Kabinet Jokowi
Soal Prabowo Jadi Menteri, PDIP Maklumi Banyak yang Menolak: Kami yang Berkeringat, Dia yang Nikmati
Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pariera memberikan tanggapannya terkait Partai Gerindra yang hampir pasti akan menjadi menteri.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pariera memberikan tanggapannya terkait Prabowo Subianto yang hampir pasti akan menjadi menteri.
Andreas memaklumi banyak pihak yang mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menarik Prabowo Subianto ke dalam Kabinet Kerja Jilid II.
Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikan Andreas dalam acara 'FAKTA' yang diunggah kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (21/01/2019).
• Prabowo Subianto Siap Jadi Menteri Jokowi, Oposisi Disebut akan Makin Lemah
• Prabowo Subianto Urus Pertahanan, Edhy Prabowo Jadi Menteri Pertanian? Berikut Alasannya
Andreas menyatakan, satu di antara pertimbangan Jokowi menarik Prabowo dalam koalisi adalah untuk kestabilan pemerintahan.
Seperti diketahui, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku diminta menjadi Menteri Pertahanan oleh Jokowi.
"Lebih baik saya membangun kekuatan politik yang majority untuk menjalankan pemerintahan yang lebih stabil," ucap Andreas.
Ia lantas menyinggung tentang perbedaan stabilitas politik di berbagai negara.
"Saya kira pertimbangannya itu, kan realita politik di tiap negara beda-beda," kata Andreas.
Menurutnya, kini Indonesia sedang dalam tahap membangun demokrasi.
"Kita baru di dalam proses membangun suatu demokrasi yang saya harus katakan kita masih mencari bentuk," imbuhnya.
Andreas memaklumi banyak pihak yang memiliki pemikiran buruk atas keputusan Jokowi menjadikan Prabowo sebagai menteri.
"Saya kira manusiawi kalau ada yang berkata bahwa kami yang berkeringat, terus kemudian dia (Gerindra) ikut menikmati, itu sangat manusiawi," ucapnya menambahkan.
Menurut Andreas, kini waktunya Jokowi memberikan penjelasan terkait keputusan memasukkan Prabowo dalam kabinet baru.
"Justru itu, saya kira poinnya bahwa pemimpin harus meyakinkan bahwa kenapa saya harus membuat keputusan seperti ini, dalam hal ini Pak Jokowi, karena hak prerogatif ada di presiden," ujarnya.