Terkini Nasional
Dekan UGM Diteror, Refly Harun Beberkan Ancaman Buzzer: Lebih Sulit Jadi Pengamat ketimbang Pejabat
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut risiko yang dialami pengemat politik di era pemerintahan sekarang.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut risiko yang dialami pengemat politik di era pemerintahan sekarang.
Dilansir TribunWow.com, Refly Harun menyebut di era sekarang profesi sebagai pengamat politik jauh lebih berat ketimbang pejabat negara.
Ia pun menyinggung peran buzzer yang kerap menyerang pihak yang mengkritisi pemerintah.
Hal itu disampaikannya melalui kanal YouTube Refly Harun, Selasa (2/6/2020).

• Detik-detik Penangkapan Buron KPK Nurhadi dan Rezky Herbiyono, Dibantu RT hingga Pintu Dibuka Paksa
• Refly Harun Minta Jokowi Jangan Khawatir soal Diskusi Pemecatan Presiden: Era SBY Setiap Saat Ada
Pada kesempatan itu, mulanya Refly menyoroti permasalahan besar politik di Indonesia.
Ia pun menyebut politik Indonesia banyak dikuasai oleh pihak yang dekat dengan kekuasaan.
"Persoalan politik, yang paling masalah adalah kita tahu bahwa oligarki politik luar biasa di Indonesia," ucap Refly.
"Kekuasaan politik formal itu consolidated sehingga suara-suara rasional, suara-suara lain kadang sulit mendapat tempat. Bahkan kadang-kadang direpresi juga."
Kemudian, Refly menyebut menyinggung peranan buzzer di era pemerintahan saat ini.
Menurut Refly, kini profesi pengamat politik lebih berat ketimbang pejabat.
"Belum lagi peran-peran yang lainnya ya, kita tahu di era medsos ini peran buzzer dan lain sebagainya, fans club dan lain sebagainya," kata Refly.
"Jadi saya ketika diskusi dengan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) mengatakan ternyata di Indonesia ini jauh lebih sulit menjadi pengamat politik atau pengamat independen yang tidak digaji negara."
• Ungkit Pemerintahan SBY, Refly Harun Singgung Pemecatan Presiden: Saya Harap Jokowi seperti Itu
Refly menyebut, pengamat politik kini bahkan kerap mendapat serangan dari para buzzer lewat media sosial.
"Ketimbang menjadi pejabat negara itu sendiri, karena kenapa?"
"Kalau menjadi pengamat politik, pengamat independen malah kita bisa diserang," imbuhnya.
Karena itu, ia lantas menyinggung polemik batalnya seminar pemecatan presiden yang rencananya digelar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menurutnya, kini pihak UGM justru yang mendapat serangan dari para buzzer.
Terkait hal itu, Refly lantas mengimbau para pengamat politik untuk berhati-hati.
"Hari ini misalnya saya lihat mulai ada serangan terhadap dekan Fakultas Hukum UGM yang memberitakan siapa dia sebenarnya dengan bahasa provokatif."
"Saya kira semua yang hadir di sini, semua pembicara di sini begitu bersuara keras dengan pemerintahan sekarang akan sudah mulai juga, akan hati-hati juga," tukasnya.
Simak video berikut ini menit ke-20.35:
Anggap Keterlaluan Pembatalan Seminar
Di sisi lain, sebelumnya Refly Harun mengaku miris saat membahas soal batalnya seminar yang membahas pemecatan presiden di masa pandemi Virus Corona.
Sebelumnya, seminar mahasiswa Fakultas Hukum UGM dibatalkan karena sejumlah panitia dan narasumber mendapat ancaman pembunuhan.
Terkait hal itu, Refly Harun pun mengungkapkan keprihatinannya.
Melalui kanal YouTube Refly Harun, Senin (1/6/2020), ia menyebut tak ada yang janggal dari seminar yang rencananya digelar mahasiswa UGM itu.
• Seminar Pemakzulan Presiden Dibatalkan, Refly Harun Soroti Kebebasan Berpendapat: Ada Suasana Horor
Refly bahkan mengatakan tema yang diangkat hanya sebatas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku perkuliahan.
"Jadi tidak ada yang aneh sebenarnya, jadi para mahasiswa yang tergabung dalam Constitutional Law Society ini ingin menghubungkan ilmu pengetahuan yang terjadi di kampus dengan situasi pandemi," kata Refly.
"Dengan satu isu yaitu mengenai pemberhentian presiden."
Lantas, Refly mengatakan tak ada alasan yang bisa menghentikan aktivitas mahasiswa yang ingin mendiskusikan soal pemberhentian presiden itu.
Menurutnya, bahkan seminar itu dilaksanakan hanya untuk membahas ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja presiden di masa pandemi.
"Intinya adalah apa cukup alasan untuk memberhentikan presiden karena isu ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penanganan Covid-19," ujar Refly.
"Jadi sebenarnya yang dilakukan mahasiswa ini masih dalam koridor akademik."
Melanjutkan penjelasannya, Refly lantas menyinggung yang menyebut kegiatan mahasiswa itu sebagai makar.
• Bahas Haters Presiden saat Pandemi, Ade Armando: Betapa Kuatnya Pak Jokowi, Jangan Terlalu Sedih
Secara gamblang, ia menyebut tudingan itu sangat keterlaluan.
"Kalau dikatakan gerakan makar, wah saya kira sangat keterlaluan," ucap Refly.
"Karena memang ada dosen UGM juga yang mengatakan bahwa ada gerakan makar, kebetulan dosen teknik."
"Bahwa ada gerakan makar di UGM dengan seminar ini, luar biasa," sambungnya.
Lebih lanjut, Refly pun menyinggung nama Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar yang sempat memberikan klarifikasi di kanal YouTube-nya.
Sebelumnya, Zainal Arifin Mochtar menyebut pembatalan seminar itu disebabkan karena panitia dan narasumber acara mendapat ancaman pembunuhan.
"Akhirnya mereka yang mengadakan acara ini sebagaimana sudah disampaikan oleh Dr Zanal Arifin Mochtar, mereka mendapatkan ancaman," kata dia.
"Bahkan ancaman pembunuhan, karena memperhatikan keselamatan panitia dan narusumber yang dihubungi akhirnya kegiatan ini tidak jadi dilaksanakan."
Karena itu, Refly lantas mengungkapkan keprihatinannya saat mendengar kabar pembatalan seminar akademik itu.
"Saya merasa miris karena ini adalah mimbar akademik," tandasnya. (TribunWow.com)