Terkini Nasional
Bahas 100 Hari Kerja Jokowi, Rocky Gerung Beri Nilai 9 untuk Hal Ini, Said Didu Langsung Tertawa
Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti bidang pendidikan dan kemiskinan yang belum selesai dalam 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti bidang pendidikan dan kemiskinan yang menurutnya belum selesai dalam 100 hari pertama pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Rocky bahkan menyebutkan nilai Jokowi tinggi dalam hal kebohongan.
Hal tersebut ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Rocky Gerung Official bertajuk Indonesia Jadi Kanebo (Kekuasaan Negara Bohong), Selasa (28/1/2020).
• Haris Azhar Soroti 100 Hari Pemerintahan Jokowi: Enggak Ada Tanda-tanda Positif
Dilansir TribunWow.com, awalnya Hersubeno Arief selaku pembawa acara meminta Rocky Gerung memberi skor untuk pemerintahan Jokowi sepanjang 100 hari ini.
"Bung Rocky berapa poin?" tanya Arief.
"Saya kasih sembilan," jawab Rocky Gerung.
"Sembilan dari berapa?" tanya Arief lagi.
"Sembilan untuk kebohongan," jawab Rocky.
Arief kemudian menanyakan apakah saat ini Indonesia sudah maju menurut Rocky Gerung.
"Karena itu perintah konstitusi, presiden ditugaskan oleh konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memelihara orang miskin," kata Rocky Gerung, Selasa (28/1/2020).
"Maju, mencerdaskan juga iya, karena anak didik kita makin cerdas menghafal nama-nama ikan," lanjut Rocky.
Pernyataan tersebut sontak membuat Said Didu yang juga hadir dalam acara itu tertawa.
"Memelihara orang miskin, ya, orang miskin bertambah," kata Rocky.
"Jadi dua hal itu, yang merupakan tugas wajib dari presiden tidak beliau lakukan," tegas Rocky.
"Jadi makanya Anda kasih nilai 9?" tanya Arief.
"Iya, sembilan," jawab Rocky.
Rocky kemudian menyebutkan Indonesia saat ini belum bisa mandiri secara ekonomi karena masih mengandalkan impor dari luar negeri.
"Tetap kita tergantung pada luar negeri dan itu yang dikeluhkan oleh publik 'kan," jelas Rocky.
"Tergantung pada ide, tergantung pada diplomasi luar negeri. Segala macam itu, sampai antibiotik masih kita impor," lanjutnya.
Mengenai sifat gotong-royong yang dimiliki masyarakat Indonesia, Rocky menyebut sifat-sifat tersebut sudah mulai luntur.
"Yang gotong-royong cuma elit aja, 'kan. Kabinet yang gotong-royong. Gotong-royong untuk berbohong," kata Rocky.
• 100 Hari Masa Kerja Jokowi, Ketua YLBHI Bandingkan dengan Presiden Sebelumnya: Nyawa Tak Dihargai
Arief kemudian beralih ke Said Didu untuk bertanya tentang kemajuan Indonesia.
Said menyebut pemerintahan saat ini maju hanya dalam hal janji-janji.
"Maju dalam hal kehebatan berbohong. Bahkan sudah turun ke bawah, sampai ke menterinya, ke dirjennya," jawab Said Didu.
Selain itu, Said Didu menyoroti janji-janji Jokowi untuk berdaulat dan tidak bergantung pada negara lain.
"Tapi yang dilakukan semua sebaliknya," kata Said.
"Utang itu dia terima dari Pak SBY sekitar Rp 2.400 triliun. Sekarang Rp 5.000 triliun, hampir Rp 6.000 triliun," jelasnya.
Menurut Said, hal tersebut adalah tanda pemerintahan saat ini semakin tidak berdaulat.
Lihat videonya mulai dari menit ke-2:00:
Tanggapan YLBHI
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah berbohong, soal Nawa Cita yang dijanjikan pada masa kampanye.
Dilansir TribunWow.com, Selasa (28/1/2020), hal itu ia sampaikan saat membahas 100 hari kerja Jokowi-Ma'ruf Amin.
Mulanya, Asfinawati mengatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) itu tidak hanya terjadi di masa lalu.
• Polisi Jadi Ketua KPK hingga PSSI, Ray Rangkuti Kritik Jokowi: Dia Biarkan Tindakan Unprofesional
Ia meminta jangan ada pikiran bahwa HAM masa lalu tidak pernah bisa diselesaikan.
"Pertama Hak Asasi Manusia bukan yang masa lalu, yang terjadi pelanggar HAM yang berat."
"Yang kedua justru para pelaku utamalah yang selalu memasuki pikiran kita, percaya bahwa itu tidak bisa diselesaikan," jelas Asfinawati seperti dikutip dari channel YouTube Kompas TV pada Selasa (28/1/2020).
Menurut Asfinawati, sebenarnya para pelanggar HAM bisa dimaafkan jika bisa mengakui kesalahannya.
"Padahal sebetulnya dalam KKR itu Komisi Kebenaran Rekonsiliasi tokoh-tokoh atau orang yang melakukan bukan aktor sebenarnya itu bisa dimaafkan."
"Kalau dia membuat pengakuan dengan itulah permasalahan HAM kita bisa selesai. Kita bisa tahu ternyata ini pelaku utamanya ini," jelas Asfinawati.
Selain itu, Asfinawati mengungkapkan bahwa tindakan-tindakan kasar dari aparat penegak hukum juga merupakan tindakan pelanggaran HAM.
"Kembali lagi persoalan Hak Asasi Manusia di Indonesia ini jangan dipersempit hanya di masa lalu, ada banyak sekali tindakan represif aparat menangkap, memukul orang yang berdemonstrasi," ungkap Asfinawati.
"Itu disiksa dan lain-lain itu datanya banyak sekali loh," imbuhnya.
Lantas, Asfinawati kembali mengungkit janji Jokowi pada kampanye periode pertamanya pada 2014 yang tertuang dalam Nawa Cita.
Di dalam Nawa Cita itu juga terdapat janji Jokowi untuk menyelesaikan permasalahan Hak Asasi Manusia.
"Pertama yang harus kita ingat Pak Presiden Jokowi itu di periode pertama berjanji sehingga bisa dipilih dengan dokumen Nawa Cita."
"Dan di dokumen Nawa Cita dia menjanjikan akan menyelesaikan pelanggaran HAM yang masa lalu dan melakukan berbagai pemenuhan Hak Asasi Manusia," ungkapnya.
(TribunWow.com/Brigitta Winasis/Mariah Gipty)