Terkini Nasional
Terkait Polemik Izin FPI, Pakar Hukum Tata Negara: Pemerintah Tak Hanya Mengurus, tapi Mengatur
Persoalan mengenai perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI), ditanggapi oleh pakar hukum tata negara, Juanda.
Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Persoalan mengenai perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI), ditanggapi oleh pakar hukum tata negara, Juanda.
Dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Pagi, Sabtu (30/11/2019), Juanda mengatakan dalam kehidupan bernegara, maka harus mau diatur oleh pemerintah.
"Pemerintah berkewajiban tidak hanya mengurus tapi mengatur, artinya mengatur adalah membuat regulasi yang sudah ada," papar Juanda.
• Rocky Gerung Dukung FPI dan Sebut Mereka Punya Hak, Budiman Sudjatmiko: Bung Rocky Juga Ada di Sana
• Ketua PBNU Marsudi Syuhud Tanya Indonesia Sudah Syariah atau Belum, Begini Jawaban Pihak FPI
Regulasi itu termasuk Peraturan Pemerintah tentang ormas.
Juanda menilai, dalam hal pengaturan ketertiban bernegara ini, pemerintah bertugas untuk melihat kelompok ataupun organisasi yang dinilai bertentangan dengan ideologi.
Kendati demikian, di awal Juanda mengatakan, setiap warga punya hak untuk berserikat dan menyatakan pendapatnya.
Ia lalu menyebut, pernyataan Mendagri Tito Karnavian soal alasan di balik lamanya proses penerbitan SKT FPI itu sebagai tindakan yang wajar.
Hal tersebut dikarenakan Tito melakukan tugasnya sebagai pemerintah.
"Ini memang kewajiban pemerintah untuk melakukan biar bisa preventif," ujar Juanda.
Juanda kemudian mengatakan, surat rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Agama untuk FPI yang diberikan kepada Mendagri hanya dinilai sebagai pertimbangan teknis.
"Sehingga dibuatlah satu, apakah pertimbangan sosiologis, pertimbangan yuridis dan seterusnya," ucap Juanda.
Meski begitu, keputusan soal diterbitkannya SKT untuk FPI tetap berada di tangan Mendagri.
"Namun, keputusan akhirnya, ada gongnya di menteri dalam negeri," ucap Juanda.
Lihat video selengkapanya mulai menit ke 0.17:
• Mahfud MD Pertimbangkan Penerbitan Perpanjangan SKT FPI: FPI Punya Hak
• Tim Hukum FPI Tantang Tunjukkan Video Rizieq yang Jelek, Ketua Partai Pernusa: Kalau Dibuka Malu
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan alasan terkait belum terbitnya SKT FPI.
Dikutip dari laman Kompas.com, Kamis (28/11/2019) menurutnya, hal tersebut dikarenakan adanya masalah pada anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) ormas pimpinan Rizieq Shihab itu.

Dalam visi dan misi FPI itu, terdapat penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah dan adanya kata NKRI bersyariah.
"Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di aceh apakah seperti itu?," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Tak hanya itu, Tito juga menyebut dalam AD/ART FPI terdapat pelaksanakan pengawasan.
Tito menilai, selama ini terkadang FPI melakukan penegakan hukum sendiri, misalnya penertiban terhadap sejumlah tempat hiburan ataupun atribut perayaan agama.
Untuk itu, Tito meminta FPI menjelaskan soal pengawasan tersebut.
"Dalam rangka penegakan hisbah. Nah ini perlu diklarifikasi. Karena kalau itu dilakukan, bertentangan sistem hukum Indonesia, enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri," bebernya.
Soal pengamalan jihad dalam visi misi FPI, Tito mengatakan ada banyak arti terkait jihad.
Sehingga dapat menimbulkan multitafsir di kalangan masyarakat.
"Yang terakhir juga mengenai dan pengamalan jihad, jihad banyak arti. Jangan sampai yang di grass root menyampaikan 'oh jihad perang', nah ini harus diklarifikasi," pungkasnya.
• Bukan Hapus NKRI, Ini Konsep Khilafah Menurut FPI, Termasuk Dorong OKI Cetak Mata Uang Sendiri
Tanggapan FPI
Kuasa Hukum FPI, Habib Ali Alatas membeberkan hal apa yang dilakukannya jika ormasnya tak mendapat Surat Keterangan Terdaftar (SKT) tak diperpanjang oleh Pemerintah.
Hal itu diungkapkan Habib Ali Alatas saat hadir dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi pada Selasa (27/11/2019).
Mulanya, Habib Ali Alatas mengatakan bahwa hak untuk berkumpul meski tidak terdaftar dalam pemerintahan itu sudah tercantum pada putusan Mahkamah Konstitusi.
"Perlu dicatat juga bahwa ada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 82 tahun 2013 yang mengatakan bahwa sebenarnya, ormas itu walaupun tidak terdaftar sekalipun, tapi kegiatannya tidak boleh diganggu selama tidak melanggar hukum," jelas Habib Ali seperti dikutip dari Talk Show Tv One.
Kegiatan untuk berkumpul akan tidak jadi masalah jika memang tidak melanggar hukum.
"Selama tidak melanggar hukum artinya kegiatan kita tetap boleh berlanjut," lanjutnya.
Lantas Habib Ali membeberkan perbedaan antara ormas yang terdaftar dengan yang tidak terdaftar.
Jika terdaftar maka ormas itu akan mendapat bantuan dana dari pemerintah.
"Bedanya apa bedanya selama ini yang SKT atau tidak ber SKT itu adalah yang SKT negara punya tanggung jawab."
"Untuk kalau dalam undang-undang salah satunya adalah bentuk bantuan dana gitu," ujar Habib Ali.
Sedangkan, untuk ormas yang tidak memiliki SKT nantinya tidak akan mendapat bantuan dana dari pemerintah.
"Kalau tidak pake SKT itu artinya ya enggak punya fasilitas itu," ungkapnya.
Kendati demikian, Habib Ali menegaskan bahwa selama ini FPI tidak pernah bergantung dana dari pemerintah meski sebelumnya telah terdaftar.
"Tapi selama ini Alhamdulillah kita tidak tergantung pada bantuan dana dari pemerintah," ungkap dia.
(TribunWow.com/Fransisca Mawaski/Mariah Gipty)