Terkini Nasional
Politisi Gerindra Arief Poyuono Kritik Stafsus Presiden soal Polemik Pemberian Grasi: Model Apaan?
Politisi Gerindra Arief Poyuono kritik staf khusus presiden yang tak pasang badan untuk Jokowi soal grasi.
Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Serangan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) diluncurkan imbas dikabulkannya grasi untuk terpidana korupsi Annas Maamun.
Menanggapi hal ini, justru Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono mengkritisi sikap staf khusus (stafsus) presiden yang dianggapnya tak pasang badan.
"Terkait statement Juru Bicara Presiden Fadjroel Rahman dan Stafsus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono, kok terkesan justru buang badan dalam memberikan penjelasannya terkait keluarnya Grasi Annas Maamun," kata Arief Poyuono seperti yang dikutip dari laman Kompas.com, Kamis (28/11/2019).
• Berikan Grasi pada Napi Korupsi Annas Maamun, Jokowi Singgung soal Kemanusiaan dan Pertimbangan MA
Arief menilai, sudah seharusnya Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Staf Khusus Bidang Hukum tersebut ikut memberikan penjelasan terkait dengan grasi ini.
"Ini juru bicara dan stafsus model apaan. Bukannya membantu malah seakan persoalan ini diserahkan pada Presiden Joko Widodo," kata Arief.
Menurut Arief, dua stafsus ini justru bungkam saat publik ramai membicarakan hal ini.
"Nah kangmas (Jokowi) piye iku jubir dan stafsus kangmas, digaji tapi kok enggak bisa membantu kangmas ya," kata dia lagi.
(Mas Jokowi bagaimana itu, jubir dan stafsusnya, digaji kok tidak bisa membantu Anda ya).
Namun, Arief juga mengatakan tidak ada yang salah dari pemberian grasi ini.
"Jadi enggak perlulah grasi yang diberikan pada pelaku tindak pidana korupsi dipermasalahkan apalagi sampai dipolitisasi seakan-akan Joko Widodo tidak pro-pemberantasan korupsi," ujar dia.
Sementara itu, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman saat dikonfirmasi soal grasi ini mengatakan untuk mengonfirmasi pada Kemenkumham.
"Mohon ditanyakan dulu ke Menkumham," kata Fadjroel saat dihubungi melalui lewat pesan singkat.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono juga mengatakan dirinya belum mendapat informasi mengenai grasi ini.
• ICW Ragukan Komitmen Jokowi soal Antikorupsi karena Beri Grasi ke Annas Maamun: Ingkar Janji
Seperti yang diketahui, Presiden Joko Widodo membeberkan sendiri alasan di balik pemberian grasi ini.
Ia mengatakan, grasi diberikan setelah mendapat pertimbangan dari pihak yang berwenang yaitu Mahkamah Agung (MA).
"Kenapa itu diberikan? Karena dari pertimbangan MA (Mahkamah Agung) seperti itu, pertimbangan dari Menko Polhukam juga seperti itu," beber Jokowi seusai melepas kontingen SEA Games 2019 di Istana Bogor, Rabu (27/11/2019).
Tak hanya itu, ada alasan lain yang menjadi pertimbangan presiden dalam pemberian grasi ini.
"Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit sakitan terus. Sehingga, dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," kata Jokowi.
Saat ditanya mengenai komitmen pemberantasan korupsi yang nantinya akan dikhawatirkan oleh masyarakat, Jokowi mengatakan grasi hanya diberikan sesekali.
"Nah kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, itu baru, silahkan dikomentari," jawab Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi juga mengatakan tidak semua grasi yang diajukan dapat dikabulkan oleh presiden.
"Tidak semua yang diajukan kepada saya itu dikabulkan, coba dicek, berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun, yang dikabulkan berapa, dicek betul," ucap Jokowi.
Dikutip dari laman Kompas.com, Rabu (27/11/2019), permohonan grasi yang diajukan oleh Annas Maamun dikabulkan oleh presiden.
Masa tahanan Annas dikurangi satu tahun, hal ini diungkapkan oleh Kepala bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Ade Kusmanto.
"Grasi yang diberikan Presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 (tujuh) tahun menjadi pidana penjara selama 6 (enam) tahun," kata Ade Kusmanto.
Keputusan Jokowi dalam memberikan grasi pada Annas tertuang pada Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 yang dikeluarkan pada 25 Oktober lalu.
Seusai diberikan grasi, Annas dijadwalkan keluar dari Lapas Sukamiskin pada 3 Oktober 2020.
Apabila grasi tidak dikabulkan, seharusnya Annas menjalani hukuman hingga 3 Oktober 2021.
Dalam surat permohonannya itu, Annas mengaku dirinya menderita berbagai gangguan kesehatan.
Menurut keterangan dokter, Annas menderita penyakit PPOK (COPD akut), dispepsia sydrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas.
"Berdasarkan Pasal 6A Ayat 1 dan 2 UU Nomor 5 Tahun 2010, demi kepentingan kemanusiaan, Menteri Hukum dan HAM berwenang meneliti dan melaksanakan proses pengajuan grasi tersebut," ujar Ade.
Namun Ade mengatakan, keputusan grasi ini kembali pada presiden dengan memperhatikan keputusan dari Mahakamah Agung (MA) dan Menkumham.
Annas dihukum akibat kasus korupsi alih hutan di Riau sebesar Rp 5 miliar.
Saat terkena tangkap tangan KPK, ia masih menjabat sebagai Gubernur Riau pada 2014.
Pria berusia 79 tahun itu kemudian divonis penjara selama tujuh tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Bandung.
(TribunWow.com/Fransisca Mawaski)