Terkini Internasional
Kisah Tragedi Mekah 1979, Pengepungan Masjidil Haram yang Mengubah Sejarah arab Saudi
Pengepungan itu, tulis Wartawan BBC Eli Melki, mengguncang dunia Muslim ke dasar-dasarnya dan mengubah arah sejarah Saudi.
Editor: Atri Wahyu Mukti
Kebanyakan dari mereka yang mengenalnya, seperti mahasiswa agama Mutwali Saleh, membuktikan kekuatan kepribadiannya dan juga pengabdiannya: "Tidak ada yang melihat pria ini dan tidak menyukainya. Dia aneh. Dia memiliki apa yang disebut kharisma. Dia setia pada misinya dan dia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah, siang dan malam."
Namun, bagi seorang pemimpin agama, dia berpendidikan rendah.
• Sindir PKS soal Poros Beijing Vs Poros Mekah, Jubir PSI: Masih Korupsi Kok Merasa Hebat Wakili Umat
"Juhayman ingin pergi ke daerah-daerah terpencil dan pedesaan tempat tinggal orang Badui," kenang Nasser al-Hozeimi, seorang pengikut dekat.
"Karena bahasa Arab klasiknya [bahasa yang dikuasai oleh semua cendekiawan Islam] lemah dan dia memiliki aksen Badui yang kuat, dia menghindari berbicara kepada audiens yang berpendidikan untuk menghindari ekspos."
Di sisi lain, Juhayman pernah bertugas sebagai tentara di Garda Nasional dan pelatihan militernya -meski belum sempurna- terbukti penting ketika harus mengatur pengambilalihan.
Akhirnya, JSM mulai berbenturan dengan beberapa ulama Saudi dan tindakan keras dilakukan oleh pihak berwenang.
Juhayman melarikan diri ke padang pasir, di mana dia menulis serangkaian pamflet yang mengkritik keluarga kerajaan saudi atas apa yang dia anggap sebagai dekadensi, dan menuduh ulama berkolusi untuk keuntungan duniawi.
Dia meyakini bahwa Arab Saudi telah rusak dan bahwa hanya intervensi surgawi yang dapat membawa keselamatan.
Pada titik inilah ia mengidentifikasi Mahdi sebagai Mohammad Bin Abdullah al-Qahtani, seorang pengkhotbah muda yang bersuara lembut yang dikenal karena tata krama, pengabdian, dan puisi yang baik.
Hadits menyebut tentang seorang Mahdi dengan nama depan dan nama ayah mirip dengan nabi, dan penampilan yang digambarkan memiliki dahi besar dan hidung tipis dan bengkok,
Juhayman melihat semua fitur ini dalam diri al-Qahtani, tetapi orang yang diduga sebagai penyelamat itu terkejut dengan gagasan Juhayman. Karena kewalahan, dia akhirnya hidup menyepi.
Namun, akhirnya, ia keluar dari isolasi dan yakin bahwa Juhayman benar. Dia mengambil peran sebagai Mahdi, dan persekutuan dengan Juhayman semakin erat ketika kakak perempuan Qahtani menjadi istri kedua Juhaiman.
Beberapa bulan sebelum pengepungan, desas-desus aneh menyebar bahwa ratusan orang Mekah dan peziarah telah melihat al-Qahtani dalam mimpi mereka, berdiri tegak di Masjidil Haram dan memegang spanduk Islam.
Pengikut Juhaiman yakin. Mutwali Saleh, seorang anggota JSM, mengenang: "Saya ingat pertemuan terakhir ketika seorang saudara bertanya kepada saya, 'Saudara Mutwali, bagaimana pendapat Anda tentang Mahdi?'
Saya berkata kepadanya, "Maaf, tolong, jangan bicarakan hal ini." Kemudian seseorang berkata kepada saya, 'Anda adalah setan yang pendiam. Saudaraku, Mahdi itu nyata dan dia adalah Muhammad bin Abdullah al-Qahtani."
Di daerah-daerah terpencil tempat ia mencari perlindungan, Juhayman dan para pengikutnya mulai bersiap-siap menghadapi konflik kekerasan yang akan datang. (*)
Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul "Mekah 1979: Pengepungan Masjidil Haram yang mengubah sejarah Arab Saudi"