Konflik RI dan China di Natuna
Susi Pudjiastuti Angkat Bicara soal Illegal Fishing: Bukan Masalah Kedaulatan, Tak Ada Urusan Perang
Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti berharap pemerintah konsisten dan bersikap tanpa kompromi terhadap penangkapan ikan ilegal.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, berharap pemerintah konsisten dan bersikap tanpa kompromi terhadap penangkapan ikan ilegal (illegal fishing).
Dikutip TribunWow.com, menurut Susi Pudjiastuti penangkapan ikan secara ilegal bukan masalah kedaulatan.
Pernyataan itu disampaikan Susi Pudjiastuti dalam diskusi bertajuk "Sengketa Natuna dan Kebijakan Kelautan" di Kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
• Sikapi Polemik Natuna, Sandiaga Uno Minta agar Lebih Tenang: Sudah Jadi Perbincangan Panas Dunia
"Illegal fishing di ZEE Indonesia bukan masalah kedaulatan, jadi semestinya tidak ada urusan mau perang, mau apa, ya penegakan hukum, hak kita diambil, makanya harus ada penegakan hukum atas kedaulatan kita," kata Susi Pudjiastuti, seperti dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Senin (20/1/2020).
Meskipun demikian, ia menegaskan harus ada penegakan hukum untuk menjaga wibawa negara.
"Jadi salah satu yang terpenting adalah policy yang dijalankan dengan konsisten, tanpa kompromi. Wibawa negara yang akan menjaga negara dari intervensi dan interupsi dari negara lain," jelasnya.
Susi Pudjiastuti menyebutkan patroli rutin di wilayah perairan Natuna dapat mencegah penangkapan ikan secara ilegal.
Ia juga berpendapat penertiban penangkapan ikan adalah hal yang biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.
"Ada yang melanggar ya hukum, tidak perlu drama. It's normal activity job. Kalau ada masuk nyolong, ya tangkap, so simple," kata Susi.
• Kritik Upaya China Kuasai Natuna, Menlu Jepang Toshimitsu Motegi: Jelas Milik Indonesia
Nelayan Pantura ke Natuna
Terkait wacana pengiriman nelayan pesisir utara Jawa ke Natuna, Susi Pudjiastuti tidak setuju dengan rencana tersebut.
Hal itu terkait wilayah perairan Natuna yang berbeda dengan Laut Jawa.
Menurut Susi Pudjiastuti, penggunaan alat penangkap ikan cantrang tidak sesuai dengan kedalaman Natuna yang hanya 60 meter.
"Cantrang kan panjang talinya 6 kilometer. Pasti besar. 60 meter kedalaman (Laut Natuna) ya, habis juga," jelas Susi Pudjiastuti.
Ia juga menyinggung penolakan yang disampaikan nelayan Natuna.
"Saya pikir itu kurang bijaksana akhirnya menimbulkan protes juga dari masyarakat Natuna," tambah Susi.
Susi menyebutkan penangkapan ikan ilegal tidak akan berhenti hanya karena banyak nelayan yang dikirim untuk melaut di Natuna.
"Saya tidak setuju ada yang bilang, kalau mau aman, ya diisi nelayan banyak-banyak. Bukan itu. Kalau mereka mau ambil (ikan), ya tetap ambil," kata Susi Pudjiastuti.
"Saya juga tidak setuju kalau dibilang tidak ada nelayan di Natuna. Lha wong nelayan Natuna yang teriak kalau ada illegal fishing di sana," tegasnya.
Hak Teritorial
Menurut Susi Pudjiastuti, kapal asing berhak untuk melewati ZEE selama tidak mengeksploitasi sumber daya alam, termasuk menangkap ikan.
"Kapal asing masuk, lewati wilayah Natuna Utara, kita tidak boleh melarang. Di atas teritorial adalah hak setiap kapal untuk melewati, tapi tidak untuk lewat sambil nyolong ikan," kata Susi Pudjiastuti.
Ia menambahkan ZEE tidak hanya sangat penting untuk Indonesia, tetapi juga merupakan jalur internasional bagi kapal-kapal asing.
"Tapi, lewat sambil nyuri ikan, ya tegakkan hukum atas mereka. Itu dalam pandangan saya, mestinya tidak sampai menimbulkan keributan atau kehebohan," tegasnya.
Wilayah ZEE termasuk Natuna menjadi penting karena merupakan jalur perlintasan antarnegara dan antarsamudra.
"Natuna tidak ada wilayah high seas (laut lepas). Tidak ada yuridiksi high seas. Natuna jadi penting karena juga jadi daerah yang harus dilewati dari Samudra Hindia, Samudra Pasifik, semua harus melewati," jelas Susi.
• Terima Kunjungan Menlu Jepang, Jokowi Ajak Investasi di Kepulauan Natuna
Tanggapan Wamenlu
Senada dengan pernyataan Susi Pudjiastuti, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Mahendra Siregar, menegaskan tidak ada negosiasi pelanggaran kapal asing di wilayah Natuna.
"Tidak ada negosiasi!" kata Mahendra, dikutip dari Tribunnews.com, Senin (20/1/2020).
Mahendra merujuk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS) pada 1982.
"Posisi kita jelas dan diakui hukum internasional, UNCLOS 82, tidak ada keperluan untuk negosiasi kawasan ZEE Indonesia," jelas Mahendra.
Rapat Komisi I
Komisi I DPR menggelar rapat kerja dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Badan Keamanana Laut (Bakamla), dan TNI.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, rapat dilaksanakan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Menhan Prabowo Subianto, Wamenlu Mahendra Siregar, Sestama Bakamla S Irawan, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto turut hadir dalam rapat kerja tertutup itu.
Menurut Prabowo, rapat akan membahas beberapa agenda, termasuk masalah di Perairan Natuna.
"Materinya saya kira banyak beberapa masalah. Saya kira pasti dibicarakan mungkin Natuna," kata Prabowo, Senin (20/1/2020).
"Pembangunan kekuatan, beberapa masalah. Tapi dengan menteri-menteri lain kan," tambahnya.
Rapat itu dipimpun oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Utut Adianto.
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)