Breaking News:

Virus Corona

Ahli Epidemiologi Tegaskan Pentingnya Patuhi Larangan Mudik: Belum Tentu Benar-benar Bebas Virus

Ahli epidemiologi Dewi Nur Aisyah menyebutkan pentingnya mematuhi larangan mudik yang disampaikan pemerintah.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
Tribunnews/Jeprima
Sejumlah kendaraan melintas di jalan tol Cawang, Jakarta Timur, Selasa (28/4/2020). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut, terjadi penurunan arus lalu lintas atau traffick jalan tol di tiga wilayah jalan tol, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar), dan Banten, berkisar 42 persen sampai dengan 60 persen, sebagai dampak dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNWOW.COM - Ahli epidemiologi Dewi Nur Aisyah menyebutkan pentingnya mematuhi larangan mudik yang disampaikan pemerintah.

Seperti diketahui, sebelumnya telah muncul imbauan agar masyarakat tidak perlu melaksanakan tradisi mudik yang umum dilakukan pada Lebaran.

Larangan tersebut bertujuan menekan penyebaran Virus Corona di Indonesia, terutama di berbagai daerah yang telah menjadi episentrum.

Ahli epidemiologi Dewi Nur Aisyah menyebut pentingnya larangan mudik, Minggu (3/5/2020).
Ahli epidemiologi Dewi Nur Aisyah menyebut pentingnya larangan mudik, Minggu (3/5/2020). (Capture YouTube iNews)

Berkali-kali Diberhentikan Petugas, Pemudik dari Jakarta Menyerah: Kalau Dilanjutin yang Ada Capek

Dikutip TribunWow.com, Dewi Nur Aisyah mengungkapkan pendapatnya tentang imbauan tersebut.

"Bisa saja orang yang mau mudik merasa sehat, badannya tidak ada gejala, baik-baik saja," kata Dewi Nur Aisyah, dikutip dari iNews, Minggu (3/5/2020).

"Tapi belum tentu kondisinya benar-benar bebas dari virus," tegasnya.

Tindakan mudik dapat mempercepat perpindahan virus ke daerah lain.

Menurut Dewi, hal tersebut akan mempercepat penyebaran Virus Corona.

"Jadi kalau misalnya pemudik itu benar-benar pulang ke kampung halaman, tentu saja dapat mempercepat laju transmisi dari satu daerah ke daerah lain," jelasnya.

"Semakin banyak pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lain tentu akan semakin meningkatkan risiko," kata Dewi.

Selain itu, pemudik akan bertemu anggota keluarganya di kampung halaman.

Dewi menyoroti kemungkinan pemudik akan bertemu anggota keluarga yang sudah lanjut usia dan memiliki riwayat kesehatan tertentu.

"Kebanyakan pemudik akan bertemu sanak saudara, keluarga, dan lain sebagainya," papar Dewi.

"Dalam kebanyakan kasus, yang ditemui kondisinya belum tentu lebih sehat dibandingkan dirinya. Daya tahan tubuhnya lebih rendah," lanjut dia.

Menangis Keempat Anaknya Tak Bisa Mudik saat Lebaran, Warni: Sepi, Nggak Ada yang Diajak Ngobrol

"Misalnya orang yang memiliki penyakit jantung, diabetes, hipertensi," jelas pakar epidemi tersebut.

Seperti diketahui, lansia lebih rentan terpapar Virus Corona, terutama yang memiliki riwayat kesehatan kronis.

"Bisa jadi untuk dirinya tidak ada masalah, tapi ketika dia berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dia menularkan penyakitnya lalu membuat penyakit itu menyebar di kampung halamannya," ucap Dewi.

"Fatalitasnya tentu akan berbeda untuk yang sudah lanjut usia atau memiliki kondisi berbeda," tambahnya.

Dewi menegaskan tradisi mudik harus sangat dihindari pada tahun ini.

"Mudik tahun ini harus sangat-sangat dibatasi," tegas Dewi.

Ia menyebutkan perpindahan orang banyak dari satu tempat ke tempat lainnya sangat mungkin membuat episentrum penyebaran yang baru.

Ia memberi contoh pada DKI Jakarta yang sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Sebenarnya kalau kita lihat, di awal kejadian Covid-19 di Indonesia episentrum utamanya adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten," terang Dewi.

"Saat ini sudah mulai bergerak, kasus tertinggi adalah Jawa Timur," lanjutnya.

Menurut dia, hal tersebut menunjukkan laju pertumbuhan kasus positif di wilayah Jawa Timur.

"Bahkan Banten sudah menjadi provinsi kelima, bukan lagi ketiga. Itu artinya perpindahan orang di transmisi daerah juga akan memengaruhi," tegas Dewi.

Bus Jakarta-Semarang Nekat Bawa Pemudik Gelap saat Wabah Corona, Polisi: Cek di Bagasi Ada 6 Koper

Lihat videonya mulai menit 5:30

Kisah Pemudik Gagal Pulang Kampung

Seorang pemudik dari Jakarta mengaku terpaksa mengurungkan niatnya setelah berkali-kali diberhentikan petugas saat mencoba pulang kampung.

Pemerintah telah resmi mengeluarkan larangan bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan tradisi mudik jelang hari raya Idul Fitri.

Sejumlah petugas telah disiagakan di beberapa titik untuk memantau pengendara yang akan mudik.

Para pemudik yang lewat akan diminta untuk memutar balik kendaraan mereka untuk kembali ke kota asal.

Seperti yang dialami oleh Yuyun, seorang pemudik asal Jakarta yang menyerah karena diberhentikan saat berusaha pulang ke kampung halamannya.

Dilansir akun YouTube Talk Show tvOne, Kamis (30/4/2020), Yuyun menuturkan ia dan suami saat itu mencoba untuk mudik ke kampung halaman mereka di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Yuyun dan suami berboncengan mengendarai motor pada Minggu (26/4/2020), keduanya lolos saat melewati pemeriksaan di Bekasi.

Namun, keduanya tertahan saat diberhentikan di daerah Cikarang.

Nekat tetap ingin melaksanakan niatnya, Yuyun dan suami kemudian mencoba mencari jalan alternatif.

"Dari Bekasi lolos, akhirnya cari jalan tikus, terus ke Cikarang. Terus di Cikarang akhirnya di berhentiin," tutur Yuyun.

"Terus sama suami 'Coba yuk kita cari jalan tikus lagi', akhirnya ketemu lagi," imbuhnya.

Mereka pun berhasil melewati titik pemeriksaan di Cikarang.

 Jalan Kaki Belasan Kilometer, Pemudik Pingsan di Toilet Minimarket: Wajah Pucat dan Tangan Membiru

Namun keduanya akhirnya menyerah saat diberhentikan kembali oleh petugas di daerah Karawang, Jawa Barat.

"Pas sampai Karawang kita udah mentok. Kalau misalnya kita lanjutin lagi yang ada capek, nanti di tengah jalan lagi kita diberentiin lagi, tetep suruh puter balik," ungkap Yuyun.

"Yaudahlah mending kita balik lagi ke Jakarta," sambungnya.

Yuyun dan suami memutuskan untuk membatalkan niatnya pulang kampung setelah 3 jam berkendara.

Saat ditanya alasan mudik, Yuyun mengaku nekat pulang kampung karena ia tidak bisa mendapatkan penghasilan di Jakarta.

Ia yang berprofesi sebagai penjaga toko telah dirumahkan tanpa mendapat sepeserpun gaji.

"Karena kan kerja diistirahatkan, jadi lebih baik di rumah (orangtua) aja gitu," jelas Yuyun.

Suaminya yang bekerja sebagai pengemudi ojek online juga tidak bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Padahal Yuyun dan suami yang masih mengontrak rumah, membutuhkan setidaknya Rp 700.000 per bulan untuk membayar kontrakan. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Noviana)

Tags:
MudikCoronaJakartaJawa TimurCovid-19
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved