Jasad ABK Dibuang ke Laut
Susi Pudjiastuti Bicara Solusi Kasus ABK Indonesia di Kapal China: Tinggal Ada Keseriusan atau Tidak
Susi Pudjiastuti mengatakan pemerintah bisa memanfaatkan perjanjian dengan Tiongkok pada 2017 untuk menyelesaikan kasus ABK Indonesia di kapal China.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pelarungan jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di Kapal China Long Xing 629 kini menjadi pusat perhatian publik.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan masalah yang sebenarnya bukanlah pelarungan jenazah, namun keseluruhan kehidupan kerja mereka yang diceritakan sangat tidak manusiawi.
Susi mengatakan pemerintah sebetulnya bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan menggunakan perjanjian yang pernah disetujui antara Indonesia dengan Tiongkok di tahun 2017 lalu.

• Indikasi Perdagangan Manusia di Balik Kasus ABK Kapal China, Komnas HAM Soroti Pekerja di Bawah Umur
Dikutip dari YouTube metrotvnews, Jumat (8/5/2020), awalnya Susi menjelaskan pemerintah perlu memperketat pengiriman ABK ke luar negeri.
"Pengiriman ABK yang ke luar negeri tentunya harus betul-betul dipastikan pendaftarannya, registrasinya, pencatatannya," ujar Susi.
"Dan tentunya semua harus mau berkomitmen bahwa tidak boleh ada perbudakan di atas kapal."
Susi lalu menyinggung bagaimana di luar sana memang banyak kapal-kapal yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
Ia mencontohkan kapal yang terdaftar sebagai penangkap tuna justru menangkap ikan hiu.
"Cuman persoalannya adalah banyak kapal-kapal ikan luar negeri itu juga melakukan illegal unreported unregulated fishing," terangnya.
Susi mengatakan ketika kapal-kapal tersebut melakukan penangkapan secara ilegal maka mereka akan menghindari wilayah dan pelabuhan tertentu.
Mereka menghindar agar aman dari pengecekan aparat-aparat berwenang.
"Bila seperti ini kejadiannya maka mereka pasti akan ada praktek-praktek seperti ini, sangat rentan," ucap Susi.
"Karena mungkin saja anak-anak ini juga banyak dari ABK Indonesia yang tidak tercatat, banyak yang tercatat, banyak juga yang tidak tercatat," tambahnya.
"Kalau sudah seperti ini perlindungan untuk mereka juga akan sulit didapatkan."
Susi menjelaskan untuk peraturan dalam negeri, Indonesia telah menetapkan aturan pada 2016 agar para ABK yang melaut harus diasuransikan dan mengindahkan HAM.
Ia melanjutkan apabila kerjasamanya dengan luar negeri, berarti ketentuan para ABK tersebut harus diatur langsung dengan negara yang bersangkutan.
Pemilik maskapai penerbangan Susi Air itu menjelaskan sebenarnya Indnoesia bisa dengan mudah mengusut kasus ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629.
Susi menyinggung soal perjanjian komprehensif antara Indonesia dengan China yang pernah ditandatangani pada tahun 2017 lalu.
Perjanjian tersebut dijelaskan Susi berlaku selama lima tahun dan mengurus tentang politik, hukum, keamanan sekaligus perdagangan manusia.
• Jasad ABK Dilarung ke Laut, Kemnaker akan Lakukan Penyelidikan bersama 3 Kementerian Lain
Wanita kelahiran Pangandaran itu mengatakan apabila Indonesia menggunakan perjanjian tersebut sebagai payung hukum, maka Indonesia dapat mengusut kasus hingga tuntas.
"Tinggal kita ada keseriusan atau tidak," kata Susi.
"Jadi sebaiknya kita sekarang mengarah kepada investigasi," tambahnya.
Susi lalu juga menyoroti bahwa yang menjadi persoalan saati ni adalah bagaimana menyelidiki kondisi kerja para ABK Indonesia di kapal China tersebut.
Sebab berdasarkan pengakuan para ABK Indonesia yang selamat, mereka diperkerjakan dalam kondisi yang tidak manusiawi.
"Kita sebaiknya tidak mempermasalahkan kata-kata itu (pelarungan jenazah), bukan itu masalahnya," tegas Susi.
"Adalah pengalaman, perlakuan, proses dari pada para pekerja ini di atas kapal sampai kemudian meninggal dunia, sampai kemudian jenazahnya dimakamkan di laut," imbuhnya.
Sebelumnya berita tentang kondisi ABK Indonesia di kapal Long Xing 629 itu menjadi viral di Korea Selatan dan terungkap di Indonesia setelah diberitakan oleh YouTuber Jang Hansol.
Menurut penuturan korban, para ABK asal Indonesia diwajibkan bekerja selama 18 jam perharinya dan hanya beristirahat selama enam jam dengan makanan dan minuman yang tidak wajar.
Mereka juga tidak mendapatkan perawatan saat sakit karena kapal enggan berlabuh ke daratan untuk memeriksakan ABK yang sakit.
Diketahui kapal yang seharusnya menangkap ikan Tuna tersebut ternyata melakukan penangkapan hiu secara ilegal, sehingga mereka takut berurusan dengan petugas bila berlabuh.
Saat ini, 14 ABK asal Indonesia yang diduga mengalami pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Kapal Long Xing 629 tersebut telah berhasil dipulangkan.
Mereka ditampung di safe house dan akan dimintai keterangan untuk penyelidikan lebih lanjut.
• Terungkap Jumlah Upah ABK Kapal China, Ternyata Hanya Dibayar Seperenam dari Gaji yang Dijanjikan
Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke-6.14:
(TribunWow.com/Anung)