Pemulangan WNI Eks ISIS
Pengamat Terorisme Paparkan 3 Risiko Pemerintah Abaikan WNI Eks ISIS: PKS Gunakan Momentum
Pengamat Terorisme menyebut ada 3 resiko apabila pemerintah Indonesia mengabaikan WNI eks ISIS, mulai dari masalah kemanan hingga politik
Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) bekas anggota teroris ISIS menjadi perhatian publik, pro dan kontra muncul dari berbagai pihak.
Menanggapi hal tersebut Pengamat Terorisme Ridlwan Habib mengatakan pemerintah Indonesia harus menanggung beberapa resiko apabila memilih untuk mengabaikan para WNI eks ISIS dan tidak memulangkannya.
Dikutip TribunWow.com dari kanal YouTube kompastv, Jumat (7/2/2020), Ridlwan menyebut total ada 3 resiko yang harus dihadapi pemerintah.
"Kalau opsi tidak memulangkan atau pembiaran itu pemerintah harus siap dengan 3 resiko," kata Ridlwan.
• Dituding sebagai Penyebar Isu Pemulangan WNI Eks ISIS, Begini Pembelaan Menag Fachrul Razi
Mulanya Ridlwan menjelaskan resiko pertama yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah resiko keamanan.
"Resiko pertama adalah ancaman keamanan, saya bilang ancaman kemanan karena otoritas Kurdi yang sekarang
menahan sekitar 400an tahanan lelaki dewasa, dan 70 ribu sekian pengungsi wanita dan anak-anak mereka sudah tidak punya dana lagi," paparnya.
Ridlwan menjelaskan apabila Indonesia memilih untuk mengabaikan maka lambat laun para WNI eks ISIS berkemungkinan untuk kembali ke Indonesia tanpa pemantauan pemerintah.
Hal tersebut lantaran hingga kini tempat-tempat pengungsian bekas anggota ISIS mendapat sokongan dana dari Amerika Serikat (AS).
"Mereka kehabisan dana, mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat," kata Ridlwan.
AS telah mengeluarkan pernyataan bahwa negara-negara yang warganya menjadi bekasn anggota ISIS harus membawa pulang mereka kembali ke negaranya masing-masing dengan batas akhir pemulangan hingga bulan Maret 2020.
Seusai bulan Maret tempat-tempat pengungsian tersebut berpotensi dibubarkan karena tidak adanya dana.
"Diberi deadline (batas akhir) Maret tahun ini," jelas Ridlwan.
Ketika dibubarkan, seluruh anggota eks ISIS akan menjadi liar karena tidak mendapat pantauan dari pemerintah.
"Kalau kemudian itu tidak diambil maka kemudian otoritas Kurdi mungkin saja membubarkan camp karena tidak ada dana," terang Ridlwan.
Pada saat itu WNI eks ISIS mungkin bisa kembali ke Indonesia tanpa pantauan pemerintah, dan akhirnya akan mengancam keamanan Indonesia.
Kemudian resiko kedua yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah persoalan HAM.
Banyaknya WNI eks ISIS yang terdiri dari wanita dan anak-anak di bawah umur akan menjadi sorotan publik.
"Kedua adalah resiko HAM, kita pasti akan disorot terutama dengan pengungsi yang anak-anak di bawah 10 tahun dan
wanita-wanita lemah, karena ada beberapa dari mereka diajak saja oleh Ayahnya atau suaminya," terang Ridlwan.
Resiko terakhir berdasarkan penjelasan Ridlwan adalah masalah politik.
Ia menjelaskan Isu pemulangan WNI eks ISIS akan digunkan oleh pihak oposisi untuk mengkritisi pemerintah.
"Ketiga tentu saja resiko politik. Kalau kita baca di media hari ini, partai-partai oposisi misalnya PKS sudah menyatakan WNI di Wuhan saja diambil kenapa yang di Suriah dibiarkan," katanya.
"PKS menggunakan momentum berdiskursus secara politis terhadap ini kepada pemerintah, resiko politik ini juga akan
dihadapi Pak Jokowi."
"Kalau pemerintah siap dengan 3 resiko itu, saya kira opsi membiarkan bisa saja diambil," lanjut Ridlwan.
• Singgung Nama Mahfud MD, Menag Fachrul Razi Enggan Banyak Bicara soal Isu Pemulangan WNI Eks ISIS
Lihat videonya di bawah ini mulai menit awal:
PKS Tak Setuju Pemerintah Abaikan WNI Eks ISIS
Anggota DPR fraksi PKS, Nasir Djamil tidak setuju jika WNI ekspatriat ISIS tak dipulangkan dari Suriah.
Hal itu diungkapkan Nasir Djamil saat menjadi narasumber di acara Satu Meja Kompas TV pada Rabu (5/2/2020).
Nasir Djamil tidak setuju WNI tersebut tidak dipulangkan mengingat sebelumnya ada puluhan eks ISIS sudah pulang ke Indonesia pada 2016.

• Warga Solo Minta Jokowi Pulangkan Anaknya yang Tinggal di Pengungsian ISIS: Anak Saya Diambil
Bahkan, beberapa di antaranya sudah kembali ke masyarakat.
"Sebenarnya kalau kita merujuk ke belakang karena Komisi III ya saya komisi III dari PKS, kami mendengar BNPT sebenarnya tahun 2016 itu sudah memulangkan 50 Warga Negara Indonesia eks ISIS."
"Dan 18 di antaranya itu dilakukan derekalisasi, 13 dari 18 itu oleh BNPT tahun 2017 dikembalikan warga, masyarakat artinya mereka mengalami proses re-integerasi," jelas Nasir.
Sehingga, Nasir bertanya-tanya mengapa kini wacana pemulangan eks ISIS menjadi hal yang ramai diperbincangkan.
"Artinya kalau sudah 2016 sudah dipulangkan, kenapa sekarang kita ribut-ribut pulangkan atau tidak," lanjutnya.
Ia dengan tegas meminta pemerintah untuk memulangkan para eks ISIS.
Sesuai aturan PBB, setiap negara harus tanggung jawab dengan penduduknya.
"Ya dipulangkan, karena begini Perserikatan Bangsa-bangsa, PBB itu mengatakan bahwa seluruh negara bertanggung jawab atas penduduknya kecuali mereka diadili Suriah berdasarkan standar internasional," kata dia.
Selain itu, ia juga memberikan contoh negara-negara lain yang memulangkan eks ISIS.
"Karena itu kalau kita lihat Amerika Serikat, Perancis, Swedia, ya Australia, Norwegia walaupun jumlahnya tidak banyak mereka pulangkan, walaupun kebanyakan itu anak-anak dan perempuan," ungkap Nasir.
Tak hanya di negara lain, eks ISIS Indonesia juga didominasi oleh wanita dan anak-anak.
"Kalau kita mau jujur sebenarnya 660 itu dipulankan banyak perempuan dan anak-anak, dan laki-lakinya katanya sudah diadili di sana," ungkapnya.
Ia meminta agar pemerintah bisa memunglangkan eks ISIS itu atas dasar kemanusiaan.
Karena itu atas dasar kemanusiaan dan tugas negara itu melindungi warga negaranya maka memang harus kita pulangkan, kalau memang mereka minta pulang.
• Soal Pemulangan WNI Eks ISIS, Pengamat Terorisme Minta Negara Jangan Lepas Tangan: Sebagai Keluarga
Lihat videonya sejak menit awal:
(TribunWow.com/Anung Malik/Mariah Gipty)