Breaking News:

Terkini Nasional

Beda Argumentasi Hamid Awaluddin dan Ahmad Yani soal Asimilasi Napi, Saling Sebut Tak Rasional

Mantan Kemenkumham Hamid Awaluddin berselisih pendapat dengan Advokat sekaligus politikus, Ahmad Yani soal asimilasi narapidana.

Penulis: Rilo Pambudi
Editor: Rekarinta Vintoko
kanal YouTube KompasTV
Mantan Kemenkumham Hamid Awaluddin berselisih pendapat dengan Advokat sekaligus politikus, Ahmad Yani soal asimilasi narapidana. 

TRIBUNWOW.COM - Menteri Hukum dan HAM RI 2004-2007, Hamid Awaluddin berselisih pendapat dengan Advokat sekaligus politikus, Ahmad Yani soal asimilasi narapidana.

Hal tersebut terjadi dalam talk show Rosi di kanal Kompas TV, Sabtu (25/4/2020).

Seperti narasi yang beredar di masyarakat, kebijakan Kemenkumham untuk membebaskan 38 ribu napi dengan alasan Covid-19 dianggap justru tidak pas dan memicu naiknya tingkat kejahatan.

Mantan Kemenkumham Hamid Awaluddin berselisih pendapat dengan Advokat sekaligus politikus, Ahmad Yani soal asimilasi narapidana.
Mantan Kemenkumham Hamid Awaluddin berselisih pendapat dengan Advokat sekaligus politikus, Ahmad Yani soal asimilasi narapidana. (kanal YouTube KompasTV)

Kisah di Balik Video Viral Bapak Tutup Pintu Pagar Rumah saat Anaknya Mudik karena Takut Corona

Apalagi di tengah krisis dan pandemi saat ini hal itu akan menambah kecemasan masyarakat terkait keamanan.

Hamid Awaluddin menegaskan boleh saja masyarakat merasa khawatir terhadap pembebasan narapidana asimilasi.

Akan tetapi hal itu tidak lantas begitu saja dijadikan alasan atau sebagai dasar kecemasan publik.

"Saya kira sah-sah saja kekhawatiran itu, tetapi kekhawatiran itu tidak perlu terlampau menjadi dasar kecemasan," ujar Hamid.

Ia menjelaskan aparat negara memiliki mekanisme kontrol tehadap para napi asimilasi, jadi mereka tidak dibebaskan begitu saja.

Narapidana yang dibebaskan dan tersebar di seluruh Indonesia tentu masih berada dalam pengawasan aparat keamanan.

Hal tersebut didukung dengan institusi negara seperti kepolisian dan kejaksaan yang juga berada di seluruh wilayah Indonesia.

Selain institusi negara itu, di daerah pun juga terdapat lembaga pemasyarakatan yang bisa membantu pengawasan para narapidana ini.

Oleh sebab itu, pihaknya menyampaikan setuju dengan asimilasi dalam rangka menahan laju penyebaran Covid-19.

Nekat Mudik saat Corona, Kemenhub Siap Sanksi Tegas Mulai 7 Mei: Ini Memang Perlu Waktu

Kasus Virus Corona di Korea Selatan Semakin Terkendali, Umumkan 10 Kasus Baru dengan Nol Kematian

"Karena mereka memiliki mekanisme kontrol, tidak dilepaskan begitu saja. Diawasi oleh aparat negara, kan mereka masih diawasi oleh aparat negara," terang Hamid.

"Ingat ya, mereka itu tersebar ke seluruh Indonesia dan tiap daerah kita kan memiliki institusi negara yang berkaitan dengan ini kan, ada polisi, jaksa dan seterusnya bahkan lembaga kemasyarakatan juga ada kan."

"Ini adalah ikhtiar konkret untuk menahan laju penyebaran (Covid-19), saya setuju kebijakan ini," tambahnya.

Akan tetapi pernyataan tersebut coba dibatalkan oleh Ahmad Yani.

Ia menilai narasi pembebasan narapidana dengan alsan Covid-19 tidaklah rasional.

Sebab dalam kondisi pandemi dan krisis seperti ini bukan kemungkinan orang akan kembali berbuat jahat akan sangat potensial.

"Kebijakan ini harus dihentikan kalau dengan argumentasinya Covid, tapi kalau memang argumentasinya hak yang melekat yang memenuhi syarat ya silakan dia keluar," ujar Ahmad Yani.

"Tapi yang dengan argumentasi Covid agak kurang rasional," imbuhnya.

Akibat Pandemi Virus Corona, Bos Djarum Harus Kehilangan Ratusan Triliun Rupiah

Pernyataan tersebut lantas langsung disangkal oleh Hamid Awaluddin.

Ia menjelasakan bahwa presentase orang akan kembali berbuat jahat setelah keluar penjara sangatlah kecil.

Sebab seseorang secara naluriah orang akan taubat karena menginginkan kebebasan.

Bahwa ada sejumlah residivis yang kembali berulah, menurut hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan kebijakan tersebut.

Justru akan tidak logis kasus yang sedikit itu dijadikan narasi untuk membatalkan asimilasi.

"Begini bung, tidak ada presentase orang yang mau mengulangi perbuatannya kembali masuk penjara itu sedikit, sekali orang masuk penjara dia tobat," ucap Hamid.

"Karena naluri manusia itu tidak ada yang mau kehilangan kebebasannya, bahwa ada residivis seluruh dunia, ada redisivis."

"Jadi narasinya adalah kalau hanya populasi 38 itu yang kembali berbuat kejahatan kemudian kita mau menganulir kebijakan ini, itu tidak logis juga alasannya," tandasnya.

Kritik Jokowi soal Kabar Gembira terkait Corona, Rocky Gerung: Hanya Cari Berita Menyenangkan

Simak video selengkapnya:

Tak Setuju Kriminalitas Meningkat di Tengah Corona, Kriminolog UI Sebut Sebaliknya

Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala mengaku tidak setuju dengan anggapan bahwa angka krinimalitas meningkat di tengah wabah Virus Corona.

Karena seperti yang diketahui, muncul kriminalitas yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya pencurian dan pembegalan.

Terlebih ditambah dengan adanya pembebasan para narapidana berdasarkan dari kebijakan Kementerian Hukum dan HAM.

Kondisi seperti itu tentunya membuat masyarakat mulai resah.

Aksi Kejar kejaran Polisi dan Begal di Jalan Raya Bekasi
Aksi Kejar kejaran Polisi dan Begal di Jalan Raya Bekasi (ISTIMEWA/Tribun Jateng)

 

 Polri Jawab Ketakutan Warga soal Kriminal Meningkat di Tengah Corona: Banyak Sekali Berita Bohong

Namun, Adrianus Meliala mengatakan hal yang sebaliknya, angka kriminalitas justru menurun.

Dilansir TribunWow.com dari Youtube metrotvnews, Senin (20/4/2020), menurutnya, menurunnya angka kriminalitas diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas masyarakat.

Ketika aktivitas masyarakat berkurang, khususnya di tempat-tempat umum, tentu momentum untuk melakukan kejahatan juga menurun.

Termasuk juga dengan kasus pembegalan.

"Nah itu juga data dari mana bahwa tingkat kriminilaitas meningkat, kepolisian mengatakan bahwa kebegalan jauh menurun, jangan lupa bahwa kejahatan adalah bayang-bayang masyarakat," ujar Adrianus Meliala.

"Ketika masyarakat sekarang dihambat bahkan dihentikan kegiatannya, sebagai contoh di tempat-tempat publik itu tidak ada aktivitas sama sekali, bagaimana mungkin kemudian terjadi kriminal," jelasnya.

Adrianus Meliala mengungkapkan kasus kriminal yang meningkat justru yang bersifat penipuan, termasuk juga berita bohong atau hoax.

Selain itu menurutnya dengan situasi seperti ini, maka jalananan menjadi sepi apalagi di wilayah yang sudah menerapkan PSBB.

 Kronologi 6 Anggota Rajawali Vs 2 Orang Begal Kejar-kejaran hingga Berujung Tembakan di Perut

Oleh karenanya, orang yang mempunyai niat buruk akan berpikir ulang, karena risiko untuk tertangkap lebih mudah.

Dirinya mengatakan menurunnya angka kriminalitas bukan sekadar gambaran saja, melainkan nyata berdasarkan informasi dari Kepala Bagian Penerangan Umum Kabag Penum (Kabag Penuhm) Divisi Humas Polri.

"Jadi kalau kita tadi berbicara bahwa kondisi jalan yang sepi lalu kemudian membuat orang lebih mungkin berbuat kejahatan, justru sebaliknya, dengan jalan sepi maka orang mudah distop atau terlihat, lalu orang-orang berhat-hati ketika akan melakukan kejahatan," terangnya.

"Kemarin disebutkan oleh Kabag Penum Divhumas, bahwa angka kejahatan script crime itu jauh menurun, yang banyak adalah kejahatan yang terkait dengan medsos, hoax, pemostingan yang enggak perlu," pungkasnya.

Simak videonya mulai menit ke-9.08:

(TribunWow.com/Rilo/Elnug)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Hamid AwaludinAhmad YaniNarapidanaVirus CoronaCovid-19
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved