnya, Kota Tegal menjadi kota pertama di Indonesia yang menjadi wilayah percontohan penerapan New Normal.

 Soal Persiapan Pelaksanaan New Normal, Organda Minta Penambahan Jumlah Transportasi Sektor Darat

 Pakar UI Pandu Riono Sebut Tak Ada Wilayah yang Siap New Normal, Khawatir Warga Lupa Pakai Masker

Pandu menyebut tak ada wilayah yang memiliki jaminan bebas dari Virus Corona.

"Sebenarnya tidak ada wilayah di Indonesia yang siap menurut saya," ucap Pandu.

"Karena itu kan sangat dinamis, kalau dikatakan hujau belum tentu hijau keseluruhan."

Pandu mengatakan, pemerintah harus memastikan warga tetap menaati aturan jika New Normal dilakukan.

Termasuk mencegah euforia warga merayakan New Normal di sejumlah daerah.

"Tapi kan senang sekali kalau Pak Wali Kota bilang sebenarnya bukan hijau tapi kuning, karena itu menunjukkan kewaspadaan," ucap Pandu.

"Menurut saya yang bukan hanya dibutuhkan indispliner, tapi adalah dibutuhkan respons yang tepat supaya nanti kalau ada kegiatan-kegiatan yang mulai masyarakat eforia dan lupa menggunakan masker."

"Ini harus cepat dicegah, pencegahan jauh lebih penting," sambungnya.

Lebih lanjut, ia menilai antara pemerintah dan masyarakat perlu menyamakan persepsi sebelum New Normal diberlakukan.

Pasalnya, Pandu menyebut warga lebih nyaman jika tak memakai masker jika bepergian.

 Pakar UI Pandu Riono Sebut Tak Ada Wilayah yang Siap New Normal, Khawatir Warga Lupa Pakai Masker

Hal itu tentu meningkatkan peluang penularan Virus Corona.

"Jadi komunikasi dengan publik untuk menyamakan persepsi risiko ini harus terus digaungkan melalui semua media komunikasi," terang Pandu.

"Apakah radio, apakah dengan melakukan tokoh-tokoh masyarakat, karena pada umumnya masyarakat lebih senang kalau enggak usah pakai masker. Padahal ini suatu vaksin yang kita punya adalah pakai masker."

"Dan itu harus dipakai ke manapun kalau mereka keluar rumah."

Pandu menambahkan, kini masyarakat mulai mematuhi aturan pemerintah untuk pencegahan Virus Corona.

Namun, ia tak menjamin kepatuhan itu dilakukan secara merata oleh seluruh warga.

Tak hanya itu, Pandu pun menyebut kepatuhan warga terus berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

"Ya saya kita kelihatannya sudah patuh, tapi hati-hati kan tidak 100 persen patuh," ucap Pandu.

"Jadi konsistensinya belum tentu, dari hasil studi Fakultas Psikologi UI ternyata kepatuhan mungkin mingu pertama patuh, minggu kedua ternyata mereka akan mengurangi kepatuhan, minggu ketiga dan seterusnya."

Karena itulah, Pandu mengimbau pemerintah tak lengah jika benar-benar ingin menerapkan New Normal.

Ia kemudian menyebut banyaknya risiko yang harus dihadapi dalam penerapan New Normal.

"Pada hari ini kita tidak boleh menurunkan itu, kita bermain dengan risiko saat melakukan pelonggaran ini."

"Ada risiko, risiko itu bisa naik bisa turun," tandasnya. (TribunWow.com)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
New NormalMardani Ali SeraPartai Keadilan Sejahtera (PKS)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved