Breaking News:

Terkini Nasional

Soal Portal Aduan untuk ASN, Dosen Komunikasi Unpad: Belum Banyak yang Paham soal Ujaran Kebencian

Portal aduan untuk ASN dinilai dapat timbulkan persoalan baru, hal ini disebabkan belum banyak mesyarakat yang paham definisi ujaran kebencian.

Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube KOMPASTV
Dosen Komunikasi Unpad Kunto Adi Wibowo saat paparkan soal definisi ujaran kebencian 

TRIBUNWOW.COM - Pemerintah membuat portal aduan untuk masyarakat agar dapat melaporkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diketahui membuat ujaran kebencian.

Menurut Dosen Komunikasi Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo, masih banyak yang belum paham betul soal ujaran kebencian.

"Masih belum banyak yang tahu tentang ujaran kebencian di masyarakat, jadi kalau saya tanya, apa itu ujaran kebencian? Maka banyak yang memilih mengkritik pemerintah sebagai ujaran pemerintah," papar Kunto Adi

"Sementara memerangi minoritas, memerangi mereka yang tidak seiman dengan saya itu malah bukan ujaran kebencian."

Gara-gara Gebrakan Menteri soal Aturan Baru ASN, Rocky Gerung Debat dengan Budiman Sudjatmiko

Data tersebut ia dapatkan dari hasil risetnya di masyarakat.

Atas fakta yang terjadi di lapangan, Kunto lalu menganggap wajar, jika nantinya laporan yang ada dalam portal aduan ASN berisi tentang kritik ASN, bukan ujaran kebencian sebenarnya.

"Jadi ketika ini dibuka portalnya, maka laporannya akan lebih banyak ujaran kebencian dalam arti kerangka kritik sebenarnya," kata dia.

Sementara itu, menurut peneliti P2B Rocky Gerung, diksi ujaran kebencian datang dari Eropa.

"Jadi ujaran kebencian adalah ujaran yang mengingatkan tentang masa lalu yang membenci," ucap Rocky gerung.

Rocky menilai, mengkritik pemerintah bukanlah suatu ujaran kebencian.

Ia kemudian memberikan beberapa contoh soal ujaran kebencian di Eropa.

"Kalau misal saya bilang 'Yahudi lu', itu ujaran kebencian, karena Yahudi pernah diusir dari Eropa."

"'Dasar perempuan', kata perempuan itu adalah hate speech di Eropa karena ada fenomena nenek sihir di Eropa," papar Rocky.

Menurut Rocky, konteks ujaran kebencian di Indonesia berbeda.

"Jadi di sini itu dipakai untuk sekadar mengamankan kekuasaan," tuturnya.

Soal SKB 11 Menteri, Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko Sebut sebagai Langkah Represif Pemerintah

Untuk itu, Rocky menyarankan untuk memahami lebih dalam soal definisi ujaran kebencian ini.

"Itulah pentingnya belajar tentang etimologis, sejarah dari suatu konsep, ini asal dipasang saja,"

Terkait dengan portal aduan untuk ASN, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan hal tersebut dapat timbulkan kegaduhan baru.

"Orang dapat melaporkan itu objektif, tapi bisa juga subjektif, bahkan bisa sangat politis," bebernya.

M Qodari lalu menyebut ada cara lain untuk mengatasi masalah radikal yang menjangkiti ASN.

"Pertama adalah mengajarkan ajaran-ajaran yang lebih moderat, bukan yang radikal," ujar M Qodari.

"Yang kedua, apa sih tindakan di lapangan, konkretnya apa."

Pembahasan mengenai SKB 11 menteri di program Rosi Kompas Tv
Pembahasan mengenai SKB 11 menteri di program Rosi Kompas Tv (YouTube KOMPASTV)

Ia kemudian menilai pemikiran pemerintah saat ini untuk mencegah radikalisme adalah melakukan larangan termasuk melakukan larangan untuk celana cingkrang dan cadar di kalangan ASN, menurut Qodari semua ini merupakan cara berpikir yang salah.

"Jadi Anda sebagai pembuat kebijakan, buatlah kebijakan, bukan larangan, ini menteri urusannya melarang, menteri itu membuat kebijakan yang bagus, bukan melarang," tegas Qodari diikuti tepuk tangan dari penonton.

Qodari lalu mencontohkan tentang pernyatan yang dibuat oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim tentang guru.

"Menteri Pendidikan, guru anda tugasnya untuk mengajar, mendidik murid supaya potensinya maksimal, karena itu beban-beban Anda kami tanggalkan, bukan melarang guru untuk begini, untuk begitu, tidak," paparnya.

Lihat video selengkapnya mulai menit ke 21.00:

Rocky Gerung Ceritakan Dirinya Lewat Depan Gedung Kemendikbud, Beri Kritikan pada Spanduk Hari Guru

Penerbitan SKB Menteri

Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan SKB 11 menteri mengenai penanganan radikalisme di kalangan aparatur sipil negara.

Dilansir dari laman Kompas.com, Selasa (26/11/2019), SKB tersebut telah terbit sejak pertengahan November lalu.

Poin penting yang harus dipatuhi oleh ASN adalah tidak memberikan pendapat baik lisan maupun tulisan yang mengandung ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah di media sosial.

Terbitnya SKB ini mengindikasikan pemerintah punya perhatian serius pada ASN agar tak mudah terpapar oleh radikalisme.

Tak hanya itu, hal ini juga membuat ASN lebih berhati-hati lagi dalam membuat unggahan di media sosial.

Penerapan SKB ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan memiliki tolok ukur yang tepat.

Namun, penerbitan SKB ini justru menimbulkan polemik dari berbagai pihak.

SKB ini dinilai dapat membuat kebebasan dari ASN itu sendiri terkekang.

Menurut Partai Gerindra, terbitnya SKB tersebut dinilai kurang tepat dalam proses demokrasi di Indonesia.

Hal itu dapat membuat kebebasan pendapat dari warga negaranya yang menjadi ASN menjadi berkurang.

Tak hanya itu, SKB 11 menteri ini dianggap sebagai kemunduran pemerintahan Presiden Joko Widodo-Maruf Amin.

Tanggapan serupa juga disampaikan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

PKS lalu mengingatkan agar aturan tersebut tidak digunakan pemerintah untuk menyingkirkan kelompok-kelompok yang tak sepaham dengan pemerintah di tubuh ASN.

(TribunWow.com/Fransisca Mawaski)

Tags:
Universitas PadjajaranAparatur Sipil Negara (ASN)Rocky GerungM QodariSurat Keputusan Bersama (SKB)Kunto Adi Wibowo
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved