Terkini Nasional
Tak Bisa Salahkan Pemerintah soal Corona, Pakar Bandingkan dengan China hingga Korea: Kita Tak Punya
Pakar kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany, menyebutkan bahwa pemerintah tidak memiliki kuasa atas penyebaran Virus Corona.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pakar kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany, menyebutkan bahwa pemerintah tidak memiliki kuasa atas penyebaran Virus Corona.
Pandemi yang tengah menjadi momok di masyarakat tersebut menjadi tanggung jawab bersama untuk dapat menekan angka penularannya.
Sehingga pemerintah tidak bisa dijadikan tempat menimpakan kesalahan karena penanggulangan tersebut membutuhkan peran serta masyarakat.
• Di ILC, Ridwan Saidi Yakini Masyarakat Bosan soal Pembahasan Corona: Piala Dunia Saja Dua Bulan
Hasbullah menyebutkan kedisiplinan masing-masing individu menjadi penting dalam penanggulangan Covid-19.
Hal ini disampaikannya dalam tayangan Indonesia Lawyers Club, Selasa (19/5/2020).
Awalnya Hasbullah menyinggung mengenai kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melakukan penanggulangan secara ter-desentralisasi.
Penetapan tersebut didasarkan pada pemenuhan situasional yang beragam sesuai kondisi di Indonesia.
Meskipun dengan adanya kebijakan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dicanangkan, disinyalir tidak akan dapat segera menghambat penularan virus.
Namun penerapan kebijakan tersebut dapat dimaklumi mengingat kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia yang berbeda dengan negara lain.
"Siapa yang mau disalahin? saya kira tidak bisa juga bilang pemerintah kontrol semua nggak akan mungkin," kata Hasbullah.
"Karena penyakit ini bukan kewenangan pemerintah," sambungnya.
Hasbullah memberi contoh bila yang dihadapi saat ini adalah perang melawan musuh secara fisik, maka pemerintah akan bisa menyelesaikannya sendiri.
"Tapi ini musuhnya yang pindahnya dari manusia ke manusia, pemerintah tidak akan mungkin dengan remote kontrol kendalikan manusia," jelasnya.
Menurut Hasbullah, yang menjadi masalah di Indonesia adalah perilaku masyarakat yang dinilai kurang memiliki kedisiplinan.
"Nah, problemnya kalau saya bandingkan dengan apa yang dilakukan di Taiwan, di Korea, di China, di Jepang, yang masyarakatnya punya disiplin kuat, di kita tidak punya," terang Hasbullah.
Hasbullah menyebutkan bahwa kondisi Indonesia saat ini sama dengan di Taiwan yang tidak menerapkan lockdown.
Namun Taiwan memiliki alat yang dapat menghambat penyebaran Virus Corona di negaranya, yaitu kedisiplinan masyarakat dan penegakan hukum.
"Ada situasi yang menunjang mereka bisa mengendalikan karena ada disiplin masyarakatnya dan ada disiplin penegakan hukum," kata Hasbullah.
"Di kita dua-duanya ini lemah," pungkasnya.
• Abaikan Physical Distancing, Bamsoet: Mohon Maaf Itu Semua Salah Saya Tak Bisa Tolak Permintaan Foto
Perbandingan Indonesia, Korea dan China
Sebelumnya, Hasbullah menyinggung adanya perbedaan penanganan Virus Corona antara Indonesia, China dan Korea.
Ia menyoroti grafik tingkat penularan Korea dan China yang menanjak pada awal virus tersebut menyebar.
Namun grafik tersebut langsung mengalami penurunan setelah dua minggu.
Semetara itu, setelah dua bulan setengah Covid-19 muncul di Indonesia, grafik tingkat penularan masih saja menanjak.
Menurut Hasbullah, kebijakan di Indonesia dinilai kurang solid, karena berusaha mengakomodir berbagai macam aspek.
Ia menyebutkan kebijakan penanganan yang diambil pemerintah didasarkan pada keberagaman situasi yang terjadi di Indonesia.
"Sebuah kebijakan selalu saja kontroversial, makin banyak variasi yang dipertimbangkan, semakin kompleks peraturannya," tutur Hasbullah.
Ia lalu menyinggung kondisi penyebaran Virus Corona di Indonesia yang tak juga menurun setelah sekian bulan virus tersebut dilaporkan ada di Indonesia.
"Kita amati di Indonesia, sejak Virus Corona mulai muncul diumumkan tanggal 2 Maret sampai sekarang ini udah 2 bulan setengah, grafiknya masih naik," ujar Hasbullah.
Jangka waktu tersebut dirasa relatif lama jika dibandingkan dengan waktu penurunan grafik penyebaran Virus Corona di China dan Korea.
"Kalau kita belajar dari China, dua minggu grafik naik tinggi, sudah gitu turun, begitu juga di Korea."
Hasbulla mengatakan bahwa alasan menurunnya grafik tersebut lantaran di China dan Korea, kebijakan yang diambil pemerintahannya sangat tegas.
"Kenapa? di sana keberagaman tidak banyak menjadi pertimbangan untuk kebijakan," imbuhnya.
Pemerintah di negara yang telah berhasil menurunkan grafik penularan tersebut memberlakukan pembatasan yang ketat meskipun mendapat protes dari berbagai pihak.
Menurut Hasbullah, keputusan tersebut tetap harus dijalani meskipun berat, sebagai bayaran awal agar virus cepat menghilang.
"Jadi pemerintahnya segera lockdown tegas, jalanin, walaupun diprotes, walaupun berat, itu adalah biaya yang harus dibayar di waktu awal," jelas Hasbullah.
"Banyak, berat, tetapi cepet ilang," imbuhnya lagi.
Ia kemudian menyebutkan mengenai kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia.
Hasbullah mengatakan bahwa pemerintah dari awal tidak berani tegas dalam mengambil keputusan karena takut adanya biaya besar yang harus dikorbankan.
"Kita dari awal takut biaya besar, biaya dalam artian bukan hanya uang, tetapi juga dampak ekonomi, dampak sosial," ujar Hasbullah.
Menurut Hasbulla, Indonesia terlalu banyak mempertimbangkan berbagai aspek sehingga kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak solid.
Ia mencontohkan adanya protes dari sejumlah pihak yang meminta diizinkan salat berjamaah, meminta pembatasan dilonggarkan dan bisnis tetap dapat berlangsung.
"Semua itu berusaha diakomodir, akibatnya kita tidak mempunyai kebijakan yang solid," tandasnya.
Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke-07:43:
(TribunWow.com)