Terkini Nasional
Ketika Jokowi Meluapkan Kekesalan karena Instruksinya Diabaikan: Tiap Hari Jengkel Jadi Hafal
Pembangunan kilang minyak yang tak kunjung dibangun, membuat Presiden Jokowi merasa kesal.
Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekesalannya akibat instruksinya soal pembangunan kilang minyak tak digubris.
Hal ini disampaikan Jokowi dalam Peresmian Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Perintah Jokowi untuk membangun kilang minyak itu bukan tanpa maksud yang tak jelas.
• Soroti Pembangunan Kilang Minyak Pertamina, Politisi Nasdem Beri Tantangan pada Ahok: Berani Enggak
Ia ingin dengan kilang minyak yang dibangun sendiri oleh Indonesia, tak perlu lagi mengadakan impor petrokimia.
"Masa kita sudah 34 tahun enggak pernah melakukan pembangunan kilang minyak, kalau kita bisa membangun itu turunannya banyak sekali, Petrokimia kita enggak usah impor lagi" papar Jokowi, dikutip dari KompasTV, Senin (16/12/2019).
"Impor petrokimia ini gede sekali, Rp 323 triliun impor kita petrokimia."
"Saya kayak gitu-gitu hafal di luar kepala, karena tiap hari jengkel, jadi hafal," kata Jokowi.
Presiden pun menyayangkan hal tersebut, padahal instruksi Jokowi itu sudah disampaikan sejak awal masa jabatannya sebagai presiden tahun 2014.
"Tapi sampai detik ini, dari lima yang ingin kita kerjakan satu pun enggak ada yang jalan," ujarnya.
Untuk merealisasikannya, ia bahkan meminta sejumlah pihak seperti kapolri, kejaksaan agung, dan KPK untuk turut mengawasi.
"Nanti saya minta pak Kapolri untuk ikut nungguin, pak Jaksa Agung ikut nungguin, nanti saya juga minta KPK ikut nungguin sampai rampung," tegas Jokowi.
Presiden juga menyatakan dirinya tak dapat mengecek setiap hari terkait kemajuan dari proyek tersebut.
"Kemarin bilang, pak dua tahun lagi, pak tiga tahun lagi, kan saya enggak ngecek setiap hari kan, enggak selesai satu persen pun," tutur Jokowi.
Lihat video selengkapnya:
• Erick Thohir Temukan Fakta Baru saat Bersih-bersih BUMN, Pertamina Punya 142 Anak Cucu Usaha
Tantangan untuk Ahok
Di sisi lain, Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Kurtubi buka suara soal harapannya terkait posisi Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok di Pertamina.
Diketahui, kini Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, dan mulai melaksanakan tugasnya pada Senin (25/11/2019).
Melalui tayangan YouTube Talk Show tvOne, Minggu (24/11/2019), Kurtubi menantang Ahok untuk berani mengatakan tidak terhadap kebijakan pemerintah.
Mulanya, Kurtubi mengaku mendukung keputusan Erick Thohir menunjuk Ahok sebagai petinggi Pertamina.
Karakter pendobrak yang dimiliki Ahok disebutnya cocok memimpin Pertamina.
"Saya rasa salah satu hal yang perlu digarisbawahi kehadiran Pak Basuki sebagai komisaris utama yang sudah diputuskan oleh pemerintah, sikap jiwa pendobrak, saya dukung itu," jelas Kurtubi.
Sebagai Komisaris Utama Pertamina, Ahok diharapkannya berani menolak kebijakan pemerintah yang menyangkut sumber daya migas.
"Beliau kalau bisa sebagai Komisaris Utama Pertamina bisa mengatakan tidak kepada perintah pemerintah yang menyangkut sumber daya migas utama pembangunan kilang, langsung aja ya," terang Kurtubi.
Lantas, ia pun menyinggung soal pembangunan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur.
Kurtubi menyebut kebijakan tersebut sangat tak efisien.
"Saya di Komisi VII (DPR RI) sudah 5 tahun, pemerintah menugaskan di Pertamina untuk membangun kilang di Bontang, ini salah, salahnya tidak efisien," ungkap Kurtubi.
"Mestinya Komisaris Utama Pertamina mengatakan 'Tidak, mari kita hitung bersama keekonomiannya'," kata Kurtubi.
Lantas, Kurtubi menyebut proyek pembangunan kilang tersebut diyakininya tak efisien.
"Kalau Pertamina diperintahkan bangun kilang di Bontang, mari kita duduk yang saya yakin enggak efisien," terangnya.
Sebab menurutnya, lokasi pembagungan kilang miyak di Bontang itu tak memenuhi syarat dalam ilmu perminyakan.
"Bayangkan kilang dalam teori yang paling dasar ilmu perminyakan, lokasi harus salah satu dekat dengan minyak mentah sebagai bahan baku kilang," ucap Kurtubi.
"Nomor dua dekat dengan konsumen yang membutuhkan BBM, ini tidak dua-duanya kalau di Bontang," imbuhnya.
Lebih lanjut, Kurtubi menyebut anggaran pembangunan kilang miyak tersebut sangat besar.
Untuk itu, ia sangat menyayangkan jika kilang minyak yang dibangun tak efisien.
"Ingat ini investasi (Rp) 14 triliun diputuskan di lokasi yang salah, di perintahkan ke Pertamina untuk bangun," jelas Kurtubi.
"Berani enggak Pak Ahok mengatakan 'Tidak, jangan diteruskan ini mari kita evaluasi bersama keekonomian'," sambungnya.
Lantas, Kurtubi kembali menegaskan bahwa pembagunan kilang minyak di Bontang tersebut tak akan efisien.
"Kalau saya dipaksa menyetujui investasi begitu besar di Bontang ya, sekalipun kerja sama dengan negara-negara Timur Tengah, tidak efisien secara nasional," kata Kurtubi.
"Sebab BBM-nya untuk Indonesia Timur, jarak angkutnya 50 tahun mondar-mandir ke Indonesia Timur," sambungnya.
Ia bahkan juga menyoroti asal bahan baku yang seluruhnya berasal dari luar negeri.
"Bahan bakunya 100 persen impor, catat ini ya," pungkasnya.
(TribunWow.com/Fransisca Mawaski/Jayanti Tri Utami)