Perppu UU KPK
Kritisi KPK, Arteria Dahlan Malah Diskakmat Peneliti ICW hingga Dimintai Bukti: Pembohongan Publik
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan terlibat perdebatan dengan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan terlibat perdebatan dengan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.
Perdebatan keduanya terjadi dalam acara 'DUA SISI' yang diunggah channel YouTube Talk Show tvOne, Kamis (7/11/2019).
Sebelum terjadi perdebatan, Arteria Dahlan meminta semua pihak untuk tak lagi memperdebatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab, Perppu KPK tersebut telah berlaku meskipun tak ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
• Tidak Ada Penindakan setelah UU KPK Berlaku, ICW: Jangan-jangan Ini yang Diinginkan
• Ibaratkan KPK bak Tubuh yang Dimutilasi, Pegiat Antikorupsi: Tetap Berjalan tapi Apa Faedahnya
"Saya pertama jadi kita enggak perlu debat lagi, jalanin undang-undangnya aja," ucap Arteria Dahlan.
Lantas, Arteria meminta semua pihak untuk tak berasumsi terlalu dini terhadap Dewan Pengawas KPK yang segera dipilih oleh Jokowi.
"Kita enggak boleh berasumsi, karena ini kan dewan pengawasnya belum hadir," terang Arteria.
"Kemudian permohonan sita, geledah, sadap, belum pernah juga, karena memang (dewan pengawas) baru ada 21 Desember (2019), tunggu lah sebentar," sambungnya.
Ia juga menyinggung soal sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang tak mengenal adanya dewan pengawas.
"Kemudian, criminal justice system tidak mengenal dewan pengawas tapi pakai pengadilan negeri, ya ini yang kami mau," terang Arteria.
"Makanya dibaca memori DPR, DPR sejak awal mengatakan tidak perlu ada dewan pengawas, kalau mau sadap-sadap begini."
Lebih lanjut, Arteria menyebut KPK selalu berpikiran negatif terhadap hakim pengadilan negeri.
Menurutnya, KPK selalu beranggapan bahwa hakim dapat disuap.
"Minta izin lah ke pengadilan negeri, tapi KPK-nya mengatakan nanti kalau pengadilan negeri hakimnya disuap," ucap Arteria.
Mendengar pernyataan tersebut, Peneliti ICW Donal Fariz pun memberikan bantahannya.
Donal Fariz menyebut KPK tak pernah menyampaikan pernyataan tersebut.
"Enggak ada yang bilang begitu, jangan melakukan pembohongan publik," jelas Donal.
"KPK tidak ada pernah mengatakan, ada handphone Anda coba tunjukkan pernyataan KPK yang menyatakan demikian."
Namun, Arteria enggan menunjukkan bukti atas ucapannya tersebut.
"Udah lah, nanti kita ada rekaman di persidangan pengadilan, kamu yang bohong, kalau kamu enggak tahu, sebentar saya ngomong dulu," kata Arteria menyela pernyataan Donal Fariz.
"Tapi gini aja, penyataannya tolong dibuktikan," sahut Donal Fariz.
• Sulit atau Mudah? Kontradiksi Pernyataan Pemerintah dan KPK soal Kasus Penyerangan Novel Baswedan
• Jawaban Jokowi soal Isu Ahok dan Antasari Azhar Jadi Dewan Pengawas KPK, Siapa yang akan Dipilih?
Tak terima dengan pernyataan Donal Fariz, Arteria lantas menyebutnya hanya terlihat intelek.
"Pasti, ini orang seolah-olah intelek, ngomong macam-macam padahal enggak tahu faktanya," ujar Arteria.
Lantas, Arteria menyebutkan beberapa lembaga yang juga meminta izin kepada pengadilan negeri sebelum melaksanakan tugas.
"Ini jelas banget saya katakan, bayangkan BNN Narkotika, BNPT yang teroris, kemudian Densus 88, kemudian banyak BIN sekalipun bisa minta izin cukup ke ketua pengadilan negeri," ucap Arteria.
"Kok kamu enggak percaya (hakim pengadilan negeri)? Narkotika enggak ada yang bocor, terorisme juga ketangkap semua," imbuhnya.
Ia menambahkan, banyak pihak yang berprasangka buruk kepada pengadilan negeri.
"Tapi semua kan berprasangka buruk bahwa hakim disuap dan bisa dibayar, ini faktual, kita enggak pernah bohong ya," terang Arteria.
Mendengar pernyataan itu, Donal Fariz justru tertawa.
Simak video selengkapnya menit 3.55:
Jokowi Tak akan Keluarkan Perppu UU KPK
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan, tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (4/11/2019), Jokowi mengatakan dirinya menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi.
"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Ia menambahkan, dalam kehidupan bernegara harus mengedepankan sopan santun.
"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia.
Pernyataan Jokowi soal Perppu UU KPK tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan penerbitan Perppu UU KPK tidak perlu menunggu proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya eksekutif dan Mahkamah Konstitusi tidak akan saling bersinggungan dalam pembuatan Perppu
"Apakah tergantung dengan proses di MK? Tidak, kenapa? Karena jalurnya presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif dengan Mahkamah Konstitusi cabang kekuasaan yudikatif tidak bersentuhan dalam soal pembuatan Perppu," kata Bivitri.
Bivitri mengatakan alasan yang dibuat oleh Jokowi kesannya seperti dibuat-buat.
Ia menilai proses di MK dan kebijakan Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu UU KPK tak berkaitan.
"Nah jadi kalau misalnya argumennya adalah mau menunggu proses di MK, itu keliru. Itu suatu pernyataan keliru dan menyesatkan dan kesannya terlalu mengada-ada," kata dia.
Jokowi sempat menyatakan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu.
Itu dikatakan Jokowi setelah bertemu dengan sejumlah tokoh di Istana, Senin (26/9/2019) atau sekitar satu bulan sebelum dilantik sebagai presiden pada periode kedua.
"Akan kami kalkulasi, kami hitung, pertimbangkan terutama dalam sisi politiknya," kata Jokowi.
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami/Anung Malik)