Breaking News:

Terkini Nasional

Sebut Buat Presiden Mundur Tak Mudah, Refly Harun: Saya Pribadi Tak Berharap Ada Presiden Jatuh Lagi

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bahwa membuat presiden mundur dari jabatannya itu tidak mudah.

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Lailatun Niqmah
Youtube/Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bahwa membuat presiden mundur dari jabatannya itu tidak mudah. 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bahwa membuat presiden mundur dari jabatannya itu tidak mudah.

Hal itu diungkapkan Refly Harun setelah mengikuti seminar daring "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Masa Pandemi Covid-19" pada Senin (1/6/2020).

Refly Harun menegaskan bahwa mundurnya presiden itu dipengaruhi oleh DPR, MPR, dan Mahkamah Konstitusi.

Ungkit Pemerintahan SBY, Refly Harun Singgung Pemecatan Presiden: Saya Harap Jokowi seperti Itu

"Mengimpeach presiden tidak gampang, ada tiga lembaga yang terlibat, pertama DPR, kemudian Mahkamah Konstitusi, dan kemudian MPR," ujarnya.

Sedangkan, di dalam DPR sebagian besar merupakan partai pendukung presiden.

"Kita tahu kalau kita bicara konstelasi poltiik sekarang hampir semua partai politik yang berada ada di DPR itu berada di sisi pemerintah yang di luar pemerintah hanya PKS , kemudian PAN dan Demokrat."

"Enam partai lainnya berada di sisi pemerintah, mulai dari PDIP, bahkan Gerindra kemudian Golkar kemudian NasDem, lalu PKB lalu terakhir PPP," jelas Refly.

Sehingga pemakzulan presiden itu bukan sesuatu yang mudah dilakukan.

"Jadi secara hitung-hitungan di atas kertas tidak mungkin pemberhentian presiden dilakukan," lanjutnya.

Selain itu mundurnya presiden juga harus diikuti dengan alasan yang kuat.

"Belum lagi alasannya harus konstitusional, justified, yaitu satu melakukan pelanggaran hukum berat."

"Yang kedua melakukan perbuatan tercela, yang ketiga tidak memenuhi syarat," jelas Refly.

Ikuti Diskusi soal Pemecatan Presiden di Masa Pandemi, Refly Harun: Tidak Mudah Jatuhkan Presiden

Sehingga, Refly menyimpulkan sekali lagi bahwa membuat presiden mundur itu tidak mudah.

"Jadi dua hal ini membuat impeachment tidak gampang, pertama adalah fakta politik, kedua adalah fakta konstitusional."

"Dan dari seminar tersebut saya jug tidak menangkap kesan bahwa impeachment mudah dilaksanakan dalam situasi pandemi Covid-19 ini," ujarnya.

Meski demikian, pakar  berusia 50 tahun ini tetap memperingatkan soal gelombang besar yang terjadi pada 1965-1966 dan 1998 di mana Soekarno dan Soeharto diminta mundur.

"Hanya memang kita tidak bisa memprediksi gelombang besar seperti pada tahun 65, 66 lalu kemudian 98 itu semua sudah bukan wilayah ilmiah lagi."

"Itu bukan wilayah untuk analisis lagi, tapi itu suatu keadaan yang kita tidak mungkin menilainya sekarang karena itu adalah post waktu," ungkapnya.

Hal yang dikhawatirkan adalah jika gelombang-gelombang itu membesar hingga mengancam posisi presiden.

Refly Harun Akui Diskusi Pemecatan Presiden yang Diikutinya Sensitif: Alhamdulillah Tak Apa-apa

"Maka saya katakan kita bisa menilai apakah suatu gerakan konstitusioanal atau tidak bisa berdasarkan basis konstitusi."

"Tetapi kalau gelombang tersebut membesar lalu muncul misalnya semacam gerakan tahun 98, gerakan 65, 66 kita tidak bicara lagi konstitusionalisme tapi kita bicara tentang gerakan ekstra konstitusional," ungkap dia.

Menurutnya gelombang itu sulit diprediksi.

"Nah gerakan ekstra konstitusional ini sifatnya post waktu dan itu tidak bisa lagi dinilai berdasarkan oleh basis kompetisi yang ada," katanya.

Meski demikian, Refly menegaskan dirinya bukan seseorang yang mendukung agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.

"Hanya ketika menyampaikan materi dalam seminar tersebut, saya mengatakan, saya pribadi tidak berharap lagi ada presiden Republik Indonesia yang jatuh di tengah jalan," pungkasnya.

Lihat videonya mulai menit ke-6:42:

Bersyukur Tak Terjadi Apa-apa saat Diskusi 'Pemecatan Presiden'

Pada kesempatan yang sama Refly juga menjelaskan soal dirinya menjadi pembicara dalam seminar online tersebut. 

Seminar online itu diikuti oleh Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Din Syamsuddin hingga Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.

 Refly mengatakan bahwa dirinya juga sempat khawatir akan seminar itu.

Sehingga, Refly mengaku sempat bertanya kepada pengundang apakah semua narasumber lain mengonfirmasi untuk hadir.

"Saya ketika diundang acara ini memerlukan untuk mengonfirmasi pada panitia apakah pembicara yang dilist ini akan datang semua."

"Mereka mengatakan beberapa di antaranya sudah konfirmasi, hampir 10 orang, pembicaranya memang 10 orang dan keynote speaker-nya," jelas Refly.

Setelah dikonfirmasi ternyata para pembicara memang datang semua.

"Dan saya cek salah satu pembicaranya apakah yang bersangkutan memang datang dan mengatakan iya," imbuhnya.

Refly mengaku harus berhati-hati lantaran teringat dengan seminar yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) mengenai diskusi pemecatan presiden yang berujung teror.

"Kenapa begitu? Seminar ini walaupun kegiatan ilmiah kan ngeri-ngeri sedap, karena kemarin di UGM ada seminar yang mengambil judul yang sama mengenai impeachment, pemecatan, pemberhentian presiden itu diancam," kata Refly.

Refly Harun tertawa saat menanggapi isu dirinya ikut mendesak pemberhentian Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam webinar Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19, Senin (1/6/2020).
Refly Harun tertawa saat menanggapi isu dirinya ikut mendesak pemberhentian Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam webinar Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19, Senin (1/6/2020). (YouTube/Refly Harun)

 Blak-blakan, Refly Harun Ungkit Masa Kelam Orde Baru: Sadar atau Tidak, Nuansa Itu saat Ini Ada

Namun, ternyata seminar yang diikuti bersama dengan Din Syamsuddinn itu tidak terjadi apa-apa.

"Saya menunggu reaksi kira-kira kalau seminar ini akan diapakan ternyata alhamdullillah tidak terjadi apa-apa," ujarnya.

Pakar Hukum Tata Negara lulusan UGM ini mengatakan, jika terjadi keramaian di media sosial akibat seminar yang diikutinya adalah hal yang biasa.

"Kalaupun di dunia medsos, maya, terjadi pro dan kontra dengan kegiatan seminar ini biasa di suatu masyarakat yang demokratis," ujar dia.

Refly melanjutkan seminar yang baru diikutinya itu seminar yang biasa saja tidak mengandung unsur untuk menjegal presiden sama sekali.

"Tapi intinya adalah saya tidak melihat hal-hal yang luar biasa, yang mengarah ke pemberhentian presiden atau impeachment pada presiden pada seminar ini," ungkapnya. (TribunWow.com/Mariah Gipty)

Tags:
Refly HarunpemakzulanCovid-19
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved