Terkini Nasional
Peserta BPJS Diminta Turun Kelas jika Tak Mampu Bayar, Refly Harun: Enak Sekali Bilang Begitu
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengkritik pernyataan sejumlah pejabat soal kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Melanjutkan penjelasannya, Refly membahas soal subsidi BPJS yang hanya diberikan hingga akhir 2020.
Menurut dia, kebijakan itu sungguh menyusahkan masyarakat kelas bawah.
"Yang kedua, subsidi itu hanya dibayarkan tahun ini, tahun depan subsidinya akan berkurang jadi tetap ada kenaikan," jelas Refly.
"Bagi kita mungkin enggak masalah karena kita kelas menengah ke atas, tapi masyarakat bawah kan tidak begitu."
Lantas, ia turut menyoroti pernyataan sejumlah pejabat yang meminta warga turun ke kelas 3 jika tak mampu membayar iuran kelas 1 dan 2.
Refly menilai, hal itu sangat merugikan warga yang sebelumnya sudah rutin membayar iuran kelas 1 dan 2.
"Yang ketiga, penambalan dari BPJS tersebut dilakukan dengan kenaikan dengan kelas 1 dan kelas 2," ujar Refly.
"Tapi tadi dibilang 'Kalau enggak mampu lagi ke kelas tiga saja'."
"Waduh enak sekali negara bilang begitu, selama ini saya membayar untuk iuran kelas 1 dan kelas 2," tandasnya.
• Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tuai Kritik, Pemerintah Tak Masalah bila Warga Menggugat
Simak video berikut ini menit ke-1.05:
Ganjar Pranowo Akui Keputusan Sulit Jokowi
Di sisi lain, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengakui Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil keputusan sulit terkait kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dilansir TribunWow.com, Ganjar Pranowo tetap memahami kebijakan yang diambil oleh Jokowi, meski diputuskan pada waktu yang dinilai kurang tepat.
Ganjar juga sadar buntut dari kebijakan tersebut adalah mendapatkan banyak sorotan dari masyarakat.
• Jokowi Naikkan Iuran BPJS, Pengamat Intelijen: Salahkan Para Pembisiknya, Jangan Pojokkan Presiden
"Menjadi keputusan Presiden tentunya secara politik ini tidak mudah, saya yakin sekali pasti Presiden tanda tangan itu tidak mudah," ujar Ganjar.