Terkini Nasional
Cerita Karni Ilyas Telusuri Korea Selatan di Era Diktator: Rambut Cepak Semua, Rokok Hanya 1 Merek
Karni Ilyas menceritakan pengalamannya berkunjung ke Korea Selatan saat masih menjadi negara otoriter yang dipimpin oleh Park Chung Hee
Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
"Saya makan di Istana Park Chung Hee, kebetulan kami rombongan, ke Konferensi Hukum Asia, kita diundang ke Istananya," ujarnya.

Sesampainya di istana, Karni Ilyas menyoroti kualitas makanan yang semestinya memiliki kualitas tinggi mengingat makanan tersebut diperuntukkan untuk pejabat-pejabat tinggi negara.
"Itu nasi itu kuning, saya tanya kok nasinya kuning padahal ini Istana," kata Karni Ilyas.
Karni Ilyas terkejut mendengar jawaban bahwa beras putih yang memiliki kualitas bagus justru diekspor.
Bahkan pihak Korsel kala itu mengatakan kepada Karni Ilyas, mampu mengonsumsi nasi kuning merupakan suatu kemajuan.
Lantaran sebelum itu, mereka hanya mampu mengonsumsi bubur.
"Dia bilang beras kami yang putih kami ekspor ke luar," jelas Karni Ilyas.
"Jadi orang sini cuma makan nasi kuning, ini sudah untung, beberapa bulan yang lalu kami masih makan bubur," kata Karni Ilyas menceritakan pengalamannya kala itu.
• Di ILC, Mahfud MD Sebut Balik ke Era Soeharto Bisa Bebaskan Indonesia dari Mafia Hukum: Ugal-ugalan
Bangsa Kita Susah untuk Diterapkan
Karni Ilyas kemudian menyoroti bagaimana pendapatan per kapita Korsel kini sudah jauh lebih tinggi dibandingkan era Park Chung Hee.
"Pendapatan per kapita waktu itu kalau saya enggak salah 2.500 USD, sekarang mungkin 30 atau 35 ribu USD," terangnya.
Tak mudah perjuangan Korsel meraih kemajuan tersebut.

Karni Ilyas menceritakan bagaimana butuh kedisiplinan, pemerintahan yang militan untuk meraih itu semua.
Di samping itu ancaman Korea Utara yang nyata juga mendorong Korsel mati-matian berjuang demi kemajuan negara dan keberlangsungan hidup mereka.
"Jadi dia melakukan itu dengan disiplin, militan,dan negaranya memang terancam," kata Karni Ilyas.