Breaking News:

Virus Corona

New Normal saat Kasus Corona Naik-Turun, Moeldoko Beri Contoh China: Jangan Sampai Dikata Plin-plan

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan kebijakan new normal yang akan segera digulirkan.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
Capture Youtube Metro TV News
Kepala KSP Moeldoko menjelaskan penerapan new normal di 4 wilayah, dalam acara Prime Talk, Rabu (27/5/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan kebijakan new normal yang akan segera digulirkan.

New normal disebut sebagai cara hidup baru setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berakhir.

Meskipun begitu, kebijakan new normal menuai sorotan karena kurva pertumbuhan kasus Virus Corona (Covid-19) di Indonesia masih tinggi.

Presiden Joko Widodo diperiksa suhu tubuhnya saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal (normal baru) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020).
Presiden Joko Widodo diperiksa suhu tubuhnya saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal (normal baru) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

 

Ali Ngabalin Tegaskan Tak Ada yang Longgar dalam New Normal: 100 Pengunjung Jadi 50 Saja

Dilansir TribunWow.com, empat provinsi yang akan memulai new normal adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo.

Moeldoko menyebutkan evaluasi sudah dilakukan terhadap keempat wilayah itu.

"Sepanjang hasil evaluasi kita, dari waktu ke waktu tidak ada perubahan yang ekstrem, maka sesungguhnya penentuan yang direncanakan awal ini bisa dilakukan," kata Moeldoko dalam acara Prime Talk di Metro TV, Rabu (27/5/2020).

Moeldoko menyebutkan perkembangan kasus Corona di banyak negara memang masih naik turun.

"Tetapi sekali lagi, bahwa perkembangan Covid-19 ini tidak ada yang permanen," paparnya.

"Selalu fluktuatif naik turun," lanjut Moeldoko.

Naik-turunnya jumlah kasus dapat menjadi pertimbangan dalam menerapkan new normal.

"Hanya naik turunnya ini kita ukur, apakah yang ekstrem atau yang normal," kata Moeldoko.

"Kalau itu ekstrem, ada pertimbangan lain yang lebih dikalkulasi," lanjutnya.

Ia membenarkan setiap wilayah yang mulai memberlakukan new normal akan terus evaluasi.

Apabila di daerah tersebut kembali terjadi lonjakan kasus, maka dapat ditetapkan statusnya belum siap melaksanakan new normal.

"Sangat mungkin," jelas Moeldoko.

Kekhawatiran Gelombang Dua Corona, IDI Singgung Pernyataan Anies Baswedan: New Normal Harus Ketat

Moeldoko kembali menegaskan pertumbuhan kasus di berbagai daerah bisa sangat fluktuatif, bahkan sangat mungkin terjadi lonjakan.

"Seperti pendulum itu, bisa suatu saat bergerak di hijau, bagus. Tahu-tahu muncul lagi langsung merah, bahkan tidak melalui kuning," ungkapnya.

"Maka itu harus dilakukan kebijakan baru lagi," lanjut Moeldoko.

Apabila terjadi lonjakan kasus, maka akan dilakukan evaluasi dan kebijakan baru yang lebih sesuai.

Menurut dia, hal semacam itu terjadi pula di negara-negara lain.

"Ini sering dilakukan. Di China seperti itu, di Jepang juga seperti itu," kata Moeldoko.

"Di Singapura begitu orang memuji kondisinya bagus, tahu-tahu muncul situasi baru," lanjutnya.

Setelah terjadi lonjakan kasus, bahkan gelombang dua wabah, kemungkinan akan dibuat kebijakan baru.

"Yang penting dipahami masyarakat, jangan sampai nanti dikatakan pemerintah plin-plan," papar Moeldoko.

"Ini sifatnya sebelum vaksin ditemukan, maka situasi seperti itu tidak pernah berhenti," tambahnya.

Reaksi Dokter soal New Normal: Sekarang Saja Sudah Overload, Rasanya akan Lebih Membeludak Lagi

Lihat videonya mulai menit 16:45

Tanggapan IDI

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih menanggapi wacana new normal yang akan segera dilaksanakan.

New normal disebut sebagai cara hidup baru seusai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selesai diterapkan.

Seperti diketahui, kebijakan itu diberlakukan untuk mencegah penularan Virus Corona (Covid-19).

 Bersiap New Normal, Sandiaga Uno: Ekonomi Sangat Memprihatinkan, Berbeda dengan Krisis Sebelumnya

Dilansir TribunWow.com, kebijakan new normal kemudian menuai sorotan karena grafik pertumbuhan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang masih tinggi.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan akan ada gelombang kedua lonjakan kasus apabila new normal dilakukan terlalu dini.

Daeng M Faqih mengomentari persiapan new normal, khususnya oleh Gubernur Anies Baswedan di wilayah DKI Jakarta.

Hal itu ia sampaikan melalui tayangan MNC News di kanal YouTube iNews, Rabu (27/5/2020).

Menurut dia, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi sebelum suatu daerah dapat beranjak ke new normal.

"Yang pertama, Gubernur Anies maupun Gugus Tugas sudah bilang, kawasan tersebut mau diterapkan new normal itu harus dinilai dulu," kata dr Daeng M Faqih.

"Apakah sudah memenuhi indikator atau kriteria kesehatan?" lanjutnya.

Selain itu, daerah itu juga harus memenuhi indikator secara epidemiologi.

Daeng menyoroti faktor kedisiplinan masyarakat dalam penerapan new normal.

Ia menyetujui apabila harus dilakukan pengawasan penuh.

"Kalau memenuhi, harus ada pendisiplinan, harus ada pengawasan," kata dr Daeng.

Ketua Umum IDI dr Daeng M Faqih membahas persiapan new normal, dalam MNC News, Rabu (27/5/2020).
Ketua Umum IDI dr Daeng M Faqih membahas persiapan new normal, dalam MNC News, Rabu (27/5/2020). (Capture YouTube iNews)

 Sebut Mal Buka 5 Juni Hanya Imajinasi, Anies Baswedan: PSBB Bisa Diperpanjang, Tergantung Kita

"Jadi new normal itu tidak kemudian dibuka tanpa pengawasan," lanjutnya.

"Justru dengan new normal diterapkan, pengawasan di lapangan itu harus lebih tepat," jelas dia.

Menurut Daeng, alasan new normal diterapkan adalah demi menjaga aktivitas masyarakat dapat berjalan seperti sebelum ada pandemi.

"Kita beraktivitas supaya tetap produktif tetapi di tengah ancaman Covid-19," papar Daeng.

"Maka, aktivitas sehari-hari kita itu harus lebih ketat dan lebih disiplin diawasi melaksanakan protokol kesehatan," jelasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)

Tags:
New NormalCoronaCovid-19MoeldokoChina
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved