Kabinet Jokowi
Bahas soal RUU KUHP, Mahfud MD: Enggak Mungkin Langsung Setuju Semua
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Indonesia memiliki penduduk yang banyak dan plural, tidak mungkin semuanya langsung setuju dengan RUU KUHP
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD turut angkat bicara soal polemik RUU KUHP.
Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Talk Show tvOne, Selasa (5/11/2019), Mahfud mengatakan tidak mungkin semura orang langsung setuju dengan RUU KUHP.
Mahfud MD mulanya membahas bagaimana RUU KUHP akan diurus oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Kemenkumham nantinya akan mengurus RUU KUHP untuk dibawa ke DPR dan dimasukkan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
• Dinar Candy Soroti Sebuah Pasal RKUHP dan Minta Tak Disahkan karena Takut Jadi Pengangguran
"RUU KUHP itu penjurunya nanti Kemenkumham," jelas Mahfud.
"Nah di sini (Kemenkumham) nanti akan mengontrol agar itu betul-betul segera dibawa ke DPR, dimasukkan ke Prolegnas tahun pertama dan dibahas," jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan persoalan KUHP tidak rumit.
Ia mengatakan demikian karena sudah jelas mana pasal-pasal yang menjadi masalah.
"Saya kira tidak terlalu sulit ya KUHP itu," kata Mahfud.
"Karena kontroversinya sudah jelas," tambahnya.
Menurut Mahfud semua tergantung pemerintah, ingin memilih yang mana.
"Tinggal pilihan politik hukumnya apa, kan ada 11 masalahnya," jelas dia.
Mahfud mengatakan akan lebih mudah menyelesaikan RUU KUHP.
"Menurut saya akan lebih mudah penyelesainnya karena pilihan," jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan kalau masyarakt masih tidak puas dengan pilihan politik tersebut, masyarakat berhak mengadu ke MK.
"Kalau sudah pilihan politik itu masih rakyat tidak puas, ya ke Mahkamah Konstitusi (MK)," jelas Mahfud.
Menanggapi pernyataan presenter talk Show Tvone soal meredam gejolak yang terjadi di masyarakat, Mahfud mengiyakan hal tersebut bukan sesuatu yang mudah.
"Bukan hal mudah," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan menunggu kesepakatan semua orang untuk membuat undang-undang itu mustahil.
"Menunggu kesepakatan semua orang membuat undang-undang itu tidak mungkin," jelas dia.
Masyarakat Indonesia yang begitu banyak dan plural diatur dengan satu undang-undang, Mahfud mengatakan mustahil semua masyarakat langsung setuju.
"Karena indonesia itu 250 juta penduduk lalu diatur dengan satu undang-undang, sementara begitu multikultural begitu plural, enggak mungkin langsung setuju semua," tambahnya.
Menangani hal tersebut, maka ada suatu proses hukum yang dibuat untuk mewakili suara rakyat Indonesia yang begitu banyak.
"Yasudah kan harus ada proses hukum, proses hukum itu kan proses eklektisasi, jadi pendapat yang banyak di eklektisasikan di sini di lembaga legislatif bersama pemerintah," kata Mahfud.
• Bahas soal RKUHP, Fahri Hamzah Ceritakan Pengalamannya Dilaporkan atas Tuduhan Hina SBY
Hasil dari suara-suara yang telah diwakilkan melalui eklektisasi itulah yang nantinya menjadi hukum nasional.
"Nah hasil eklektiksasi inilah menjadi hukum nasional," tambahnya.
Mahfud kemudian mengatakan hasil dari eklektiksasi tersebut harus disepakati
"Jadi harus disepakati apa yang merupakan produk eklektik ini," jelasnya.
Mahfud mengatakan bagi mereka yang tidak setuju dengan proses yang telah berjalan, mempersilakan mereka untuk mengadu ke MK.
"Enggak setuju mekanisme konstitusi mengatur, kamu menganggap ini salah, oke bawa ke MK," kata Mahfud.
Video selengkapnya dapat dilihat mulai menit 10.20
Mahasiswa Demo RKUHP
Aksi demo mahasiswa menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-undang KPK belum berhenti.
Aksi demo kembali terjadi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Senin (30/9/2019).
Menurut pengakuan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sultan Riavadi menjelaskan bahwa tuntutan mereka masih sama.
Namun, ada satu tuntutan tambahan dalam aksi demo kali ini.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (30/9/2019) mereka menuntut pertanggungjawaban korban-korban aksi demo sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, aksi demo sebelumnya yang terjadi di beberapa lokasi membuat ratusan mahasiswa luka-luka bahkan dua di antaranya meninggal dunia.
"(Tuntutan) masih sama, tapi ada tambahan soal kemanusiaan. Kami menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas korban-korban aksi," kata Sultan Rivaldi saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/9/2019) pagi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Presiden Mahassiswa Trisakti, Dinno Ardiansyah.
Dino Ardiansyah menjelaskan bahwa tuntutan demo masih sama.
Mereka menolak berlakunya RKUHP dan UU KPK yang dianggap merugikan rakyat Indonesia.
"Tuntutan kami sama kayak kemarin iya, kita menolak RUU bermasalah dan kita tetap menolak UU KPK yang telah disahkan," kata Dinno Ardiansyah Sabtu (28/9/2019).
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tengah berusaha mewujudkan tuntutan mahasiswa.
Jokowi menjelaskan, pihaknya sudah mendengar dan memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat terkait RKUHP dan UU KPK.
"Kita mendengar kok, sangat mendengar. Bukan mendengar, tapi sangat mendengar," ucap Jokowi di Istana Bogor, Senin (30/9/2019).
Usaha pemerintah untuk memenuhi tuntutan tersebut antara lain menunda RKUHP serta tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.
Sehingga, mantan Wali Kota Solo ini merasa kritik dan protes dari masyarakat merupakan hal yang lumrah terjadi.
"Enggak apa-apa, konstitusi kita kan mmberikan kebebasan untuk mnyampaikan pendapat," ucapnya.
• Soal RKUHP dan UU KPK Disebut Tak Sepenuhnya Mewakili Rakyat, Fahri Hamzah: Hati-hati Provokasi
Lalu, ia juga tidak ingin demonstrasi diwarnai kerusuhan, apalagi merusak fasilitas umum.
"Yang paling penting jangan rusuh, jangan anarkis, sehingga menimbulkan kerugian. Jangan sampai ada yang merusak fasilitas-fasilitas umum, yang paling penting itu," katanya.
Diketahui ada tujuh tuntutan yang disampaikan para mahasiswa dalam aksi unjuk rasanya.
Tujuh tuntutan tersebut yakni meminta agar DPR RI membatalkan draf RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, dan RUU Pemasyarakatan.
Selain itu mahasiswa juga meminta agar DPR RI segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Masyarakat Adat.
Para mahasiswa juga menuntut agar presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut Undang-undang (UU) KPK dan UU Sumber Daya Air.
Tidak hanya meminta pemerintah menyelesaikan permasalahan RUU.
Mahasiswa juga menuntut adanya kesejahteraan masyarakat dengan menjamin pemberian layanan kesehatan BPJS secara baik.
Mereka juga meminta pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu dan masa kini.
Pada aksi unjuk rasa itu, para mahasiswa meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk bertanggung jawab sebagai kepala negara.
Para mahasiswa itu mengacam akan pergi ke Jakarta bila tidak mendapat respon dari Jokowi.
"Menurut kami satu-satunya cara ya aksi turun ke jalan, menuntut Presiden Joko Widodo bertanggungjawab," ucap perwakilan orasi Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unes), Erlina (22).
"Kalau misal (nanti) presiden tidak merespons, tidak menutup kemungkinan massa akan ke Jakarta secara serentak. Hari ini sebagian massa sudah bergerak ke Jakarta ikut serta menyuarakan tuntutan," tambahnya.
(TribunWow.com/Anung Malik/Mariah Gipty)