Virus Corona
Bukan untuk Mudik, Achmad Yurianto Ungkap Alasan Transportasi Umum Jalan Lagi, Termasuk Angkut Nakes
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menjelaskan alasan transportasi publik kembali beroperasi.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan untuk membuka lagi akses moda transportasi mulai Kamis (7/5/2020).
Walaupun ditetapkan batas-batas untuk siapa saja yang boleh menggunakan tarnsportasi umum, hal tersebut dianggap justru membuka kesempatan naiknya interaksi masyarakat.
• Minta Pemerintah Indonesia Beli Remdesivir untuk Virus Corona, Hotman Paris: Cepat Pergi ke Amerika
Hariadi Wibisono mangatakan, berkaca pada angka penularan Covid-19 per Rabu (6/5/2020), Indonesia masih belum menyelesaikan persoalan tingginya angka tersebut.
Oleh sebab itu, kebijakan untuk membuka akses transportasi umum justru akan kembali membuka kesempatan kontak langsung antar manusia.
"Saya melihat apa yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah hari ini penambahannya adalah 367 dari 12. 438, jadi kita masih berurusan dengan tingginya angka," tutur Hariadi dikutip dari kanal TV One News.
"Jadi kalau sekarang kita membuka kran untuk transportasi umum berarti kita membuka kesempatan orang berkontak satu sama lain," imbuhnya.
Hariadi menegaskan, diluar pihak yang mendapatkan pengecualian menggunakan transportasi umum harus disepakati tetap tidak boleh bergerak.

• Andre Rosiade Bantah Kabar Adanya Pemaksaan Konsumsi Jamu Racikan Satgas DPR RI untuk Pasien Corona
Namun, bila konteksnya transportasi umum ia mempertanyakan bagaimana pemerintah akan menyaring masyarakat penggunanya.
"Padahal peraturan mengatakan pengecualiannya untuk barang, dan orang yang bekerja untuk wilayah penanggulangan Covid-19. Di luar itu tetap tidak boleh bergerak, dan itu yang harus kita sepakati," kata Hariadi.
"Tetapi kalau konotasinya itu angkutan umum, bagaimana pemerintah bisa menyaring umum itu siapa, apakah dia naik kendaraan umum dalam upaya ini atau yang lain," imbuhnya.
Hariadi kemudian meminta agar pemerintah dan masyarakat tetap sepakat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak diingkari.
Sebab, jika interaksi semakin tinggi maka konteks 'skala besar' itu mesti dipertanyakan.
Sebagai contoh di tengah kebijakan PSBB orang masih ramai berinteraksi, apalagi bila ditambah dengan pembukaan akses moda transportasi.
"Saya tetap beranggapan bahwa kita tetap harus menyepakati pengertian PSBB, karena dengan membuka itu maka Skala Besarnya jadi di pertanyakan, karena orang tetap berinteraksi," ucap Hariadi.
"Sekarang saja dalam kasus PSBB pasar masih ramai, lalu lintas masih ramai, ditambah kendaraan umum dibuka."
"Saya agak meragukan apakah pemerintah mampu menyaring pengguna kendaraan umum nanti adalah orang yang bertugas dalam penanganan Covid," tandasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Rilo)