Breaking News:

Kasus First Travel

Pengacara Pihak First Travel Beberkan Kliennya akan Kembalikan Dana ke Jamaah

Pihak First Travel mengungkapkan akan mengajukan peninjauan kembali (PK), pengembalian uang pada jemaah jadi poin penting.

Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Claudia Noventa
YouTube Indonesia Lawyers Club
Pengacara First Travel, Pahrur Dalimunthe 

TRIBUNWOW.COM - Pengacara First Tavel, Pahrur Dalimunthe menyatakan kliennya setuju untuk mengembalikan dana ke jamaah yang dirugikan.

Hal ini diungkapkannya dalam tayangan YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (19/11/2019).

Pahrur Dalimunthe mengatakan saat ini pihaknya sedang dalam upaya mengajukan peninjauan kembali (PK).

Ini Solusi Wasekjen MUI Zulkarnain untuk Kisruh Aset First Travel: Islam Sudah 14 Abad Lakukan Itu

"Jadi salah satunya adalah meminta untuk dana jamaah dikembalikan kepada yang berhak sesuai dengan perundang-undangan," papar Pahrur.

Dalam PK tersebut, Pahrur Dalimunthe mengatakan terdapat beberapa hal yang diajukan.

Poin pertama adalah pengembalian uang pada jemaah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Kedua, pihak First Travel menganggap kasus tersebut adalah kasus perdata.

"Masalahnya adalah, kami melihat saat kita mulai membuka bukti-bukti yang lama, ini mekanisme pembuktian terbalik di tingkat pertama tidak berjalan," beber Pahrur.

Ia kemudian menjelaskan alasan mengenai konsumen First Travel yang tidak jadi berangkat ke tanah suci.

"Kalau kita lihat ini jemaah-jemaah yang terlambat itu sesuai perjanjian antara jemaah dan klien kami, itu diperbolehkan reschedule selama lima kali," ujar Pahrur Dalimunthe.

"Saat kejadian di Januari 2017, tidak ada satu jemaah pun yang di-reschedule lebih dari lima kali, bisa ditanya pada 63 ribu jemaah."

"Tapi kenapa terlambat? Visanya saat itu dihambat," jelas Pahrur Dalimunthe.

Mengaku Pengusaha hingga Advokat, Ini Tangapan Barbie Kumalasari saat Disebut Halu oleh Netizen

Pahrur Dalimunthe kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai permasalahan ini.

"Hingga akhirnya bergulir-bergulir mereka mencoba untuk menyelesaikan masalah visa, kemudian akhirnya baru muncullah sanksi dari Kementerian Agama," jelas Pahrur.

Ia lalu mengklaim, sebelum adanya sanksi dari Kementerian Agama, terdapat perjanjian antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan First Travel yang menyatakan First Travel menyanggupi untuk memberangkatkan para jemaah.

"Karena secara keuangan, masih sehat saat itu," sebut Pahrur.

Sementara itu, korban First Travel, Asro Kamal Rokan yang juga hadir dalam acara ILC membantah pernyataan Pahrur mengenai kendala visa.

"Tadi disampaikan soal visa, pengalaman saya, itu kita dijanjikan dari Desember 2016 samapi Maret 2017, itu apa kita dihubungi? Enggak," tegas Asro.

Saat itu, Asro Kamal Rokan beserta seluruh jemaah sudah datang menemui pihak First Travel mengenai kejelasan keberangkatan mereka.

First Travel pun berjanji untuk memberangkatkan mereka.

Namun pada Maret 2017, Andika Surahman, pemilik First Travel menerbitkan surat.

"Kalau mau berangkat, boleh tetap, kalau tidak, kami akan kembalikan uang jemaah 100 persen, lalu apakah itu berkaitan dengan visa? Orang kita enggak dihubungi," ujar Asro.

DAFTAR Identitas Korban SMK 1 Miri di Sragen Ambruk Diterjang Puting Beliung, Puluhan Luka-luka

Lihat video selengkapnya mulai 0.15:

Divonis Hukuman Penjara Puluhan Tahun dan Denda 10 M, Pasangan Bos First Travel Ajukan Banding

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (20/11/2019), Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk tidak mengembalikan barang bukti pada perkara penipuan kepada jemaah yang dilakukan oleh pemilik biro perjalanan First Travel.

MA menyatakan barang bukti yang disita merupakan benda-benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, mengatakan, jika korban yang ditimbulkan hanya berjumlah satu orang, maka barang yang disita di pengadilan dapat dikembalikan.

Sementara dalam kasus First Travel ini, korban berjumlah sangat banyak.

"Sementara First Travel kan tidak ada yang dihadirkan di persidangan, ribuan itu 'uangku berapa, daftar lewat siapa, buktinya mana', ada tidak yang menunjukkan itu," kata Abdullah.

"Saksinya apa didatangkan semua, ribuan itu."

"Nah, sekarang seandainya diserahkan, diserahkan ke siapa, jemaah yang mana, bagaimana cara membaginya, siapa yang berani mengatasnamakan kelompok itu kira-kira?" tuturnya.

Putusan itu mengacu pada Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP.

Dalam pasal tersebut menyebutkan:

(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.

(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.

(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

DAFTAR Identitas Korban SMK 1 Miri di Sragen Ambruk Diterjang Puting Beliung, Puluhan Luka-luka

Atas putusan itulah, pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Gumarsih angkat suara.

Menurutnya, uang tersebut bukanlah uang negara, melainkan uang masyarakat.

"Uang itu uang siapa? Uang negara atau uang swasta atau masyarakat atau perorangan. Kalau uang negara kembali ke negara, kalau bukan uang negara yang harus ke pemilik awalnya," kata Yenti kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).

Wakil Presiden Maruf Amin juga ikut mengomentari terkait kasus ini.

Menurutnya, uang hasil pencucian uang First Travel harus dikembalikan pada jemaah dengan seadil-adilnya.

"Asetnya disita ya harus dikembalikan ke jemaah. Caranya adil, yang penting itu prinsipnya adil," ujar Maruf Amin seperti yang dikutip dari Tribunnews, Rabu (20/11/2019).

"Dari jumlah dana yang dikumpulkan oleh First travel itu masing-masing berapa persen, kalau dihitung dana yang terkumpul berapa persen per orang itu harus adil."

Terkait dengan polemik ini pula, Jaksa Agung ST Burhanuddin berjanji akan berusaha mengembalikan aset korban First Travel.

Hal ini dikarenakan jaksa sudah menuntut pengembalian barang bukti yang disita tersbut pada korban.

Kejaksaan Agung pun juga berencana mengajukan PK untuk ikut memperjuangkan hak korban First Travel itu.

Meski begitu, putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan larangan bagi jaksa untuk mengajukan PK.

"Ini untuk kepentingan umum. Kita coba ya. Apa mau kita biarkan saja?," ujar Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2019).

Tak hanya First Travel dan Kejaksaan Agung yang akan mengajukan PK.

Pihak korban juga akan mengajukan PK dalam waktu dekat.

Hal ini diungkapkan oleh Chief Communication DNT Lawyers, Dominique.

Ia juga menyatakan pengajuan ini sejalan dengan pernyataan Jaksa Agung yang menyebut putusan kasasi tersebut bermasalah.

Tak hanya itu, pihaknya juga menemukan kekeliruan majelis hakim tingkat pertama dalam putusan perkara itu.

Dminique menilai, berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU jo Pasal 46 KUHAP, asset hasil tindak pidana dapat dikembalikan kepada yang berhak.

"Kami sepakat dengan pernyataan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin yang menyatakan Putusan Kasasi First Travel bermasalah," ungkap Dominique dalam keterangan tertulis, Selasa (19/11/2019).

Seharusnya secara hukum, aset barang bukti pada kasus ini diserahkan kepada korban.”

Pihaknya juga akan mendukung langkah Kejagung untuk menunda proses eksekusi.

Walaupun demikian, pihaknya tetap akan mengajukan permohonan penundaan eksekusi pada Kejaksaan Negeri Depok secara formal.

(TribunWow.com/Fransisca Mawaski)

Tags:
PernikahanTribunWow.comWanita
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved