Breaking News:

Pelantikan Jokowi dan Maruf Amin

Polisi Ungkap Upaya Penggagalan Pelantikan Presiden, dari Bom Katapel, Monyet, hingga Abdul Basith

Polisi membongkar keberadaan kelompok yang merencanakan aksi untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden RI. Apa saja?

KOMPAS.com/RINDI NURIS VELAROSDELA
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019). 

TRIBUNWOW.COM - Polisi membongkar keberadaan kelompok yang merencanakan aksi untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden RI terpilih di gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, hari Minggu (20/10/2019) lalu.

Kali ini, kelompok yang tergabung dalam grup WhatsApp bernama F itu akan menggunakan bahan peledak berupa " peluru katapel" atau bom katapel untuk menggagalkan pelantikan.

Peluru katapel adalah bahan peledak yang menggunakan katapel kayu atau besi serta bola karet.

Sosok Pangeran Abdul Mateen dan Putri Eswatini yang Curi Perhatian di Pelantikan Jokowi-Maruf

Bola karet yang berisi bahan peledak itu akan dilempar ke dalam gedung DPR/MPR RI saat acara pelantikan berlangsung.

Kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.

Sebelumnya terungkap, Abdul Basith terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat kerusuhan di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 24 September lalu serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September.

Kata ICW soal Korupsi yang Tak Disinggung dalam Pidato Pelantikan: Tak Jadi Prioritas

6 Tersangka Ditangkap, Salah Satunya Ibu Rumah Tangga

Polisi menangkap enam tersangka terkait perencanaan bom katapel tersebut, masing-masing berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, keenam tersangka memiliki peran yang berbeda-beda dalam merencanakan aksi peledakan.

Tersangka SH merupakan mantan pengacara.

Dia berperan sebagai pencari dana untuk membuat bom ketapel, menyediakan ketapel jenis kayu dan besi, dan membuat grup WhatsApp guna koordinasi perencanaan aksi.

"Peluru ketapel itu nantinya digunakan untuk menyerang aparat (di gedung DPR RI)," ungkap Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin kemarin.

Tersangka kedua berinisial E merupakan ibu rumah tangga.

Dia ditangkap di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.

Tersangka E, menurut Argo, berperan sebagai orang yang menyediakan sebuah rumah khusus untuk dijadikan tempat pembuatan 'peluru katapel' serta membiayai pembuatannya.

Saat diamankan, tersangka E tengah membuat bom katapel bersama tersangka SH.

Tersangka ketiga, FAB seorang wiraswasta.

Prabowo Berlari Kecil Hindari Wartawan setelah Pelantikan Jokowi-Maruf, Petinggi Parpol Tertawa

Dia berperan untuk membuat bom katapel, menyediakan tempat untuk pembuatan bom ketapel itu, hingga mendanai pembuatan bahan peledak.

Menurut keterangan polisi, tersangka FAB telah memberikan uang senilai Rp 1,6 juta kepada tersangka SH untuk pembuatan bom katapel.

Tersangka keempat adalah RH yang ditangkap di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Dia berperan membuat katapel dari kayu yang nantinya dijual ke tersangka SH.

Dia menjual sebuah katapel kayu seharga Rp 8.000.

Sementara itu, tersangka SH telah memesan 200 katapel kayu kepadanya.

Tersangka selanjutnya berinisial HRS yang ditangkap di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Dia berperan sebagai penyandang dana pembuatan bom katapel.

Tersangka HRS diketahui telah memberikan uang senilai Rp 400.000 kepada tersangka SH.

Tersangka terakhir yang diamankan adalah PMS. Dia berperan sebagai orang yang membeli katapel dan karet katapel secara online.

"Saat ditangkap, yang bersangkutan (tersangka PSM) berusaha lari dengan memanjat atap rumah," ujar Argo.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.

Merencanakan aksi lepas monyet

Selain menggunakan bahan peledak jenis bom katapel, kelompok itu juga merencanakan aksi pelepasan monyet di gedung DPR/MPR RI dan Istana Negara saat pelantikan.

Bahkan, menurut Argo, kelompok itu telah menyiapkan 8 ekor monyet yang akan dilepas.

"Ada juga ide dari kelompok ini yaitu melepas monyet di gedung DPR RI. Sudah disiapkan 8 ekor (monyet), sudah dibeli, tapi belum sempat dilepas," kata Argo.

Argo menjelaskan, pelepasan monyet itu bertujuan untuk membuat kegaduhan saat acara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.

"Monyet akan dilepaskan di gedung DPR RI dan Istana Negara biar gaduh," ungkap Argo.

Potret 2 Putra Pemimpin Negara, Kaesang dan Pangeran Brunei Curi Perhatian di Pelantikan Presiden

Berkomunikasi pakai sandi melalui grup WhatsApp

Untuk berkoordinasi dalam merencanakan aksi peledakan, kelompok itu tergabung dalam grup WhatsApp yang beranggotakan 123 orang.

Dalam berkomunikasi melalui WhatsApp, kata Argo, anggota grup menggunakan sebuah sandi khusus yang biasa disebut sandi mirror.

Sandi mirror artinya mengganti huruf dalam keyboard ponsel yang seolah-olah hasil proyeksi dalam cermin.

Contohnya mengganti huruf A menjadi huruf L dan mengganti huruf Q dan P.

Penggunaan sandi dalam berkomunikasi bertujuan untuk mencegah orang lain memahami isi percakapan dalam grup itu.

"Komunikasi dengan sandi mirror agar banyak orang enggak tahu (isi percakapan)," ujar Argo.

Grup itu juga berisi pesan berantai hoaks terkait isu komunisme dan tenaga kerja asing (TKA) asal China.

"Di dalam WhatsApp grup, ada beberapa (anggota grup) yang mempengaruhi suatu kegiatan yang belum diyakini benar. (Anggota grup) di-brain wash (cuci otak) bahwa komunisme sedang berkembang di Indonesia," kata Argo.

Argo menjelaskan, salah satu berita hoaks yang pernah disebar di grup tersebut adalah paham komunisme yang mempengaruhi ideologi Pancasila dan isu China yang menguasai pemerintahan di Indonesia.

"Tersangka FAB bergabung dalam grup dan meyakini komunis semakin berkembang, indikatornya ada polisi China yang diperbantukan untuk mengamankan unjuk dan disenjatai lengkap. Padahal tidak ada," ujar Argo. "Ada juga isu TKA China yang masuk ke Indonesia. Anggapannya orang China menguai pemerintahan," lanjutnya.

Rumah Eggi Sudjana Digeledah Polisi, Ponselnya Turut Diamankan sebagai Barang Bukti

Eggi Sudjana diperiksa sebagai saksi

Eggi Sudjana juga tergabung dalam grup WhatsApp itu.

Eggi pun telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya.

Saat memeriksa Eggi, polisi juga turut memeriksa ponselnya.

Dalam ponsel tersebut, polisi menemukan sebuah percakapan yang berisi ajakan untuk menyumbang dana dalam pembuatan bahan peledak yang dikirim oleh salah satu tersangka.

Bahan peledak jenis nitrogen itu akan digunakan untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.

Namun, Eggi Sudjana tak membalas pesan ajakan menjadi penyandang dana tersebut.

"Beliau (Eggi Sudjana) ditawari dalam japrinya (jaringan pribadi) dikatakan bahwa "mau buat bom nitrogen gak? mau menyumbang tidak?" Tapi beliau tidak respon (pesan japri)," ungkap Argo. Karena itu, Eggi hanya diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya. Saat ini, Eggi telah dipulangkan oleh penyidik. (Kompas.com/Rindi Nuris Velarosdela)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bom Katapel, Monyet, dan Abdul Basith pada Upaya Penggagalan Pelantikan Presiden"

Sumber: Kompas.com
Tags:
Pelantikan Jokowi dan Maruf AminJokowiArgo YuwonoEggi SudjanaPolda Metro JayaAbdul Basith
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved