Breaking News:

Terkini Nasional

Di ILC, Mahfud MD Bantah Pemerintah Semena-mena Tindas Umat Islam: Pak Jokowi Waktunya Salat Pergi

Mahfud MD membantah saat ini pemerintah Indonesia melakukan penindasan terhadap umat Islam atau dikenal juga dengan nama Islamophobia

Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
Kolase (Tribunnews/JEPRIMA) dan (YouTube Indonesia Lawyers Club)
Presiden RI Joko Widodo (kiri) dan Menko Polhukam Mahfud MD (Kanan) 

TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD meluruskan isu, yang mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah bertindak semena-mena terhadap Islam dan umat muslim di tanah air.

Mahfud mengatakan isu tersebut tidak benar dan hanya sebuah strategi politik.

Ia mencontohkan bagaimana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memprioritaskan untuk salat, saat mengadakan rapat dengan sejumlah kepala negara pada acara Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.

Di ILC, Mahfud MD Sebut Balik ke Era Soeharto Bisa Bebaskan Indonesia dari Mafia Hukum: Ugal-ugalan

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (11/2/2020), mulanya Mahfud menegaskan bahwa di Indonesia sama sekali tidak ada penindasan terhadap umat muslim dan Islam, atau dikenal juga dengan nama Islamophobia.

"Saya menolak keras kalau ada orang mengatakan di Indonesia ini ada Islamophobia, di mana orang Islam itu didiskreditkan," kata Mahfud.

"Enggak ada itu Islamophobia," lanjutnya.

Mahfud kemudian menjelaskan sekilas apa yang dimaksud dengan Islamophobia.

Islamophobia merupakan sebuah konsep yang menjelaskan kondisi di mana pemerintah takut dan benci terhadap Islam dan penganutnya.

Kebencian tersebut kemudian diwujudkan melalui program-prgoram pemerintah yang anti terhadap kegiatan keagamaan Islam.

Umat muslim yang berada di bawah pemerintahan Islamophobia akan takut dan bersembunyi-sembunyi dalam melakukan kegiatannya.

"Sehingga kalau di dalam Islamophobia, Islam itu sembunyi-sembunyi, karena malu dan takut," jelas Mahfud.

"Di Indonesia sekarang ndak ada itu, orang pemerintah ndak punya program anti-Islam, sama sejak dulu pemerintahnya ya salat, rajin salat, tidak malu juga dan tidak takut."

Selain tidak adanya program anti Islam, Mahfud menjelaskan bagaimana saat ini sudah banyak umat Islam yang menduduki sejumlah posisi pada tubuh pemerintahan.

"Rakyatnya juga biasa, sekarang umat Islam itu sudah masuk ke berbagai institusi-institusi pemerintahan melalui kontestasi yang wajar, sehingga ndak benar kalau Islam selalu didiskreditkan, di mana?" paparnya.

Bandingkan Soeharto dan Jokowi, Jusuf Kalla: Negara Demokrasi Tidak Bisa Menyenangkan Semua Orang

Jokowi Prioritaskan Salat saat KTT ASEAN

Kemudian Mahfud menyinggung adanya suara-suara dari publik yang menuduh Jokowi merupakan orang sekuler.

Ia menegaskan Jokowi merupakan sosok pemimpin yang taat dalam melaksanakan ibadah sebagai umat muslim.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melaksanakan shalat Idul Fitri 1440 H di masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2019). Di saf terdepan, Presiden Jokowi didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin serta Imam Besar Masjid Istiqlal Nassarudin Umar. Tribunnews/Jeprima
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melaksanakan shalat Idul Fitri 1440 H di masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2019). Di saf terdepan, Presiden Jokowi didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin serta Imam Besar Masjid Istiqlal Nassarudin Umar. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

"Sekarang pemimpin kita ya Islam, sebagian terbesar masuk Islam dan merasa tidak malu dan tidak takut mengaku Islam, salat di mana," katanya.

Mahfud lalu menceritakan kisah Jokowi yang mengutamakan salat saat menghadiri acara penting yang dihadiri oleh sejumlah kepala negara, yakni KTT ASEAN.

"Terus terang saya menyaksikan sendiri Pak Jokowi itu waktunya salat pergi menuju pesawat, masuk ke dalam salat," jelasnya.

"Di KTT ASEAN, waktu sedang ramai begini, antar kepala negara, dia pamit salat, tidak merasa malu dan merasa takut, dan tidak membuat kebijakan anti-Islam," imbuh Mahfud.

Kesimpulan yang diambil oleh Mahfud adalah Islamophobia hanya alat politik yang digunakan oleh oknum tertentu.

"Oleh sebab itu menurut saya istilah Islamophobia, itu hanya persaingan politik yang hanya dibuat-buat," tandasnya.

Hadiri ILC, Aa Gym Ungkit Perdamaian Jokowi dan Prabowo seusai Pilpres 2019: Kita Krisis Keteladanan

Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-5.38:

Mahfud MD Bahas Luka SARA Prabowo Vs Jokowi, Anies Vs Ahok

Sebelum membahas soal Islamophobia, Mahfud terlebih dahulu mengungkit soal perpecahan di masyarakat yang menurutnya terjadi karena peristiwa Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017.

Mahfud mengatakan perpecahan terjadi akibat adanya pihak-pihak yang menggunakan isu keagamaan untuk meraih kepentingan politik.

Ia berharap agar Suku Agama, Ras dan antar Golongan (SARA) tidak lagi digunakan dalam perpolitikan di Indonesia.

Menhan Prabowo (kiri), Menko Polhukam Mahfud MD (tengah), Presiden RI Joko Widodo (kanan)
Menhan Prabowo (kiri), Menko Polhukam Mahfud MD (tengah), Presiden RI Joko Widodo (kanan) (Kolase (TRIBUNNEWS/HERUDIN), (TRIBUNNEWS/THERESIA FELISIANI), dan (youtube Indonesia Lawyers Club))

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (11/2/2020), mulanya Mahfud menceritakan kejadian Pemilu tahun 2014.

Kala itu Mahfud mengatakan rivalitas antara Prabowo dan Jokowi yang memperebutkan kursi RI 1 berjalan secara sehat.

Isu yang diperdebatkan adalah perbandingan pendekatan politis antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

"Begini Bang Karni, tahun 2014 itu terpecah antara calon Pak Prabowo dan Pak Jokowi, Jokowi-Jusuf Kalla, Prabowo-Hatta Rajasa, itu terpecah," kata Mahfud.

"Tapi terpecahnya saat itu enggak pakai politik SARA, itu pendekatan program saja."

"Kalau saya melihat Pak Jokowi itu pendekatannya populis, langsung ke rakyat bawah, ke rakyat kecil, ke gorong-gorong."

"Kalau Pak Prabowo, pendekatannya itu strukturalis, dia mau memperbaiki sistem, dan itu memang pendekatannya begitu," lanjutnya.

Mahfud mengatakan permasalahan SARA mulai terjadi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang melibatkan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa dengan Ahok.

Isu SARA berkembang karena kedua calon gubernur DKI kala itu menganut kepercayaan ynag berbeda dan hal tersebut digoreng oleh para pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

"Tapi tahun 2019, yang didahului dengan pemilihan gubernur, Pilgub, itu memang lalu politik identitas yang muncul, politik keagamaan, yang sebenarnya sih ndak ada yang lebih benar antara yang satu dengan yang lain, itu hanya jualan saja," ujar Mahfud.

Mahfud menegaskan penggunaan isu SARA tidak bisa dibenarkan dan ia berharap agar ke depannya tidak lagi terjadi.

"Sehingga bagi saya sebenarnya ndak ada yang punya dasar untuk menyatakan menjadi paling benar, membawa nama agama, oleh sebab itu ke depannya menurut saya yang penting itu bagaimana masalah ideologi ini diperkuat," jelasnya.

Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua MK tersebut menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dan benar dalam urusan agama.

"Ndak usah lagi politik identitas, karena semua kalau bicara agama, masing-masing punya dalil," ujarnya.

 Wejangan Anies Baswedan di ILC soal Masa Depan Negara: Saya Optimis Indonesia Selalu Mengecewakan

Pendukung Anies Banyak Juga yang Enggak Salat

Ia kemudian menunjukkan fakta bahwa isu SARA yang berkembang kala itu tidak mencerminkan keseluruhan pendukung kedua calon.

Massa yang tergabung dalam berbagai elemen melakukan longmarch dari Masjid Istiqlal menuju Gedung Bareskrim Polri dan Balaikota DKI Jakarta di Jakarta, Jumat (14/10/2016). Massa menuntut Gubernur DKI Jakarta dihukum karena dianggap menistakan agama Islam.
Massa yang tergabung dalam berbagai elemen melakukan longmarch dari Masjid Istiqlal menuju Gedung Bareskrim Polri dan Balaikota DKI Jakarta di Jakarta, Jumat (14/10/2016). Massa menuntut Gubernur DKI Jakarta dihukum karena dianggap menistakan agama Islam. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Taruhlah kalau pandangannya Ahok yang dianggap tidak Islam dan sambungannya, kemudian yang satu yang Islam Pak Anies dan sambungannya, itu pendukung Pak Anies banyak juga yang enggak salat kalau waktu kampanye itu, tapi banyak yang salat juga, pendukung Ahok juga ada yang salat waktu kampanye, jadi itu bukan urusan agama," papar Mahfud.

"Yang begitu-begitu itu ke depannya dikurangi, atau kalau bisa bukan hanya dikurangi tapi dihilangkan, sehingga politik ke depan itu, taruhlah politik identitas tidak bisa dihindari."

Mahfud tidak melarang apabila seseorang memilih pilihannya karena identitas, namun ia menentang keras apabila terjadi perpecahan karena hal tersebut.

"Orang memilih karena kesamaan agama, kesamaan suku, itu silahkan, tapi kalau sampai menimbulkan perpecahan ideologis, itu amat sangat berbahaya," tandasnya.

 Sudjiwo Tedjo Sindir ILC Hilang seusai Pilpres 2019, Karni Ilyas: Tak Ada Hubungannya dengan Takut

(TribunWow.com/Anung Malik)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
JokowiMahfud MDIndonesia Lawyers Club (ILC)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved