Pilkada 2020
Karena Virus Corona, KPU Berencana Tunda Pilkada 2020, akan Digelar Tahun 2021
Akibat terjadinya wabah virus corona, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 pun diambang penundaan.
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 kini berada di ambang penundaan akibat terjadinya wabah Virus Corona.
Pasalnya, ada sejumlah pihak yang meminta agar pilkada 2020 diundur satu tahun, yaitu digelar pada 2021.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan banyak opsi terkait nasib pelaksanaan pemungutan suara pilkada serentak yang seharusnya berlangsung pada 23 September 2020 mendatang di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Salah satu opsi yang dipertimbangkan KPU yakni menunda pelaksanaan Pilkada 2020 selama setahun atau hingga September 2021.
Opsi ini menjadi pertimbangan lantaran belum ada kepastian kapan pandemi Virus Corona akan berakhir.
• Karantina Wilayah Jadi Opsi Tekan Penyebaran Virus Corona, Apa Bedanya dengan Lockdown?
• Yang Terjadi pada Tubuh jika Terinfeksi Corona, Mulai Nyeri dan Sesak Napas hingga Sakit Kritis
"Opsi yang paling panjang penundaan satu tahun. Dilaksanakan September 2021," ujar Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi 'Covid-19 Mewabah: Presiden Perlu Segera Terbitkan Perppu Penundaan Pilkada' melalui layanan telekonferensi, Minggu (29/3/2020).
Arief menyatakan, penundaan Pilkada bukan kewenangan KPU.
Hal ini lantaran pelaksanaan Pilkada pada September 2020 tercantum dalam Pasal 201 UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Untuk itu, penundaan Pilkada hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu merevisi UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, baik melalui revisi dengan prosedur normal maupun melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Namun, Arief mengingatkan penundaan pelaksanaan Pilkada akan berdampak pada banyak hal.
"Termasuk ketika Perppu itu diterbitkan. Penyelenggaraan pemilu September 2020 itu diatur UU. Perubahannya akan merevisi UU atau dengan Perppu," kata Arief.
"Beberapa analisis menyebutkan cukup syarat dikeluarkan Perppu, tapi kita harus bersama-sama mengkaji dampak-dampaknya, termasuk melihat apakah hanya hari pemungutan atau ada pasal lain yang harus direvisi," sambungnya.
• Waktu yang Tepat untuk Pergi ke Fasilitas Kesehatan di Tengah Wabah Corona, Jangan Langsung Panik
Arief membeberkan, sejumlah hal yang bakal terdampak jika Pilkada ditunda selama setahun.
Sinkronisasi data pemilih yang sudah dikerjakan KPU saat ini akan menjadi tidak berlaku karena dengan ditunda setahun, tentu akan terjadi perubahan data pemilih.
Selain itu, perlu diperhatikan juga mengenai daerah-daerah yang menggelar Pilkada dan pihak yang berhak menjadi peserta Pilkada.
"Akan lebih banyak daerah yang diisi penjabat kalau memang memundurkan dan menunda tahapan," katanya.
Dalam kesempatan ini, Arief menuturkan, sebelum memasuki bulan Maret 2020, seluruh tahapan Pilkada 2020 dilaksanakan KPU sesuai peraturan KPU.
Namun, memasuki bulan Maret atau setelah pemerintah mengumumkan tanggap darurat nasional terkait Virus Corona, KPU menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait dengan protokol pelaksanaan tahapan kepada seluruh petugas di lapangan.
Protokol ini seperti larangan tatap muka langsung dan menaati protokol pemerintah mengenai pencegahan penyebaran Virus Corona.
Selanjutnya, ketika pemerintah mengumumkan perpanjangan masa tanggap darurat nasional hingga Mei 2020, KPU mengeluarkan keputusan menunda empat tahapan Pilkada selama tiga bulan, yakni pelantikan PPS, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, perekrutan petugas pencocokan penelitian (Coklit) dan perekrutan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP).
Namun, Arief mengakui, dengan perhitungan empat tahapan tersebut ditunda selama tiga bulan, pelaksanaan pemungutan suara pun akan mundur tiga bulan atau pada Desember 2020.
Akan tetapi, katanya, bulan Desember dirasa masih sangat riskan lantaran belum diketahui secara pasti kapan wabah corona akan berakhir.
KPU khawatir, dengan waktu yang tidak pasti, pelaksanaan Pilkada akan kembali mundur.
Demikian pula halnya jika mengambil opsi pelaksanaan pemungutan suara digelar pada Maret 2021.
Apalagi terdapat pendapat yang menyebut wabah Corona baru akan berakhir pada Oktober 2020.
Sementara, dari seluruh tahapan Pilkada, banyak aktifitas dengan skala besar terjadi sekitar enam bulan sebelum hari pemungutan.
Untuk itu, Arief mengakui opsi penundaan Pilkada selama setahun menjadi opsi yang paling masuk akal dibanding opsi lainnya.
"Awalnya kita mau Juni 2021, tapi kalau penundaan berkali-kali dikhawatirkan tidak cukup ruang," kata Arief.
• Daftar Lima Kota dan Wilayah di Indonesia yang Umumkan Local Lockdown, Garut hingga Tegal
Perppu
Sejumlah kalangan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada untuk menunda pelaksanaan pemungutan suara Pilkada yang seharusnya digelar pada September 2020.
Perppu ini dibutuhkan lantaran tidak memungkinkan menggelar tahapan Pilkada, termasuk pemungutan suara di tengah pandemi Virus Corona atau Covid-19 seperti saat ini.
Sementara untuk menunda Pilkada dibutuhkan revisi atas UU Pilkada, terutama Pasal 201 yang menyebutkan secara rinci Pilkada 2020 digelar pada September 2020.
Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pandemi Virus Corona yang masih terjadi saat ini memenuhi syarat disebut kegentingan yang memaksa yang menjadi syarat agar Presiden dapat menerbitkan Perppu sesuai Pasal 22 UUD.
Kata dia, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 telah menentukan tiga syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan yang memaksa.
• VIRAL: Semangati Warga Melawan Covid-19, Polisi di Jambi Bentuk Grup Band dan Nyanyikan Lagu
Yakni kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum dan kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia.
Hal itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan serta kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama.
Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
Kata Feri, saat ini terdapat kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan persoalan mengenai pelaksanaan Pilkada secara UU.
Hal ini lantaran Pasal 201 UU Pilkada telah menyatakan Pilkada digelar September 2020. Sementara, KPU tidak dapat membentuk UU untuk menunda Pilkada akibat pandemi Corona.
"Ini harus diselesaikan dengan UU, dan KPU tidak bisa mengeluarkan UU," kata Feri dalam diskusi 'Covid-19 Mewabah: Presiden Perlu Segera Terbitkan Perppu Penundaan Pilkada' melalui layanan telekonferensi, Minggu (29/3/2020).
Syarat kedua, ujar Feri, UU yang ada saat ini tidak dapat menyelesaikan masalah. Hal ini lantaran UU tidak memberikan alternatif waktu pelaksanaan Pilkada 2020.
Sementara tidak ada yang dapat menjamin pandemi Virus Corona berakhir pada saat pelaksanaan Pilkada.
"Tidak ada yang menjamin Oktober akan berakhir atau 2021 akan berakhir tidak ada yang menjamin itu. Apalagi di Tiongkok ada second wave Corona," ujarnya.
Syarat berikutnya, yakni kekosongan hukum yang terjadi tidak bisa diatasi dengan prosedur pembentukan UU biasa pun terpenuhi.
Hal ini mengingat waktu yang tersisa menuju September 2020. Apalagi, kata Feri, dengan pandemi Corona ini, membuat DPR tidak dapat menggelar rapat membahas revisi UU Pilkada.
"Jadi tiga syarat itu untuk pemerintah dalam hal ini untuk menyatakan hal ihwal kegentingan yang memaksa untuk menyelematkan Pilkada terpenuhi. Saya tidak melihat DPR bisa menggantikan UU ini. Pertemuan, tentu akan menghadapi potensi anggota DPR terjangkit. Revisi memakan waktu sementara pelaksanaan kian dekat," kata dia.
• 39 Jemaah Masjid Jami Kebon Jeruk Berstatus ODP Dievakuasi ke Wisma Atlet, Ratusan Lainnya Menunggu
Menurutnya, tidak ada kerugian bagi seluruh pihak, baik itu pemerintah, KPU, peserta Pilkada, maupun masyarakat sebagai pemilih jika Pilkada 2020 ditunda.
Sebaliknya, dengan langkah cepat menerbitkan Perppu, Presiden dan pemerintah dapat menyelematkan Pilkada.
Setidaknya, dengan Perppu energi petugas penyelenggara pemilu, maupun anggaran tidak terkuras percuma.
"Jangan sampai seluruh tahapan dengan kondisi ini dilanjutkan tapi kemudian terpaksa berhenti karena meluasnya wabah. Jangan sampai merugikan penyelenggara untuk hal-hal yang tidak pasti. Ada anggaran dan beban psikologis penyelenggara. Jadi pemerintah harus cepat memproses. Tidak ada ruginya. Tinggal keluarkan Perppu," katanya.
Untuk mempercepat proses penerbitan Perppu, Feri meminta KPU proaktif.
Tak hanya berkomunikasi dengan pemerintah, KPU diminta menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) hingga menyusun draf Perppu.
"KPU harus proaktif, bisa bantu dengan kirim DIM untuk terbitkan perppu. Sehingga pemerintah bisa cepat," tutur dia.
Feri mengusulkan, dalam draf Perppu, tidak perlu disebutkan waktu pelaksanaan Pilkada 2020.
Hal ini lantaran tidak ada pihak manapun yang dapat memastikan berakhirnya pandemi Corona.
Ia juga mengusulkan dalam draf Perppu itu hanya disebutkan jangka waktu bagi KPU untuk menyiapkan tahapan Pilkada setelah pandemi Corona dinyatakan berakhir.
"Kenapa? Kalau waktu (yang disebutkan) itu sampai, sementara wabah belum selesai tentu perlu waktu lagi. Kalau pemerintah sudah umumkan Covid berakhir. Dua bulan pengumuman itu, KPU umumkan tahapan Pilkada atau waktu yang diperkirakan KPU cukup untuk menentukan tahapan. Jadi pemerintah memberikan delegasi kepada KPU setelah diumumkan. Sehingga tidak ada yang susah" kata Feri (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Karena Covid-19, KPU Pertimbangkan Pilkada 2020 Ditunda 2021